Headline
Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.
Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.
JUMLAH gaji dan tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang tembus hingga Rp100 juta dianggap tak manusiawi. Apalagi nilai fantastis itu diberikan di tengah tekanan ekonomi masyarakat kelas menengah bawah dan saat pemerintah tengah menggaungkan efisiensi anggaran.
Pengamat Politik Ray Rangkuti menilai jumlah uang yang dikantongi anggota parlemen setiap bulan itu seolah menyepelekan kesusahan sebagian besar masyarakat Indonesia. Saat ini, masyarakat mulai kesulitan untuk mendapatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Hal itu kian menjauhkan jarak emosional dan kesejahteraan antara rakyat dan wakil mereka di legislatif. "Kala sebagian besar warga kita sedang tertatih-tatih mendapatkan penghasilan kebutuhan sehari-hari, wakil mereka malah sibuk menghitung tambahan gaji yang terus membengkak," kata Ray saat dihubungi, Rabu (20/8).
"DPR seperti kehilangan empati terhadap kesulitan rakyat, menghadapi kesulitan ekonomi. Penaikan ini juga seperti meledek kesulitan rakyat sehingga sempat menaikan tagar Indonesia gelap. Penaikan ini seolah mengiyakan pernyataan seorang pejabat 'lo (rakyat) aja kali yang gelap'," tambah Ray.
Penaikan tunjangan para wakil rakyat itu juga dinilai mempertegas sikap dan manajemen politik pemerintah di bawah komando Presiden Prabowo Subianto. Ray menganggap pemerintah saat ini cenderung mendahulukan menyejahterakan pejabat lalu menomorduakan kesejehtaraan rakyat.
Rakyat, lanjutnya, dikenai beragam pungutan pajak dengan tarif tinggi, sementara para pebajabat justru diguyur dengan gaji dan bonus yang cukup besar. "Rakyat boleh menderita, pejabat harus tetap sejahtera," ujar Ray.
Jumlah gaji dan tunjangan yang fantastis bagi anggota parlemen juga dianggap sebagai strategi untuk memanjakan para wakil rakyat. Pun sekaligus sebagai hadiah lantaran parlemen lebih banyak mengunci mulut atas kebijakan-kebijakan pemerintah.
Dengan terus menaburkan bonus dan penaikan gaji, pemerintah dapat memperpanjang hibernasi DPR yang tidak melek atas situasi saat ini. "Di zaman Orba, situasi ini sering diistilahkan DPR 5 D: datang, duduk, dengar, diam dan duit. Perlu kita ingat, kenaikan di pusat, biasanya akan diikuti oleh legislatif daerah," terang Ray.
Padahal, lanjut Ray, guyuran gaji dan bonus ini bertentangan dengan program pemerintah untuk efisiensi anggaran. Banyak rencana program pemajuan daerah dipangkas karena efisiensi anggaran.
"Dana transfer daerah, misalnya, dipangkas tanpa ampun yang mengakibatkan daerah-daerah menaikan pajak rakyat demi mengongkosi program pembangunan daerah dari para kepala daerah. Akibatnya, demonstrasi masyarakat mulai terjadi. Seperti yang terjadi di Pati," pungkasnya.(M-2)
pemerintah dan DPR didorong mengubah skema pemberian tunjangan. Sebab, saat ini skema yang ada berpotensi menimbulkan pemborosan anggaran di tengah polemik gaji anggota DPR
Adies klaim para anggota dewan memaklumi belum adanya kenaikan gaji pokok. Apalagi, saat ini pemerintah tengah menerapkan efisiensi anggaran.
Wakil Ketua DPR Adies Kadir mengatakan tunjangan anggota DPR yang mengalami penaikan sebagi bentuk kepedulian Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani.
Tunjangan beras bagi anggota DPR naik menjadi sekitar Rp12 juta dari sebelumnya Rp10 juta.
Terkait tunjangan rumah dinas, kebijakan itu telah diterima untuk anggota DPR RI periode 2024–2029 karena mereka tak lagi mendapatkan fasilitas rumah jabatan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved