Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Hobi foto mainan hingga kini masih dianggap sebagai kesenangan yang mahal. Sebagian besar orang berpandangan, untuk menggeluti hobi tersebut, setidaknya harus memiliki kamera, lensa, hingga mainan itu sendiri, yang harganya tidak enteng.
Padahal, kenyataannya tidak seperti itu. Pendiri Toygraphy ID (TGI), komunitas foto mainan pertama di Indonesia, Fachurrozi, menyangkal stigma tersebut. Menurutnya, untuk bisa berkecimpung di foto mainan, seseorang hanya cukup bermodalkan telepon seluler yang hampir dipastikan saat ini sudah dilengkapi kamera.
Kemudian, mainan yang dijadikan sebagai objek foto pun tidak perlu yang bernilai mahal.
"Memang sekarang yang jadi kendala itu stigma di masyarakat. Mereka minder karena nggak punya kamera bagus. Padahal, buat bisa foto mainan itu cukup punya handphone saja. Saya sejak dulu selalu menggaungkan kalau tidak punya kamera, handphone saja sudah cukup," ujar Rozi saat ditemui di Chief Barber and Coffee, Jakarta, Sabtu (13/5).
Baca juga: Galeri Patung Superhero Terbesar di Asia Hadir di Jakarta
Sementara, untuk objek foto, di samping bisa menggunakan mainan yang simpel dan murah, saling pinjam bisa menjadi salah satu solusi lain. Sebagai contoh, ketika berkumpul di sebuah event mainan, para pecinta toy photography bisa saling meminjam koleksi dari teman mereka untuk kemudian diabadikan dalam sebuah gambar.
"Bisa gabung pas gathering. Nanti di situ pinjam punya teman yang lain. Asal habis itu dikembalikan, nggak dibawa pulang," ucapnya seraya tertawa.
"Intinya memang sekarang itu orang sudah takut duluan sebelum memulai. Ini yang mau kita hilangkan."
Baca juga: Itasha, Mobil Anime yang Mengubah Citra
TGI pun memiliki sejumlah program untuk memperkenalkan lebih luas kepada masyarakat bahwa hobi foto mainan tidak perlu mahal. Yang terdekat ialah dengan ikut serta dalam sejumlah acara pop culture seperti toys fair atau Indonesia Comic Con. Di situ, mereka membuka booth atau mengadakan kelas mini untuk menarik minat para pengunjung yang datang.
Kemudian, Rozi juga berencana menyambangi universitas-universitas untuk menjemput bola.
"Kita ada rencana buat masuk ke kampus-kampus. Jadi Toygraphy ID goes to school. itu jadi program kerja ke depan. Rencana terdekat kita mulai di (Sekolah Tinggi Desain) Interstudi dan Universitas Pelita Harapan (UPH). Sejauh ini, di Interstudi kita sudah komunikasi dengan pihak kampus," tutur pria yang fokus mengoleksi mainan Pokemon itu.
Di sana, Rozi akan mencoba menyusupkan foto mainan ke dalam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) fotografi yang memang sudah lebih dulu berdiri sejak lama.
"Di sana kan sudah ada basis komunitas fotografinya, jadi kita tinggal masukin toy fotografinya, sub dari fotografi itu," jelasnya.
Selain itu, untuk program jangka panjang, TGI juga berencana menyelenggarakan pameran foto mainan. Dengan dukungan berbagai brand besar mulai dari action figure, pakaian, sepatu bahkan hingga kendaraan listrik yang sudah dikantongi saat ini, Rozi optimistis rencana tersebut bakal bisa terwujud.
Randy Nurdika, salah satu pegiat hobi foto mainan, mengamini pernyataan yang disampaikan Rozi. Ia mengaku pertama kali memulai aktivitas tersebut, yakni pada 2019, hanya dengan bermodalkan handphone dan mainan tiruan atau yang dikenal dengan sebutan KW.
"Itu modal awalnya cuma handphone dan action figure. Mainan pertama itu Iron Man KW, harganya sekitar Rp200 ribu," tutur Randy.
Ia juga mengaku tidak sungkan membeli mainan bekas untuk dikoleksi dan dijadikan objek foto.
"Karena pas pandemi itu saya kena potongan gaji sampai 50% juga," ia menambahkan.
Objek mainan yang terbatas, menurutnya, bukan alasan untuk tidak bisa menikmati hobi tersebut.
Bahkan, hanya dalam beberapa tahun, ia semakin aktif dan mampu memenangi sejumlah kompetisi foto mainan, termasuk yang diselenggarakan berbagai jenama besar seperti Xiaomi dan Ulanzi. (Z-11)
Hadania meluncurkan dua buku seni, “39 is 0” dan “My Rhapsody in Blue”, serta kartu oracle Sacred Feminine,
GUNTUR Soekarno baru saja menutup pameran fotonya bertajuk Gelegar Foto Nusantara Potret Sejarah dan Kehidupan oleh Guntur Soekarno.
Muzakki Ramdhan menuturkan bahwa dia, sejak berusia enam tahun, sudah tertarik dengan pembuatan film dan sering belajar dari insan-insan senior film saat syuting.
Mengadopsi konsep Trinity Lenses yang populer di kalangan fotografer profesional, Xiaomi 15 Ultra menghadirkan tiga panjang fokus esensial dalam ranah mobile photography
Ponsel itu menghadirkan kemampuan fotografi dan videografi dengan kualitas tinggi di segala situasi, berkat hadirnya lensa optik Leica Summilux.
Melalui konsep hands-on experience, pengunjung dapat mencoba langsung berbagai fitur unggulan.
Kegiatan ini menghadirkan talkshow yang mengupas perspektif medis serta psikologis tentang vitiligo, sekaligus memberikan ruang aman bagi para penyintas untuk saling berbagi cerita.
Dari ketinggian 1.277 mdpl, peserta menikmati cita rasa kopi lokal sembari menyelami upaya pemberdayaan masyarakat yang tumbuh di kaki Gunung Rinjani.
Stuntinghub merupakan platform digital untuk membantu dalam melakukan pencatatan, pemantauan, dan pelaporan pertumbuhan anak secara berkala.
Malam penutupan menampilkan dua film IMAX yang diproduksi di Indonesia: UNDER THE SEA karya Howard Hall (AS, Kanada) dan BORN TO BE WILD karya David Lickley (AS)
Di Bali, dengan kolaborasi antara Padma Resort Ubud dan Padma Resort Legian, acara ini mendedikasikan seluruh penghasilan lebih dari Rp100 juta dan memberikan manfaat bagi 102 siswa SDN 2 Puhu.
Selain atmosfernya yang menarik, Social Garden juga terkenal dengan koktail yang disajikan dengan keahlian.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved