Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Lindungi Warga dari Tindak Kekerasan Seksual

Ifa/H-1
06/8/2020 06:30
Lindungi Warga dari Tindak Kekerasan Seksual
Lestari Moerdijat, Wakil Ketua MPR(MI/PIUS ERLANGGA)

NEGARA wajib melindungi dan menciptakan rasa aman bagi semua warga negara terhadap tindak kekerasan seksual. Kekosongan perundang-undangan yang secara spesifik melindungi korban dan memberi efek jera bagi pelaku kekerasan seksual harus segera terisi.

“Meski sudah ada sejumlah aturan terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak, itu belum cukup. Perlu segera menghadirkan peraturan yang melindungi warga negara dari ancaman kekerasan seksual,” kata Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat saat menjadi pembicara kunci dalam diskusi yang digelar Forum Diskusi Denpasar12 bekerja sama dengan DPP Partai NasDem Koordinator Bidang Kebijakan Publik dan Isu Strategis, kemarin. Tema diskusi ialah Kekerasan seksual sbagai tindak pidana.

Diskusi dimoderatori Arimbi Heroepoetri, tenaga ahli Wakil Ketua MPR, dengan menghadirkan Ratna Susianawati (Pe­laksana Harian Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, Kementerian PPPA), Lucky Endarwati (dosen FH Universitas Brawijaya), Ninik Rahayu (anggota Ombudsman RI), dan Era Purnama Sari (Wakil Ketua YLBHI).

Menurut Lestari, kekerasan seksual saat ini tidak terbatas pada perkosaan dan pencabul­an, tetapi juga berkembang dalam bentuk pemaksaan aborsi, percobaan perkosaan, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, maupun cyber bully.

Dengan keterbatasan cakup­an aturan dalam KUHP, menurut Rerie, sapaan akrab Lestari, akibatnya pelaku kekerasan seksual di luar perkosaan dan pencabulan sulit dijerat dengan delik pidana.

Padahal, tambah legislator Partai NasDem itu, kekerasan seksual saat ini tak hanya menyasar kaum perempuan, tetapi juga anak perempuan dan anak laki-laki.

“Kondisi ini menjadi dasar bagi kita semua untuk segera menuntaskan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan mengesahkannya sebagai undang-undang,” kata Rerie.

Pelaksana Harian Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, Kementerian PPPA, Ratna Susianawati mengakui pemerintah saat ini juga aktif membahas bersama berbagai pihak, baik yang pro maupun kontra terhadap RUU PKS.

Berdasarkan survei Kementerian PPPA pada 2018, satu dari tiga perempuan mengalami kekerasan, termasuk kekerasan seksual. Catatan lain, 1 dari 17 anak laki-laki dan 1 dari 11 anak perempuan mengalami kekerasan seksual. “Sampai 26 Juli lalu, sebanyak 55,38% laporan kekerasan terhadap anak adalah kekerasan seksual,” ujar Ratna. (Ifa/H-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya