Headline
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.
NEGARA wajib melindungi dan menciptakan rasa aman bagi semua warga negara terhadap tindak kekerasan seksual. Kekosongan perundang-undangan yang secara spesifik melindungi korban dan memberi efek jera bagi pelaku kekerasan seksual harus segera terisi.
“Meski sudah ada sejumlah aturan terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak, itu belum cukup. Perlu segera menghadirkan peraturan yang melindungi warga negara dari ancaman kekerasan seksual,” kata Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat saat menjadi pembicara kunci dalam diskusi yang digelar Forum Diskusi Denpasar12 bekerja sama dengan DPP Partai NasDem Koordinator Bidang Kebijakan Publik dan Isu Strategis, kemarin. Tema diskusi ialah Kekerasan seksual sbagai tindak pidana.
Diskusi dimoderatori Arimbi Heroepoetri, tenaga ahli Wakil Ketua MPR, dengan menghadirkan Ratna Susianawati (Pelaksana Harian Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, Kementerian PPPA), Lucky Endarwati (dosen FH Universitas Brawijaya), Ninik Rahayu (anggota Ombudsman RI), dan Era Purnama Sari (Wakil Ketua YLBHI).
Menurut Lestari, kekerasan seksual saat ini tidak terbatas pada perkosaan dan pencabulan, tetapi juga berkembang dalam bentuk pemaksaan aborsi, percobaan perkosaan, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, maupun cyber bully.
Dengan keterbatasan cakupan aturan dalam KUHP, menurut Rerie, sapaan akrab Lestari, akibatnya pelaku kekerasan seksual di luar perkosaan dan pencabulan sulit dijerat dengan delik pidana.
Padahal, tambah legislator Partai NasDem itu, kekerasan seksual saat ini tak hanya menyasar kaum perempuan, tetapi juga anak perempuan dan anak laki-laki.
“Kondisi ini menjadi dasar bagi kita semua untuk segera menuntaskan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan mengesahkannya sebagai undang-undang,” kata Rerie.
Pelaksana Harian Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, Kementerian PPPA, Ratna Susianawati mengakui pemerintah saat ini juga aktif membahas bersama berbagai pihak, baik yang pro maupun kontra terhadap RUU PKS.
Berdasarkan survei Kementerian PPPA pada 2018, satu dari tiga perempuan mengalami kekerasan, termasuk kekerasan seksual. Catatan lain, 1 dari 17 anak laki-laki dan 1 dari 11 anak perempuan mengalami kekerasan seksual. “Sampai 26 Juli lalu, sebanyak 55,38% laporan kekerasan terhadap anak adalah kekerasan seksual,” ujar Ratna. (Ifa/H-1)
Menurut ICJR, praktiknya penyediaan layanan aborsi aman tidak terlaksana di lapangan dikarenakan tidak ada realisasi konkret dari pemangku kepentingan untuk menyediakan layanan.
Dua lembaga internal, yakni Satgas PPKS dan Komisi Penegak Disiplin UMS telah melakukan investigasi, dan menemukan pelanggaran etik atas dua oknum.
Koordinasi penanganan kekerasan seksual tak hanya bisa mengandalkan lembaga negara yudisial.
Putusan DKPP ke Hasyim Asy'ari beri pelajaran kepada pejabat publik agar tidak menyalah gunakan kewenangan
Berikan pendidikan seks sesuai dengan usianya untuk bisa menetapkan batasan pada orang lain.
SEORANG ayah tiri di Ciamis, Jawa Barat (Jabar), tega melakukan kekerasan seksual kepada balita yang baru berumur dua tahun.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved