Headline
Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.
Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.
SASTRAWAN dan wartawan legendaris Arswendo Atmowiloto memang telah berpulang ke keabadian pada 19 Juli lalu di usia 69 tahun, tapi sosoknya akan terus hidup lewat berbagai karya yang pernah dibuatnya.
Kebesaran nama Arswendo Atmowiloto tak hanya terukir lewat karya-karyanya, tapi juga terekam dengan kuat dalam ingatan banyak orang, termasuk mereka yang pernah menjadi anak buahnya di berbagai media cetak yang dipimpinnya.
Untuk mengenang sekaligus upaya terus mengingat peran penting Arswendo Atmowiloto, sebagai sastrawan, wartawan sekaligus figur penting bagi keluarga dan orang-orang yang mengenalnya, sejumlah rekan yang pernah bekerja sama di berbagai media cetak akan menggelar acara Tribute to Arswendo Atmowiloto.
Acara Tribute to Arswendo Atmowiloto akan digelar di Sentra Jamu Sidomuncul, Jakarta Barat, pada 30 November 2019 mendatang.
Selain di berbagai media cetak (tabloid Monitor, Bintang Indonesia, Pro-TV, majalah Hai, Senang, dan lainnya), Arswendo sempat cukup lama berkantor di perusahaan jamu yang dipimpin kakak adik Irwan dan Sofyan Hidayat itu.
Untuk menyiapkan acara ini serangkaian pertemuan telah digelar. Kadang di rumah salah satu teman, kadang di kafe, kadang juga di kantor mantan anak buah Arswendo Atmowiloto yang masih aktif bekerja.
Selain menyiapkan berbagai keperluan acara Tribute to Arswendo Atmowiloto, tak urung dalam pertemuan itu cerita-cerita menarik tentang sosok Arswendo Atmowiloto mengalir sambung-menyambung. Ada cerita lucu, mengharukan, dan banyak juga yang membanggakan.
"Bagi banyak orang yang pernah jadi anak buahnya, Mas Wendo tak sekadar bos, tapi juga pahlawan," kata Ricke Senduk yang pernah bekerja bersama Arswendo di tabloid Monitor dan Bintang Indonesia yang didaulat menjadi ketua acara Tribute to Arswendo Atmowiloto.
Seniman Butet Kartaredjasa ikut terlibat aktif dalam acara Tribute to Arswendo Atmowiloto.
Bagi seniman asal Yogyakarta, sosok Arswendo, atau yang biasa ia sapa Pak Ndo, sangat berjasa bagi perjalanan hidupnya.
"Pak Ndo ini sudah menjadi bagian dari hidup saya. Kalau tidak ada Pak Ndo mungkin jalan hidup saya akan berubah. Tidak seperti sekarang ini," kata Butet Kartaredjasa di Jakarta, Kamis (14/11).
"Saat itu saya bergabung di tabloid Monitor, belajar menulis, dituntun langsung Pak Ndo," ucap bapak tiga anak ini.
Dengan keterlibatan Butet Kartaredjasa juga nama-nama besar lain di dunia sastra dan jurnalistik, acara Tribute to Arswendo Atmowiloto yang akan digelar di Sentra Jamu Sidomuncul, pada 30 November mendatang, momen penting yang layak dinantikan.
Selain PT Sidomuncul, acara ini juga didukung Bakti Budaya Djarum Foundation dan Yayasan Karyawan MBI. (OL-09)
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), menggelar rangkaian kegiatan strategis dalam rangka penguatan literasi dan sastra, serta revitalisasi bahasa daerah di Jawa Tengah.
Aprinus mencontohkan, beberapa karya yang kandungan SARA, yakni pada novel Salah Asuhan yang pada draf awalnya disebut menyinggung ras Barat (Belanda).
Sastra sebagai suatu ekspresi seni berpeluang mempersoalkan berbagai peristiwa di dunia nyata, salah satunya adalah persoalan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Dedikasi Pramoedya Ananta Toer tidak lepas dari berbagai konsekuensi berat, ia harus merasakan pahitnya penjara di tiga rezim berbeda.
Dengan lebih dari 50 karya yang diterjemahkan ke 42 bahasa, Pramoedya Ananta Toer adalah lambang harapan, perlawanan, dan keberanian melawan ketidakadilan.
Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta menggagas Jakarta International Literary Festival (JILF) 2024.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved