Headline

RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian

Fokus

Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.

Happy Hypoxia, Gejala Baru Covid-19 yang Mematikan

Atikah Ishmah Winahyu
02/9/2020 05:40
Happy Hypoxia, Gejala Baru Covid-19 yang Mematikan
Fenomena Happy Hypoxia(Sumber: RSUD Prof Dr Margono Soekarjo/Livescience/Tim Riset MI-NRC/ Grafis: SENO)

TIGA warga Banyumas, Jawa Tengah, meninggal dunia karena virus SARS-CoV-2 penyebab covid-19, beberapa waktu lalu. Anehnya, mereka tidak mengalami gejala covid-19 pada umumnya seperti demam tinggi, batuk, dan flu.

Salah satu dari mereka tiba di rumah sakit dalam keadaan tidak terlalu sesak, tapi tidak lama kemudian makin memberat dan memerlukan ventilator.

Tim penyakit infeksi emerging (PIE) RSUD Prof Dr Margono Soekarjo menyatakan ketiga pasien itu mengalami happy hypoxia setelah menemukan rendahnya kadar oksigen yang ada di dalam tubuh mereka, di bawah 90%.

“Ini menjadi salah satu gejala baru yang patut diwaspadai,” ucap salah satu dokter spesialis paru yang bertugas di RSUD Prof Dr Margono Soekar­jo, Wisuda Moniqa Silviyana SpP, belum lama ini.

Ia menjelaskan tiga pasien di Banyumas yang meninggal dunia itu memang memiliki penyakit komorbid atau penyakit penyerta seperti gangguan jantung, hipertensi, serta obesitas atau kegemukan. Namun, pasien tidak menunjukkan gejala hypoxia umumnya seperti sesak napas, gelisah, dan tubuh yang makin melemah.

“Saat kami cek dengan alat yang disebut pulse oxymeter, (hasilnya) menunjukkan saturasi oksigennya rendah. Hasil analisis gas darah arteri (AGD) juga menunjukkan tanda gagal napas. Tetapi pasien saat itu baik-baik saja, bisa berkomunikasi seperti biasa,” bebernya.

Happy hypoxia atau hypoxemia syndrome didefinisikan sebagai kondisi seseorang dengan kadar oksigen rendah dalam tubuh, tapi terlihat baik-baik saja. Beberapa pasien covid-19 yang mengalami happy hypoxia terlihat biasa saja, padahal saat dicek, saturasi oksigennya sudah di level 70% hingga 80%.

Saturasi oksigen yang turun itu mengakibatkan berkurangnya kemampuan ikatan hemoglobin terhadap oksigen. Selanjutnya, gejala sesak napas mulai tampak setelah terjadi konsolidasi berat pada jaringan paru. “Jika gambaran parunya rusak berat, gejala sesaknya baru muncul,” katanya.

Karena itu, Moniqa dan tim PIE RSUD Prof Dr Margono Soekarjo tidak mau ambil risiko. Mereka makin mengintensifkan pengecekan saturasi oksigen secara berkala dan tidak menunggu sampai pasien sesak napas.

Faktor pemicu

Dokter spesialis paru Andika Chandra Putra PhD SpP menyatakan fenomena klinis happy hypoxia dapat terjadi pada semua panderita covid-19, yang bergejala berat, sedang, dan ringan.

Ia menyebutkan sejumlah faktor yang bisa memicu happy hypoxia, mulai sumbatan pada proses respirasi oksigen ke dalam paru-paru, kelainan pada batang otak yang mengatur oksigenasi, hingga kelainan pada paru-paru pasien.

Meski gejala happy hypoxia tidak tampak, menurut dokter spesialis pulmonologi dan kedokteran respirasi paru Puji Astuti, respiratory rate atau jumlah pernapasan bisa menjadi salah satu indikator normal atau tidaknya penyerapan oksigen di dalam tubuh.

“Pada orang dewasa normal per menit 16-18 kali. Kalau lebih dari 20 menit, itu yang harus diwaspadai,” ucapnya dikutip dari kanal Youtube. (Ant/H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik