Headline

Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.

Fokus

Terdapat sejumlah faktor sosiologis yang mendasari aksi tawur.  

Warisan Buruk Karhutla sudah Dikoreksi Besar-besaran

Dhika Kusuma Winata
21/7/2019 08:45
Warisan Buruk Karhutla sudah Dikoreksi Besar-besaran
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya.(ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

PUTUSAN kasasi dengan Nomor Perkara 3555 K/PDT/2018 me­nguatkan vonis Pengadilan Tinggi Palangkaraya bahwa pemerintah bersalah pada kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalimantan, 2015.

Putusan yang diketuk Mahkamah Agung pada 16 Juli lalu itu, menurut Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah, mewajibkan pemerintah segera menanggulangi karhutla yang mengancam jiwa dan harta warga.

Gugatan hukum kepada Presiden, menteri, dan gubernur tersebut berawal dari kejadian karhutla 2015. Saat itu kebakaran menghanguskan sekitar 2,6 juta hektare kawasan.

“Kebakaran waktu itu mengulang kejadian-kejadian besar karhutla yang terjadi hampir selama dua dekade sebelumnya,” ucap Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dalam keterangan tertulis kepada Media Indonesia di Jakarta, kemarin.

Ia bercerita bahkan pada 1997 karhutla dahsyat pernah melahap sekitar 10-11 juta hektare hutan dan lahan. Masyarakat di daerah rawan, seperti Sumatra dan Kaliman­tan, tiap tahun tersiksa karena bencana asap. Indonesia pun sampai disebut pengekspor asap.

Berangkat dari catatan buruk di masa lampau, tutur Siti, Presiden Joko Widodo yang baru dilantik pada Oktober 2014 lantas blusuk­an ke daerah rawan karhutla. Masalah karhutla pun dipetakan dan dicarikan solusinya.

Siti mengakui upaya itu belum bisa mencegah karhutla 2015. Persoalan berlapis warisan era lalu perlu waktu untuk diurai. Berbagai kebijakan dikeluarkan, di antaranya Inpres No 11/2015 tentang Peningkatan Pengen­dalian Karhutla dan pembentukan Badan Restorasi Gambut.

“Paradigma penanganan karhutla sejak itu berubah total. Dulu api sudah besar saja belum tentu pemda bertindak dan pemerintah pusat juga tidak bisa membantu karena harus menunggu status darurat dari pemda. Singkatnya, dulu harus menunggu api besar dulu baru dipadamkan. Sekarang tidak lagi begitu,” jelas Siti.

Hasilnya, sepanjang 2016-2018, Indonesia tidak mengalami status darurat nasional akibat karhutla. Lebih dari 550 kasus dibawa ke pengadilan. “Kasus yang berhasil dimenangkan negara nilainya mencapai Rp18 triliun dan itu nilai terbesar sepanjang sejarah tegaknya hukum lingkungan pascakarhutla 2015,” tegas Siti.

Dengan begitu, pemerintah meng­anggap gugatan yang diajukan atas karhutla 2015 sudah tidak relevan. Pemerintah akan mengajukan pe­ninjauan kembali (PK).

“Langkah PK yang akan dilakukan pemerintah juga merupakan upaya mempertegas kembali pemerintah sudah melakukan banyak perubahan menangani karhutla pasca­kejadian 2015,” ujar Siti. (Dhk/P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya