Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
INDONESIA alami dua kali siklus suhu terpanas dalam satu dekade terakhir yakni pada 2016 dan 2019 dengan peningkatan 0.84° C di atas suhu rata-rata tahunan selama 30-tahun atau periode 1981-2010.
"Emisi gas rumah kaca (GRK) terukur di Stasiun GAW BMKG Kototabang terus meningkat mencapai 408,2 ppm meskipun masih relatif lebih rendah dari GRK global, jumlah kejadian bencana hidrometeorologi terus bertambah mencapai 3362 kejadian," kata Deputi Bidang Klimatologi, BMKG, Herizal dalam keterangan tertulis, Rabu (15/7).
Penelusuran bukti perubahan iklim dilakukan oleh peneliti BMKG dengan menggunakan data suhu di Jakarta hasil pengamatan sejak zaman Belanda atau selama 150 tahun menunjukkan peningkatan suhu rata-rata yang signifikan di Jakarta yaitu 1,6°C dari 1866 hingga 2012.
Laju peningkatan ini cukup dapat dibandingkan dengan hasil analisis WMO, yaitu kenaikan suhu global sebesar 1.1°C terhadap zaman pra-industri yakni 1850-1900 sebagai garis dasar periode acuan perubahan iklim global.
"Suhu bumi yang terus memanas itu telah berdampak pada lingkungan, salah satunya memicu perubahan pola hujan dan peningkatan cuaca ekstrem," sebutnya.
Baca juga : Suhu Global 5 Tahun Kedepan, Cenderung 1º C di Atas Pra Industri
Di Indonesia, secara umum perubahan pola hujan itu ditandai oleh peningkatan hujan di daerah di utara katulistiwa yang menyebabkan iklimnya cenderung semakin basah. Sementara di selatan khatulistiwa cenderung kering.
"Namun di banyak tempat ditemukan bukti bahwa hujan dalam kategori ekstrem terus meningkat kejadiannya," terangnya.
Di Jakarta, kata Herizal dari data 130 tahun menunjukkan, sekalipun rata-rata curah hujan tahunan relatif sama, bahkan menurun namun frekuensi hujan ekstrem justru meningkat. Sekitar 10% intensitas hujan tertinggi di Jakarta atau di atas 100 mm per hari telah meningkat 14% akibat penambahan suhu per 1 derajat celcius.
"Tren cuaca ekstrem juga meningkat, ditandai dengan peningkatan frekuensi dan skala bencana hidrometeorologi," pungkasnya. (OL-2)
Kemah pengkaderan ini juga mengangkat persoalan-persoalan lingkungan, seperti perubahan iklim yang mengakibatkan bencana alam.
"Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus menjadi vektor utama. Keberadaan dan penyebarannya yang meluas menjadikan arbovirus sebagai ancaman serius,”
Fenomena salju langka menyelimuti Gurun Atacama, wilayah terkering di dunia, menghentikan sementara aktivitas observatorium ALMA.
Dalam serangkaian lokakarya yang digelar selama lima hari tersebut, para musisi membahas akar penyebab krisis iklim, peran seni dan budaya dalam mendorong perubahan nyata.
Pusat Pengurangan Risiko Bencana Universitas Indonesia melakukan kerja sama bidang Limnologi dan Hidrologi dengan BRIN untuk persiapan dan adaptasi perubahan iklim.
Masuknya genangan rob tak hanya ke permukiman warga di pesisir pantai, tapi sudah meluap sampai ke jalan raya
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved