Headline

Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.

Soal Gaji Fantastis Anggota DPR, Ray: Seperti Kehilangan Empati

M Ilham Ramadhan Avisena
20/8/2025 11:07
Soal Gaji Fantastis Anggota DPR, Ray: Seperti Kehilangan Empati
Gedung DPR RI(MI)

JUMLAH gaji dan tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang tembus hingga Rp100 juta dianggap tak manusiawi. Apalagi nilai fantastis itu diberikan di tengah tekanan ekonomi masyarakat kelas menengah bawah dan saat pemerintah tengah menggaungkan efisiensi anggaran.

Pengamat Politik Ray Rangkuti menilai jumlah uang yang dikantongi anggota parlemen setiap bulan itu seolah menyepelekan kesusahan sebagian besar masyarakat Indonesia. Saat ini, masyarakat mulai kesulitan untuk mendapatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. 

Hal itu kian menjauhkan jarak emosional dan kesejahteraan antara rakyat dan wakil mereka di legislatif. "Kala sebagian besar warga kita sedang tertatih-tatih mendapatkan penghasilan kebutuhan sehari-hari, wakil mereka malah sibuk menghitung tambahan gaji yang terus membengkak," kata Ray saat dihubungi, Rabu (20/8). 

"DPR seperti kehilangan empati terhadap kesulitan rakyat, menghadapi kesulitan ekonomi. Penaikan ini juga seperti meledek kesulitan rakyat sehingga sempat menaikan tagar Indonesia gelap. Penaikan ini seolah mengiyakan pernyataan seorang pejabat 'lo (rakyat) aja kali yang gelap'," tambah Ray.

Penaikan tunjangan para wakil rakyat itu juga dinilai mempertegas sikap dan manajemen politik pemerintah di bawah komando Presiden Prabowo Subianto. Ray menganggap pemerintah saat ini cenderung mendahulukan menyejahterakan pejabat lalu menomorduakan kesejehtaraan rakyat. 

Rakyat, lanjutnya, dikenai beragam pungutan pajak dengan tarif tinggi, sementara para pebajabat justru diguyur dengan gaji dan bonus yang cukup besar. "Rakyat boleh menderita, pejabat harus tetap sejahtera," ujar Ray.

Jumlah gaji dan tunjangan yang fantastis bagi anggota parlemen juga dianggap sebagai strategi untuk memanjakan para wakil rakyat. Pun sekaligus sebagai hadiah lantaran parlemen lebih banyak mengunci mulut atas kebijakan-kebijakan pemerintah. 

Dengan terus menaburkan bonus dan penaikan gaji, pemerintah dapat memperpanjang hibernasi DPR yang tidak melek atas situasi saat ini. "Di zaman Orba, situasi ini sering diistilahkan DPR 5 D: datang, duduk, dengar, diam dan duit. Perlu kita ingat, kenaikan di pusat, biasanya akan diikuti oleh legislatif daerah," terang Ray. 

Padahal, lanjut Ray, guyuran gaji dan bonus ini bertentangan dengan program pemerintah untuk efisiensi anggaran. Banyak rencana program pemajuan daerah dipangkas karena efisiensi anggaran. 

"Dana transfer daerah, misalnya, dipangkas tanpa ampun yang mengakibatkan daerah-daerah menaikan pajak rakyat demi mengongkosi program pembangunan daerah dari para kepala daerah. Akibatnya, demonstrasi masyarakat mulai terjadi. Seperti yang terjadi di Pati," pungkasnya.(M-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya