Headline

Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.

Fokus

Sejumlah negara berhasil capai kesepakatan baru

Abdoel Moeis Gunakan Kata sebagai Senjata

Zubaedah Hanum
03/7/2020 13:05
Abdoel Moeis Gunakan Kata sebagai Senjata
Sosok Abdoel Moeis, sastrawan yang dianugerahi gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional.(Ikatan Keluarga Pahlawan Nasional Indonesia/Museum Penerangan Kominfo/Kemendikbud)

HARI Sastra Indonesia yang diperingati hari ini ditetapkan oleh para penyair dengan mengambil momen kelahiran sastrawan Abdoel Moeis pada 3 Juli 1883. Sastrawan, wartawan dan tokoh pergerakan ini adalah orang yang pertama kali dianugerahi gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional oleh Presiden Soekarno pada 30 Agustus 1959.

Taufiq Ismail, sastrawan senior Indonesia mengungkapkan, Abdoel Moeis dinilai paling aktif dalam pergerakan nasional di zaman penjajahan Belanda.

Abdoel Moeis lahir di Sungai Puar, Agam, Sumatra Barat dan meninggal di Bandung, Jawa Barat, pada 17 Juni 1959 di usia ke-75 tahun. Jasadnya disemayamkan di Taman Makam Pahlawan Cikutra, Bandung. Kiprahnya sebagai tokoh pergerakan membuatnya dilarang menetap di tanah kelahirannya.

Putra Datuk Tumangguang Sutan Sulaiman ini memang konsisten memperjuangkan nasib rakyat Indonesia yang saat itu sedang dijajah Belanda. Sebagai sastrawan dan wartawan, perlawanannya itu dilakukan dalam bentuk kata dari tulisan-tulisannya yang tajam.

Dikutip dari laman Ikatan Keluarga Pahlawan Nasional Indonesia (Ikpni), Abdoel Moeis merupakan putra ketiga dari lima bersaudara keturunan Toeankoe Laras Soengai Poear. Ia mengenyam pendidikan dasar Europeesche Lagere School (ELS).

Ayahnya seorang progresif, menyekolahkan kedua putranya ke sekolah kedokteran School Tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA). Adiknya yang bernama Dr. Arifin tamat sekolah, sedangkan Abdoel Moeis tidak.
Ia sangat geram pada diskriminasi yang dialami anak-anak pribumi, hingga memutuskan keluar dari STOVIA.

Kemudian ia bekerja sebagai klerk, mantri lumbung, dan jurnalis di Preanger Bode, De Express (berbahasa Belanda) dan direksi surat kabar Kaoem Moeda bersama seorang jurnalis cakap bernama A. Wignjadisastra. Abdoel Moeis kemudian bergabung dengan SI (Serika Islam) yang didirikan oleh HOS Tjokroaminoto.

Baca juga : Selamat Hari Sastra Indonesia!

Salah Asuhan
Putra Minangkabau ini menghembuskan napas terakhir jauh dari tempat kelahirannya di Bukittinggi, Sumatra Barat. Dikutip dari buku "Pahlawan-Pahlawan Indonesia Sepanjang Masa" dari Didi Junaedi, Abdoel Moeis diasingkan oleh pemerintah Belanda ke Garut, Jawa Barat.

Garut sekaligus jadi tempat Abdoel Moeis menyelesaikan novel "Salah Asuhan, salah satu karyanya yang ternama. "Salah Asuhan" terbit dalam bahasa Melayu pada 1928 di bawah penerbit Balai Pustaka. "Salah Asuhan" juga diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul "Never the Twain" oleh Yayasan Lontar pada 2010.

"Pemahaman Salah Asuhan" keluaran Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada 1985 mendeskripsikan "Salah Asuhan" sebagai novel yang membahas pembauran serta benturan antara kebudayaan Timur dan Barat.

"Salah Asuhan" bercerita tentang Hanafi, pemuda Minangkabau yang berada di tengah pendidikan dan lingkungan yang menganut nilai-nilai dan sikap hidup orientasi Barat. Pendidikan Barat yang salah membuat dia tak bisa membaur dengan bangsanya, tapi tidak pula diterima oleh kaum Barat. Hanafi dianggap salah asuhan karena kebarat-baratan.

Hanafi dinikahkan dengan Rapiah, namun bercerai karena memilih untuk menjalin kasih dengan Corrie du Busse, seorang gadis Indo-Prancis. Kehidupan rumah tangga Hanafi dan Corrie tidak harmonis dan Hanafi hidup dalam penyesalan.

"Salah Asuhan" kemudian diadaptasi menjadi film oleh sutradara Asrul Sani dengan bintang Dicky Zulkarnaen sebagai Hanafi, Rima Melati sebagai Rapiah dan Ruth Pelupessy --pemeran Darminah dalam film horor "Pengabdi Setan"- sebagai Corrie du Bussee. Film yang dirilis pada 1972 ini diubah latar belakangnya menjadi 1970-an.

"Salah Asuhan" juga hadir di layar kaca dalam sinetron berjudul sama arahan Azhar Kinoy Lubis. Sinetron "Salah Asuhan" yang dibintangi oleh Dimas Aditya ini tayang pada akhir 2017. (Ant/H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum
Berita Lainnya