Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Inefisiensi Layanan dalam Program JKN Mesti Diatur

Indriyani Astuti
24/11/2019 16:35
Inefisiensi Layanan dalam Program JKN Mesti Diatur
DISKUSI EVALUASI LAYANAN PASIEN BPJS( ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww.)

BEBERAPA layanan dianggap kelebihan pemanfaatannya (over utilisasi) dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) antara lain operasi caesar dan penyakit jantung.

Data dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menunjukkan biaya yang dikeluarkan untuk penyakit jantung sebesar Rp10,5 triliun dengan 12,5 juta jumlah kasus.

Adapun kelahiran caesar disebutkan oleh Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto, di Indonesia masih mencapai 45%. Angka tersebut jauh dari hasil data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Perbandingan kelahiran caesar berdasarkan data WHO hanya sebesar 20%.

Menurut Kepala Humas BPJS Kesehatan, Iqbal Anas Ma'ruf, pihaknya menyambut baik apabila Kemenkes membuat aturan mengenai paramater apa saja yang harus dilalui sehingga kendali mutu dan biaya dapat dilakukan.

"Kami hanya menjalankan sebagai operator. Ada tim kendali mutu dan kendali biaya memberikan rekomendasi kriteria apakah pasien bisa dilakukan sesar atau persalinan normal. Kalau Menteri Kesehatan akan mengatur kami akan mendukung," ucap Iqbal ketika dihubungi di Jakarta, Minggu (24/11).

Ia lebih lanjut menjelaskan bahwa ada kecenderungan peningkatan operasi caesar pasca program JKN. Peserta JKN dalam mendapatkan pelayanan operasi caesar, terang Iqbal, diputuskan oleh dokter dan masuk dalam ranah medis sehingga pengaturannya bukan kewenangan BPJS Kesehatan.

Apalagi, setelah dikeluarkannya Peraturan Presiden 82/2018 tentang Optimalisasi Program JKN. Aturan berkaitan dengan pelayanan JKN, imbuhnya, harus dibahas bersama Kemenkes. Karena itu, apabila Kemenkes ingin membuat rekomendasi kriteria persalinan yang bisa dilakukan caesar, pihaknya menyambut baik.

Sebelumnya BPJS Kesehatan sempat membuat Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan mengenai operasi caesar, katarak, dan rehabilitasi medik yang dianggap menimbulkan inefisiensi biaya. Aturan tersebut, kata Iqbal, akhirnya dibatalkan karena menuai polemik dari banyak pihak.

Menkes seusai rapat terbatas di Istana Negara, Jakarta, pada Kamis (21/11) lalu, sempat menyatakan akan melakukan evaluasi pada rumah sakit (RS) untuk mengurangi over indikasi. Ia mencontohkan kasus jantung yang ada di Indonesia. Total tagihan operasi untuk pemasangan ring jantung bisa mencapai Rp10,5 triliun per tahun.


Baca juga: Perpindahan Kelas tidak Pengaruhi Pendapatan BPJS Kesehatan


Operasi pemasangan ring tersebut harus sesuai dengan diagnosis yang ada. Bila tidak mengharuskan dilakukan cukup dengan obat dan pencegahan. Begitu pula dengan kasus operasi caesar pada kasus melahirkan. Kelahiran caesar di Indonesia masih mencapai 45%.

Mengutip hasil dari laporan Tim Kendali Mutu Kendali Biaya JKN yang diterima Media Indonesia, salah satu rekomendasi ialah perlunya implementasi pemantauan diri caesar sebagai upaya peningkatan kualitas pelayanan dan pembinaan.

Presiden Joko Widodo juga meminta adanya pembenahan tata kelola dalam program JKN. Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris, menyampaikan komitmen yang disepakati BPJS Kesehatan dan Persi adalah di 2019 bahwa seluruh rumah sakit anggota Persi yang menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan diimbau memiliki sistem antrean elektronik.

Komitmen kedua, lanjut Fachmi, seluruh rumah sakit anggota Persi yang menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan diimbau menyediakan informasi display ketersediaan tempat tidur perawatan, baik di ruang perawatan biasa maupun intensif, yang dapat diakses oleh peserta JKN-KIS.

Komitmen lainnya yang disepakati BPJS Kesehatan bersama PERSI, pasien gagal ginjal kronis yang rutin mendapatkan layanan cuci darah (hemodialisis) di rumah sakit dan sudah terdaftar dengan menggunakan sidik jari (finger print), tidak perlu lagi membawa surat rujukan dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).

Hal ini diharapkan mempermudah pasien JKN-KIS mengakses layanan cuci darah tanpa repot-repot lagi mengurus surat rujukan dari FKTP yang harus diperpanjang tiap tiga bulan sekali. (OL-1)

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya