Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Salju Langka Hentikan Operasi Teleskop ALMA di Gurun Atacama, Tanda Perubahan Iklim?

Thalatie K Yani
03/7/2025 08:45
Salju Langka Hentikan Operasi Teleskop ALMA di Gurun Atacama, Tanda Perubahan Iklim?
Fenomena salju langka menyelimuti Gurun Atacama, wilayah terkering di dunia, menghentikan sementara aktivitas observatorium ALMA.(ESO)

FENOMENA langka terjadi di Gurun Atacama, wilayah terkering di dunia. Salju yang turun di area ini telah menghentikan sementara operasi Atacama Large Millimeter/submillimeter Array (ALMA), salah satu jaringan teleskop radio paling canggih di dunia. Para ilmuwan kini mencemaskan  perubahan iklim bisa memicu cuaca ekstrem serupa di masa depan.

Salju menyelimuti sebagian Gurun Atacama di Cile utara, yang biasanya hanya menerima kurang dari satu inci curah hujan per tahun. Jaringan teleskop ALMA yang berada di kawasan ini harus menghentikan aktivitas ilmiahnya sejak Kamis (26/6).

“Hampir 10 tahun tidak pernah tercatat ada salju di kamp utama kami. Ini bukan sesuatu yang terjadi setiap hari di ALMA!” ujar perwakilan observatorium ALMA melalui pesan ke Live Science.

Salju Turun di Ketinggian 2.900 Meter

Peristiwa ini terjadi di Operations Support Facility ALMA, yang berada di ketinggian 2.900 meter (sekitar 9.500 kaki), atau sekitar 1.700 kilometer di utara Santiago. Meskipun observatorium utama terletak di Dataran Tinggi Chajnantor pada ketinggian 5.104 meter, yang memang biasanya mengalami 2–3 kali salju setiap tahun, area basecamp tempat para ilmuwan bekerja jarang sekali menerima salju.

Menurut klimatolog dari Universitas Santiago, Raúl Cordero, salju di wilayah setinggi 3.000 meter sangat jarang terjadi. "Salju biasanya turun di ketinggian lebih dari 5.000 meter, terutama pada musim dingin atau saat musim hujan Altiplano pada Februari,” jelasnya.

Namun, pekan ini terjadi ketidakstabilan atmosfer yang tidak biasa di Cile bagian utara. Menurut Badan Meteorologi Cile, fenomena ini disebabkan oleh “inti dingin” yang melintas, memicu hujan salju disertai angin kencang dengan kecepatan mencapai 100 km/jam.

Cuaca ekstrem ini juga memicu banjir di wilayah utara, merusak sejumlah properti, menyebabkan pemadaman listrik, dan memaksa penutupan sekolah. Sejauh ini tidak ada korban jiwa, namun intensitas peristiwa ini disebut belum pernah terjadi dalam hampir satu dekade terakhir.

ALMA Aktifkan Protokol Darurat

Pada Jumat (27/6), observatorium melaporkan badai salju masih berlangsung di Dataran Tinggi Chajnantor. Untuk alasan keselamatan, seluruh kegiatan ilmiah masih dihentikan. Suhu di lokasi anjlok hingga -12°C, bahkan terasa seperti -28°C akibat angin dingin.

ALMA pun mengaktifkan “survival mode”, yakni protokol keselamatan untuk menghadapi cuaca ekstrem. Seluruh antena besar ALMA diarahkan ke posisi searah angin untuk mengurangi risiko kerusakan akibat tumpukan salju atau tiupan angin kencang.

“Setelah badai berlalu, tim pembersih salju akan langsung melakukan inspeksi visual ke tiap antena sebelum observasi dilanjutkan,” jelas pihak ALMA. “Ini harus dilakukan dengan cepat, karena kondisi terbaik untuk pengamatan sering kali terjadi sesaat setelah salju turun, saat udara lebih kering dan gangguan kelembapan lebih kecil.”

Menyongsong Masa Depan Cuaca Ekstrem?

ALMA yang terdiri dari 66 antena presisi tinggi merupakan proyek kolaborasi internasional dan dirancang untuk bertahan dalam kondisi cuaca ekstrem. Namun, terhentinya operasi akibat salju mengangkat pertanyaan serius tentang tantangan yang mungkin dihadapi ke depan di tengah pemanasan global.

Gurun Atacama umumnya menerima curah hujan tahunan hanya sekitar 1–15 milimeter. Bahkan, sebagian wilayahnya bisa bertahun-tahun tanpa hujan atau salju sama sekali.

Apakah kejadian seperti ini akan menjadi lebih sering? “Itu pertanyaan bagus,” jawab Cordero. Meski belum bisa dikaitkan langsung dengan perubahan iklim, ia menambahkan sejumlah model iklim memprediksi peningkatan curah hujan di wilayah super-kering seperti Atacama.

“Kita belum bisa memastikan apakah tren peningkatan itu sudah dimulai,” tutupnya. (Live Science/Z-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik