Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
PEMERINTAH Indonesia kembali memulangkan (reekspor) ratusan kontainer limbah kertas dan scrap plastik yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) ke 13 negara tujuan. Amerika Serikat, Jerman, dan Australia/Marshall Island ialah tiga negara yang menjadi tujuan reekspor sampah terbanyak.
“Ada 145 kontainer temuannya sejak Juni 2019,” ungkap Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati kepada Media Indonesia, di Jakarta, kemarin
Merujuk data KLHK, secara keseluruhan ada 415 kontainer sampah dengan 13 negara tujuan reekspor sebagai targetnya. Negara-negara tersebut terdiri dari Prancis 20 kontainer, Hong Kong (11), Belanda (33), Amerika Serikat (98), Australia (22), Jerman (87), Inggris (8), Belgia (17), Slovenia (12), Yunani (2), Australia/Marshall Island (78), Inggris/Marshall Island (22), dan Selandia Baru/Marshall Island (5).
Vivien mengatakan, KLHK saat ini tengah berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk proses pemulangan limbah kertas plastik tersebut.
Sebelumnya, pada 26 Agustus 2019, KLHK bersama Bea Cukai mereekspor 120 kontainer dari 1.398 kontainer limbah kertas dan plastik yang ditemukan di Batam, Banten, Jakarta, dan Jawa Timur.
Upaya pemulangan sampah yang tak diinginkan itu didukung daerah. Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Karawang Wawan Setiawan mengatakan, sejauh ini keberadaan sampah impor hanya memberikan dampak negatif.
“Banyak sampah impor yang justru berserakan di lingkungan masyarakat, sedangkan pengawasan daerah sangat kecil pengaruhnya. Dokumen dan fakta di lapangan berbeda jauh,” tukasnya.
Sulit diawasi
Manajer Kampanye Perkotaan dan Energi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Dwi Sawung mengkritik masih terbukanya celah aturan impor sampah yang dilegalkan lewat Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31/2016 tentang Ketentuan Impor Limbah Nonbahan Berbahaya dan Beracun. Peraturan itu digunakan para importir dan importir produsen untuk meminta permakluman adanya pencemar (impuritas) dalam impor tersebut.
Menurutnya, revisi Permendag itu seharusnya direspons secara cepat oleh Kemendag karena menjadi ukuran keseriusan pemerintah.
”Ditolak saja karena kejadian ini pasti berulang. Sulit mengawasinya kecuali bahan baku plastik jenis polietilena berdensitas tinggi (HDPE) sudah tercacah, baru bisa dijamin tidak terkontaminasi. Kalau masuknya dalam bentuk sampah sulit diawasi,” cetus Sawung, saat dihubungi terpisah.
Langkah tegas menolak sampah impor sudah dilakukan negara tetangga lain, seperti Malaysia dan Filipina. Tak tanggung-tanggung, Malaysia memulangkan 3.000 ton sampah plastik ke 14 negara, pada Mei 2019. Sebelumnya, puluhan pabrik daur ulang muncul tiba-tiba. Masyarakat pun kerap mengeluhkan masalah lingkungan. (CS/H-2)
Pantai Ungkea, yang merupakan salah satu kawasan wisata dan habitat alami di Morowali Utara, menjadi fokus utama pembersihan dari sampah plastik dan berbagai jenis sampah lainnya.
Penggunaan komposter memungkinkan masyarakat mengolah sampah organik menjadi kompos, mengurangi emisi metana, dan memperbaiki kualitas tanah secara lokal.
LEMBAGA Pemantau Penyimpangan Aparatur Daerah (LP2AD) menilai Refuse Derived Fuel (RDF) Rorotan bisa menjadi sebagai standar nasional dalam pengelolaan sampah perkotaan.
Pembersihan sampah kiriman ini tidak hanya dilakukan di Pulau Lancang, tetapi juga di pulau-pulau lainnya setiap harinya.
Pemerintah Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, menggelar pelatihan pengelolaan sampah
Pulau sampah yang sebelumnya menggunung di sebuah behas tambak di kampung itu sudah tidak terlihat lagi dan hanya menyisakan beberapa sisa sampah berserakan .
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved