Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Hari Masyarakat Adat diperingati setiap 9 Agustus setiap tahunnya. Menanggapi hal itu, Menteri Sosial Juliari Peter Batubara memastikan bahwa pemerintah akan melindungi hak masyarakat adat sesuai dengan prinsip kebinekaan yang dianut Indonesia.
"Prinsipnya, pemerintah pasti melindungi masyarakat adat karena hal ini sesuai dengan prinsip kebhinekaan tunggal ika yang kita anut," kata Juliari kepada Media Indonesia, Sabtu (18/8).
Baca juga: Mensos Apresiasi Percepatan Pemutakhiran DTKS
Dihubungi terpisah, Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kemensos Edi Suharto mengungkapkan, sesuai amandemen UUD 45 pasal 18 b ayat 2, dinyatakan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI, yanb diatur dalam undang-undang.
"Dalam implementasinya, terhadap masyarakat hukum adat (MHA) tersebut dilakukan perlindungan sesuai dengan tugas dan kewenangan sektor masing-masing, baik kementerian/lembaga maupun pemerintah derah," katanya.
Atas dasar tersebut, kata Edi, maka nomenklatur MHA menjadi beragam, misalnya di Kemensos dengan nomenklatur awalnya pada tahun 1969 dengan sebutan suku terasing, lalu masyarakat terasing dan saat ini menjadi Komunitas Adat Terpencil sesuai Perpres 186/2014 tentang Pemberdayaan Sosial Terhadap KAT. Perpres ini dalam pelaksanaannya sdh diatur dalam Permensos No. 12/2015.
Lalu di sektor lainnya seperti pendidikan dan kesehatan dikenal dengan wilayah 3T, yakni teisolir, terdepan dan terluar, di sektor pedesaan disebut masyarakat adat.
"Kementerian Dalam Negeri juga sudah mengeluarkan Permendagri 52/2014 tentang Pedoman dan Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.
Ada juga Permen ATR/Kepala BPN No.10/2016 ttg Tatacara Penetapan Hak Komunal atas Tanah MHA dan Masyarakat Yang Berada di Kawasan Tertentu," bebernya.
Semua peraturan tersebut, kata Edi, jelas menunjukkan bahwa negara mengakui dan memberikan perlindungan terhadap masyarakat hukum adat.
Adapun, Kemensos disebutnya berfokus pada pelayanan sosial dasar (sandang, pangan, papan, dan layanan sosial lainnya) melalui program pemberdayaan komunitas adat terpencil (KAT) yang saat ini dilaksanakan di 23 provinsi dan 16 kabupaten melalui APBN yang dikelola daerah.
"Ke depan, pemberdayaan KAT akan semakin memperkuat pola kemitraan dengan beragam pemangku kepentingan (stakeholders). Program yang sedang dikembangkan bernama PKATBest, akronim dari Program Pemberdayaan KAT Berbasis Stakeholders," jelas Edi.
"Program ini pada intinya bertujuan untuk meningkatkan 3P, yakni People (Pengetahuan, kesehatan dan kearifan lokal KAT), Production (mata pencaharian, pertanian, perkebunan yang dilakukan KAT) dan Planet (lingkungan hidup, permukiman dan lingkungan sosial KAT). Ketiga aspek P ini bersandar pada aspek P yang keempat, yakni Partnership. Bahwa proses pemberdayaan KAT dilakukan oleh multipihak, seperti dinas sosial, LSM, Lembaga Kesejahteraan Sosial, dan Kemensos berdasarkan prinsip kerjasama yang terukur dan akuntabel," tandasnya. (H-3)
Devi menjelaskan RUU Masyarakat Hukum Adat apabila sudah disahkan membantu negara untuk menunaikan mandat konstitusi dengan memenuhi hak-hak masyarakat adat.
Karena itu, sangat penting negara melakukan revitalisasi, mengakui kembali hak-hak masyarakat adat, dan mengembalikan hak-hak tersebut kepada mereka.
Perlu ada kearifan lokal yang bersumber pengetahuan untuk masyarakat luas soal hak masyarakat adat itu sendiri.
RUU Masyarakat Hukum Adat dan RUU Perlindungan PRT adalah RUU dengan status usulan DPR dan sudah selesai dilakukan pengharmonisasian, dan pembulatan dan pemantapan konsepsi di Baleg.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved