Headline

Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.

Soal Gaji DPR, Fitra Dorong Perubahan Skema Tunjangan Anggota

M Ilham Ramadhan Avisena
20/8/2025 11:09
Soal Gaji DPR, Fitra Dorong Perubahan Skema Tunjangan Anggota
Sidang Paripurna DPR RI.(Dok.MI)

PEMERINTAH dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) didorong mengubah skema pemberian tunjangan. Sebab, saat ini skema yang ada berpotensi menimbulkan pemborosan anggaran di tengah polemik gaji anggota DPR RI.Hal itu disampaikan Manajer Riset Seknas Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Badiul Hadi.

"Tunjangan seharusnya berbasis kebutuhan nyata dan dilaporkan penggunaannya (misalnya dengan skema reimbursement), bukan lump sum tanpa akuntabilitas," kata Badiul Hadi saat dihubungi, Rabu (20/8).

Skema lump sum (uang yang dibayarkan sekaligus atau keseluruhan dalam satu waktu), lanjut Baidul, tidak sejalan dengan upaya pemerintah mendorong prinsip spending better dalam menggunakan uang negara. Apalagi, kata dia, Bendahara Negara juga kerap kali menyampaikan sistem penganggaran dilakukan berbasis kinerja.

Gaji dan tunjangan para wakil rakyat yang fantastis per bulannya menurut dia menunjukkan kepekaan yang minim terhadap kondisi rakyat yang diwakili. Fasilitas negara juga seharusnya diarahkan untuk memperkuat pelayanan publik, alih-alih memanjakan gaya hidup pejabat publik. 

"Sebaiknya rencana ini dibatalkan, sebagai bentuk keperpihakan pada masyarakat khususnya masyarakat miskin. Ini bisa dialihkan anggarannya utuk peningkatan layanan dasar pendidikan, kesehatan. Termasuk janji 3 juta rumah untuk warga miskin yang belum jelas realisasinya, jauh lebih bijak," terang Badiul.

Dari hitungannya, dengan asumsi anggota DPR sebanyak 580 orang dan setiao orang mendapatkan tunjangan pengganti fasilitas rumah sebesar Rp50 juta, maka dalam setahun uang rakyat yang diberikan kepada anggota DPR mencapai Rp348 miliar. Dalam lima tahun, atau satu periode jabatan, maka uang negara yang dikucurkan sebesar Rp1,74 triliun. 

Sementara, kata Badiul, Sekretaris Jenderal DPR di beberapa kesempatan menyebutkan biaya perawatan rumah jabatan anggota (RJA) berkisar Rp25 juta per unit per tahun. Dus totalnya berkisar Rp12,5 miliar hingga Rp14,25 miliar per tahun jika jumlah anggota DPR sebanyak 580 orang. Dalam lima tahun, maka dana yang dibutuhkan sekitar Rp62 miliar hingga Rp71 miliar.

"Perbandingan, tunjangan perumahan ini 24–28 kali lebih mahal daripada perawatan rutin RJA. Agar seimbang, rehab RJA harus mencapai kurang Rp1,67 triliun, padahal DPR hanya klaim ratusan miliar tanpa detail," terang Badiul.

Nilai gaji dan tunjangan yang besar itu juga dinilai tak sejalan dengan agenda efisiensi yang digaungkan pemerintah. "Pemerintah saat ini sedang getol mendorong efisiensi anggaran, bahkan menekan belanja publik di banyak sektor. Ironisnya, DPR justru menambah fasilitasnya sendiri. Ini memberi sinyal kontradiktif, rakyat diminta berhemat, sementara elite memperluas privilege," tambah Badiul.

"Perekonomian masyarakat menengah ke bawah masih lemah. Banyak keluarga kesulitan membeli kebutuhan pokok, membayar kontrakan, bahkan harus berhemat di tengah inflasi. Di sisi lain, wakil rakyat justru mendapat fasilitas setara kontrakan mewah yg seluruhnya dibiayai APBN. Ini berpotensi memperlebar kesenjangan sosial maupun kepercayaan politik," lanjutnya. (H-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indriyani Astuti
Berita Lainnya