Headline

Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Manfaatkan Nilai Ekonomi di Balik Sampah

Haufan Hasyim Salengke
23/7/2019 08:30
Manfaatkan Nilai Ekonomi di Balik Sampah
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya (kedua kiri) berbincang dengan Wali Kota Denpasar Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra(ANTARA/Nyoman Hendra Wibowo)

PENCEMARAN lingkungan hidup yang tidak kalah bahayanya, yaitu sampah. Permasalahan sampah di Indonesia semakin nyata dan kompleks di berbagai daerah.

Hasil survei pemantauan sampah laut oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sepanjang 2017-2018 di 18 kabupaten/kota menunjukkan rata-rata timbulan sampah laut sebesar 106,38 gram per meter persegi. Selain itu, KLHK menyampaikan timbulan sampah secara nasional sebesar 175.000 ton per hari atau setara 64 juta ton per tahun jika menggunakan asumsi rata-rata produksi sampah per kapita pada 2016 sebesar 0,7 kilogram.

KLHK menyampaikan penanganan sampah harus melibatkan semua jajaran pemangku kepentingan. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar, menyampaikan tantangan pengelolaan sampah dengan pertambahan penduduk dan perubahan pola konsumsi masyarakat akan berakibat meningkatnya volume dan jenis sampah, selain karakteristik sampah yang semakin beragam.

“Tantangan tersebut harus diha­dapi dengan langkah sistematis dan kerja kolaboratif dalam semangat gotong royong,” tutur Siti Nurbaya melalui keterangan resmi, beberapa waktu lalu. Ia menambahkan, pemerintah  menetapkan target untuk sampah dikelola 100% pada 2025 dengan pengurangan sampah sebesar 30% dan penanganan sampah 70%.

Angka pengurangan sampah sebesar 30% memberikan makna bahwa paradigma pengelolaan sampah memberikan titik tekan pada kebijakan up-stream (hulu) dengan mindset 3R (reduce, reuse, recycle). Ia menjelaskan konsep pemanfaat­an sampah sebagai sumber energi merupakan paradigma baru yang mengatakan sampah bukan barang buangan yang tidak bernilai.

Konsep itu memungkinkan transformasi sampah menjadi energi yang berguna bagi masyarakat luas dan dapat meningkatkan nilai ekonomis sampah.Skema tersebut sudah dilakukan dengan bantuan Pemerintah Kerajaan Denmark melalui environmental support programme phase 3 (ESP3), yakni membangun fasilitas Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) dengan Teknologi Landfill Gas (LFG) di kawasan TPA Jatibarang.

Sampah dapat bernilai ekonomi bila dikelola dengan bijak dan melibatkan semua elemen masyarakat.Dahulu sampah hanya dikumpul, diangkut, lalu dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) yang akhir­nya menumpuk dan berbahaya terhadap lingkungan.

Namun, kini komunitas masyarakat peduli sampah terus tumbuh berkembang di berbagai kota dan mampu memanfaatkan sampah melalui prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) sehingga memperoleh manfaat ekonomi sirkular.

Pola pemikiran tentang sampah pun berubah, bukan lagi yang dikumpulkan, diangkut, lalu dibuang. Sekarang sampah bernilai ekonomis dan mampu menjadi motor penggerak perekonomian masyarakat.

Siti Nurbaya mengatakan, kabupaten dan kota harus memiliki perencanaan dan aksi nyata dalam pengurangan dan penanganan sampah daerah berdasarkan Per­aturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional (Jastranas) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga.

Menurutnya, harus terjadi pengurangan sampah dan penanganan sampah yang baik dalam pengelolaannya di kabupaten dan kota secara terukur.

 

Kota layak huni

Perencanaan dan aksi nyata dalam pengurangan dan penanganan sampah itu diwujudkan melalui kebijakan dan strategi daerah. Dengan demikian, terwujud kota layak huni (liveable cities).

Pemerintah daerah sebagai ujung tombak penanganan sampah seperti dimandatkan UU Nomor 18 Tahun 2008 perlu berinovasi agar menarik minat masyarakat dalam memilah dan menabung sampah di bank sampah. “Melalui beberapa upaya serta inovasi, diharapkan semakin banyak komponen masyarakat yang secara aktif turut menjalankan langkah-langkah pengelolaan sampah,” papar Siti Nurbaya di acara Intergovernmental Meeting Coordinating Body on the Seas of East Asia (Cobsea) di Bali, pada akhir Juni lalu.

Pada kesempatan itu, Menteri Siti mengapresiasi sekaligus memamerkan inovasi layanan daring bank sampah Sistem Informasi Sadar dan Peduli Lingkungan (Sidarling) milik Pemerintah Kota Denpasar, Bali, kepada para delegasi Cobsea. Menurut Siti, Sidarling dapat dikembangkan sebagai instrumen pengelolaan sampah secara nasional.

“Inovasi semacam ini sejalan dengan spirit penanganan sampah laut yang dibawa oleh Presiden Jokowi pada KTT ASEAN di Bangkok.KLHK akan segera mengkaji untuk mempertimbangkan serta mendorong agar sistem seperti ini terus meluas dan menjadi acuan secara nasional,” imbuh Siti.

Penyerapan industri daur ulang sampah saat ini dinilai masih minim.Padahal, daur ulang menjadi tumpuan untuk mengurangi timbulan sampah plastik dengan memprosesnya menjadi barang yang kembali bernilai ekonomi (ekonomi sirkular).

Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Rosa Vivien Ratnawati, mengakui penerapan ekonomi sirkular di Indonesia belum maksimal. KLHK berupaya mengubah hal itu dengan merevisi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Reduce, Reuse, dan Recycle (3R) melalui Bank Sampah.

Salah satu mata rantai penting yang menopang ekonomi sirkular, imbuh Vivien, ialah keberadaan bank sampah.Hingga 2018, KLHK mencatat sekitar 7.500 bank sampah di seluruh Indonesia. Kontribusinya dalam pengurangan sampah nasional baru sekitar 1,7%. Bank sampah diharapkan tumbuh lebih banyak untuk menyuplai industri daur ulang. (S3-25)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya