Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Tahun Harapan Tuntaskan Kasus HAM

TRI SUBARKAH
09/1/2021 05:50
Tahun Harapan Tuntaskan Kasus HAM
Mahasiswa dan anggota Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan mengikuti aksi Kamisan ke-589 di depan Istana Merdeka, Jakarta,(ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/pd.)

PRESIDEN Joko Widodo menunjukkan komitmennya dalam penuntasan kasus pelanggaran berat hak asasi manusia (HAM) masa lalu. Ini terlihat saat Presiden berpidato pada peringatan Hari HAM Sedunia, Kamis (10/12/2020). Pemerintah, sebut Jokowi, tidak pernah berhenti untuk menuntaskan masalah HAM masa lalu secara bijak dan bermartabat.

Empat hari berikutnya, Presiden kembali mempertegas komitmennya. Saat membuka Rapat Kerja Nasional Kejagung, Jokowi bahkan tidak segan ‘menyentil’ Kejaksaan Agung untuk melanjutkan penuntasan kasus pelanggaran HAM.

Dengan penegasan komitmen oleh Presiden, ada harapan penanganan kasuskasus pelanggaran berat HAM di masa lalu yang mandek tersebut tahun ini akhirnya bergerak menuju penyelesaian. Kasus-kasus itu antara lain Peristiwa 1965-1966, Talangsari Lampung 1989, Trisakti 1998, Wasior 2001, Wamena 2003, serta Paniai 2014.

Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin lantas menerjemahkan arahan Jokowi dengan membentuk Tim Khusus (Timsus) Penuntasan Dugaan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang Berat. Tim yang terdiri atas 18 orang jaksa itu resmi dilantik pada 30 Desember 2020.

“Keberadaan Timsus HAM dimaksudkan untuk mengumpulkan, menginventarisasi, dan mengidentifi kasi sekaligus memitigasi berbagai permasalahan atau kendala yang menjadi hambatan serta merumuskan rekomendasi penuntasan dugaan pelanggaran HAM yang berat,” ujarnya.

Langkah Jaksa Agung membentuk Timsus HAM mendapat tanggapan positif. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid memberikan dukungan seraya menambahkan dengan syarat timsus itu diniatkan untuk melaksanakan kewajiban Jaksa Agung sebagai penyidik dan penuntut perkara pelanggaran HAM berat.

Menurut Usman, hal tersebut sejalan dengan amanat Undang-Undang No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Dalam Pasal 12, disebutkan bahwa Jaksa Agung sebagai penyidik dan penuntut umum berwenang melakukan penahanan atau penahanan lanjut untuk kepentingan dan penuntutan.

Jaksa Agung pun meyakini kehadiran Timsus HAM mampu mengakselerasi dan membuat terobosan-terobosan hukum sebagai solusi dari permasalahan yang ada. Ini dilakukan agar kasus dugaan pelanggaran berat HAM dapat diselesaikan secara tuntas, bermartabat, diterima berbagai pihak, dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


Niat baik


Peneliti Pusat Studi Hukum HAM Universitas Airlangga Herlambang P Wiratraman menyebut pembentukan Timsus HAM merupakan niat baik institusional Kejagung. Namun, ia menilai niat baik saja tidak cukup untuk menuntaskan kasuskasus pelanggaran HAM.

“Publik, terutama korban pelanggaran berat HAM maupun kasus pelanggaran HAM masa lalu tidak cukup disembuhkan rasa ketidakadilannya dengan niat,” kata Herlambang saat dihubungi.

Ia juga mengatakan problem dasar penuntasan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat ialah kurang kuatnya komitmen politik hukum Presiden.

Pendapat Herlambang didukung Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Fatia Maulidiyanti yang mengatakan solusi paling utama dalam penyelesaian kasuskasus HAM berat masa lalu berada di tangan Presiden. Pihaknya mendorong agar Presiden mengeluarkan keputusan presiden (keppres) sebagai landasan
yuridis bahwa instruksi penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat bukan hanya retorika.

“Dan isi dari keppres itu menghendaki sinergi antara Komnas HAM dan Kejagung serta elemen masyarakat sipil untuk bersama-sama menguraikan benang kusut penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia,” tandasnya.

 

Cabut banding

 

Herlambang dan Fatia sepakat konsekuensi dari komitmen Jaksa Agung dalam penuntasan kasus pelanggaran HAM berat ialah dengan mencabut banding terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menyangkut pernyataan Burhanuddin terkait dengan Tragedi Semanggi I dan II.

Pada Rabu (4/11/2020), majelis hakim PTUN Jakarta yang diketuai Andi Muhammad Ali Rahman mengabulkan gugatan yang dilayangkan orangtua korban Tragedi Semanggi I dan II. Majelis hakim memutus pernyataan Jaksa Agung dalam rapat bersama Komisi III DPR RI pada 16 Januari 2020 terkait dengan peristiwa tersebut merupakan tindakan melawan
hukum.

“Peristiwa Semanggi I dan Semanggi II yang sudah ada hasil Rapat Paripurna DPR RI yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat, seharusnya Komnas HAM tidak menindaklanjuti karena tidak ada alasan untuk dibentuknya pengadilan ad hoc berdasarkan rekomendasi DPR RI kepada Presiden untuk menerbitkan
keppres pembentukan Pengadilan HAM ad hoc sesuai dengan Pasal 43 ayat 2 UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM,” kata Burhanuddin dalam rapat bersama Komisi III DPR.

Tim pengacara negara Kejagung mengajukan banding terhadap putusan PTUN tersebut pada 9 November 2020. Pertentangan itu menunjukkan upaya penuntasan kasus pelanggaran berat HAM masa lalu bakal menghadapi jalan terjal. (P-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya