Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Gencarkan Patroli Siber

Atalya Puspa
02/7/2020 00:35
Gencarkan Patroli Siber
Kekerasan seksual terhadap anak(Ilustrasi)

ORGANISASI nirlaba National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC) melaporkan melonjaknya kasus eksploitasi seksual anak selama pandemi dari 2,2 juta pada Maret 2020 menjadi 4,2 juta pada April 2020.

Ketua Bidang Pemenuhan Hak Anak Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Reza Indragiri Amriel menyatakan, dengan tingginya aktivitas anak di media sosial di masa pandemi, para predator punya incaran lebih banyak. Terlebih para predator anak yang tidak beroperasi sebagai lone wolf, tetapi dengan dalang international jejaring pedofil.

“Patroli polisi di dunia maya perlu lebih gencar untuk menangani kasus kekerasan seksual terhadap anak di dunia maya. Radarnya harus lebih luas karena anak menghabiskan waktu lebih lama di internet dan media sosial,” kata Reza kepada Media Indonesia, tadi malam.

Peran orangtua juga di sini menjadi sangat penting. Reza mengingatkan para orangtua untuk lebih aktif untuk mengendalikan perilaku anak dalam menggunakan media sosial.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) belum lama ini juga merilis tingginya kasus kekerasan seksual, bahkan mendominasi kasus kekerasan pada anak sepanjang Januari-Juni 2020.

Merujuk data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), telah terjadi 3.087 k sus kekerasan terhadap anak, yang terdiri atas 1.848 kasus kekerasan seksual, 852 kekerasan fisik, dan 768 psikis.

Dalam kasus kejahatan anak (grooming), sebut Asisten Deputi Perlindungan Anak dalam Situasi Darurat dan Pornografi Kementerian PPPA Ciput Eka Purwianti, predator mendekati anak-anak melalui pesan langsung (direct message) di media sosial.

“Untuk mencegahnya, orangtua perlu membuat kesepakatan dengan anak soal penggunaan gawai, termasuk medsos,” imbuhnya.


Kejahatan serius

Koordinator Advokasi dan Layanan Hukum ECPAT (End Child Prostitution, Child Pornography, and Trafficking of Children for Sexual Purposes) Indonesia Rio Hendra menuturkan pelaku grooming mencari anak yang rentan dan mengumpulkan informasi tentangnya. Lalu, mereka membangun komunikasi dengan anak tersebut.

Ketika anak sudah merasa nyaman dengan pelaku, secara bertahap pelaku meningkatkan komunikasinya ke arah seksual. Agar anak terhindar dari grooming, kata Rio, anak harus mampu menolak tegas dengan mengatakan tidak dan berdiskusi dengan orang terdekatnya seperti keluarga atau teman.

Pelecehan seksual terhadap anak di dunia maya termasuk kejahatan serius di beberapa negara. Inggris, misalnya, telah memperkenalkan undangundang (UU) baru untuk menangani konten-konten yang berbahaya, termasuk eksploitasi anak dan terorisme.

Awal Juni lalu, Facebook, Microsoft, Google, Twitter, dan perusahaan teknologi lainnya bekerja bersama dengan inisiatif baru yang disebut Project Protect untuk memerangi eksploitasi seksual anak di dunia maya. Kolaborasi tiga perusahaan teknologi itu dilakukan dengan mempertimbangkan lonjakan pengguna internet, yang pada 2020 telah mencapai 4,5 miliar pengguna. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya