Headline

Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.

Fokus

Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.

Kelaparan Lebih Menakutkan daripada Korona

Dhika Kusuma Winata
10/6/2020 04:20
Kelaparan Lebih Menakutkan daripada Korona
Respons Atas Kebijakan New Normal(Voxpopuli Research Center/Riset MI-NRC)

SEBAGIAN besar masyarakat dilaporkan lebih takut kelaparan jika dibandingkan dengan takut tertular covid-19. Karena itu, mayoritas dari mereka menyetujui pemberlakukan kenormalan baru dalam upaya menangani pandemi covid-19.

Masyarakat memang disebut masih mengkhawatirkan tertular covid-19. Akan tetapi, jauh lebih banyak dari mereka yang merasa khawatir tidak dapat bekerja dan tidak menerima penghasilan alias takut kelaparan.

Demikian kesimpulan umum dari hasil survei yang dilakukan oleh Voxpopuli Research Center , seperti yang dipaparkan oleh Direktur Eksekutif Voxpopuli Research Center, Dika Moehamad, melalui keterangan tertulis kepada pers di Jakarta, kemarin.

Menurut Dika, hasil survei (lihat grafik) memunculkan dikotomi antara persoalan kesehatan atau ekonomi yang harus dipecahkan oleh para pembuat kebijakan. Setelah hampir tiga bulan terdampak pandemi, publik menginginkan aktivitas ekonomi segera dibuka kembali.

Sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk memulai kehidupan kenormalan baru di tengah masih tingginya kurva penyebaran covid-19. Pro dan kontra mengemuka, apakah sebaiknya kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dilanjutkan atau diakhiri.

“Namun, mayoritas publik menyetujui diberlakukan kenormalan baru dalam upaya menangani pandemi covid-19,” ucap Dika.

Situasi kenormalan baru memang membolehkan masyarakat untuk kembali beraktivitas, tetapi tetap harus menerapkan protokol kesehatan, di antaranya penggunaan masker, tetap melakukan jaga jarak (physical distancing), hingga cuci tangan atau memakai penyanitasi tangan (hand sanitizer).

“Secara mutlak masyarakat bersedia memakai masker, jaga jarak, dan cuci tangan untuk mencegah penularan covid-19. Hanya sebagian kecil yang tidak bersedia,” tambah Dika.

Bansos

Presiden Joko Widodo melalui Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman menyatakan warga miskin dan warga terdampak covid-19 menjadi perhatian serius Presiden. Untuk itu pemberian bantuan sosial (bansos) kepada mereka diminta benar-benar tepat sasaran.

“Presiden juga memerintahkan Kementerian Sosial untuk menyisir warga miskin dan warga terdampak yang belum mendapatkan bansos karena skema bansos yang ditetapkan pemerintah pusat cukup banyak,” kata Fadjroel di Jakarta, kemarin.

Sebagian masyarakat menyoroti bansos dari pemerintah yang dinilai tidak tepat sasaran. Sorotan terhadap bansos itu muncul dalam survei lembaga Indikator Politik Indonesia, yang menyatakan sebanyak 60,3% responden menyebut bantuan pemerintah kurang atau tidak tepat sasaran.

Menteri Sosial Juliari Batubara mengungkapkan pihaknya terus berupaya untuk menyalurkan bantuan sosial dengan tepat sasaran. Terkait keluhan soal penyaluran bansos yang tidak tepat sasaran, Juliari menyebut persentase penyaluran yang tidak tepat sasaran lebih kecil ketimbang yang tepat sasaran. “Kami juga sudah meminta daerah agar memperbaiki data-data penerimayang telah dikirim ke Kemensos yang dianggap kurang tepat. Sejauh ini tidak ada kendala yang berarti,” kata Juliari kepada Media Indonesia, kemarin.

Pemprov DKI Jakarta pun memastikan pemberian bansos bagi warga prasejahtera seperti kartu Jakarta pintar (KJP), kartu Jakarta lansia (KJL), kartu Jakarta mahasiswa Unggul (KJMU), dan bantuan bagi warga disabilitas akan tetap berlanjut.

Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah DKI Jakarta, Edi Sumantri, mengatakan hingga akhir tahun tersedia dana Rp4,8 triliun untuk bansos prasejahtera itu. (Ata/ Ant/X-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya