Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Penegakan Hukum pada Perusahaan Pembakar Lahan Telah Diterapkan

Mediaindonesia.com
14/9/2019 22:47
Penegakan Hukum pada Perusahaan Pembakar Lahan Telah Diterapkan
Penyegelan oleh petugas Kementerian LHK terhadap lahan yang terbakar di Sumatra.(Kementerian LHK)

MENTERI Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar, menegaskan, sanksi hukum diberikan kepada siapapun yang telah terbukti bersalah melakukan pembakaran hutan atau lahan (karhutla) sebagai langkah law enforcement.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menerapkan sikap dan tindakan tegas sebagaian bagian dari penegakan hukum selama lima tahun terbukti telah membuahkan hasil. Jika masih ada individu atau perusahaan yang membandel dipastikan akan ditindak secara tegas.

“Melihat persoalan kebakaran hutan dan lahan atau saya lebih suka menyebutnya kebakaran bentang alam atau landscape fire itu tidak bisa dari jauh, mereka-reka, harus mengetahui betul kondisi lapangan. Mengapa? Karena landscape itu bercirikan waktu dan tempat  yang selalu berubah dan sangat berpengaruh membentuknya, serta interaksi antara time and space  itu dalam bentuk sosio-kultural,” Menteri LHK Siti Nurbaya di Jakarta, Sabtu (14/9) malam.

Menteri LHK menjelaskan terkait kebakaran hutan dan lahan di beberapa daerah, tidak bisa secara linier orang mengatakan dan menuding bahwa kelemahan penanganannya terletak pada law enforcement.

Penegasan tersebut disampaikan Menteri LHK Siti Nurbaya saat merespons dari pandangan dan pendapat yang muncul di ruang publik baik nasional maupun internasional terkait bertambahnya hotspots di sejumlah daerah di wilayah Sumatra dan Kalimantan terutama di  Kalimantan Tengah.

Banyak pendapat hipotesis  yang bersifat common sense dilontarkan ke ruang publik termasuk tudingan bahwa kebakaran hutan dan lahan di wilayah Sumatra disebabkan okupasi ilegal, tindakan korupsi, dan rendahnya law enforcement.  

Justru Menteri LHK menegaskan bahwa law enforcement  telah menjadi bagian penting dalam bangunan konsep penanganan landcsape fire di Indonesia selain dari tata kelola kawasan sebagai pencegahan serta livelihood masyarakat, serta akses bagi masyarakat untuk mendapatkan kesejahteraan.

Selain law enforcement  yang sudah berjalan selama liman tahun terakhir ini, menutut Siti Nurbaya, hal yang terpenting lainnya adalah tata kelola hutan dan lahan termasuk oleh para pemegang izin.

“Ini merupakan aspek penting.  Dicontohkan, misalnya pada izin restorasi ekosistem yang diberikan kepada World Wide Fund for Nature (WWF) sebagai pemegang izin yang ternyata juga mengalani kebakaran berulang di wilayah konsesi izin tersebut," papar Siti Nurbaya. 

Disegel KLHK

Sebelumnya, pada Jumat (13/9), pihak Kementerian LHK telah mengambil sikap tegas dengan melakukan penyegelan terhadap PT Alam Bukit Tigapuluh (PT ABT), konsesi Restorasi Ekosistem (RE) WWF-Indonesia, yang berlokasi di Provinsi Jambi, karena terbukti areal konsesi tersebut mengalami kebakaran hutan dan lahan (karhutla). 

Penyegelan tersebut dilakukan Kementerian LHK disebabkan kegagalan perusahaan Restorasi Ekosistem tersebut dalam menangani kebakaran hutan dan lahan di areal konsesinya tersebut sejak  Agustus 2019.

“Berdasarkan daftar perusahaan yang telah disegel hingga hari ini (4 September 2019) akibat kebakaran hutan dan lahan, PT ABT merupakan salah satu dari 42 konsesi yang telah disegel oleh KLHK,” ungkap Sekretaris Jenderal Kementerian LHK Bambang Hendroyono dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (14/9).

“Karhutla yang terjadi di konsesi PT ABT ini merupakan pengulangan kejadian yang sama pada tahun 2015 lalu, di mana konsesi RE WWF tersebut juga terjadi Karhutla serius,” ujar Bambang.

Sekjen KLHK juga menjelaskan konsesi PT ABT merupakan areal konsesi Restorasi Ekosistem yang di antaranya bertujuan untuk berperan sebagai zona penyangga Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, yang merupakan bagian utama dari Ekosistem Bukit Tigapuluh  seluas seluas 400 ribu hektare yang terbentang dari wilayah Riau dan Jambi.

Luas Taman Nasional Bukit Tiga Puluh hampir sama dengan enam kali  luas wilayah DKI Jakarta dan merupakan salah satu habitat tersisa harimau dan gajah Sumatra yang terancam punah. 

“Hingga data per 14 September 2019, konsesi Restorasi Ekosistem WWF tersebut merupakan satu-satunya konsesi restorasi ekosistem yang disegel oleh KLHK akibat Karhutla,” tegas Bambang. 

Menurut Bambang, Kementerian LHK telah menyegel 28 konsesi sawit, termasuk konsesi-konsesi milik perusahaan-perusahaan Malaysia dan Singapura, serta 14 konsesi kehutanan, termasuk konsesi Restorasi Ekosistem WWF di dalamnya karena kasus kebakaran hutan dan lahan. 

Sekjen Kementeria LHK menjelaskan bahwa dari 42 konsesi yang telah disegel tersebut, mayoritasnya berada di Pulau Kalimantan, yakni sebanyak 34 konsesi. Tercatat 26 konsesi yang disegel di Kalimantan Barat dan delapan konsesi di Kalimantan Tengah.

"Sementara di Pulau Sumatra, terdapat lima konsesi yang disegel di Riau, disusul dua konsesi di Jambi, dan satu konsesi di Sumatra Selatan," tutur Bambang. (OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya