Headline
Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.
TUNJANGAN rumah Rp50 juta per bulan untuk anggota DPR memicu sorotan publik. Wakil Ketua DPR Adies Kadir buru-buru meluruskan bahwa gaji pokok anggota DPR tidak naik, tetap sekitar Rp6,5-7 juta per bulan.
Namun pernyataan itu tidak serta-merta menenangkan publik.
Pasalnya, ia juga mengakui ada penyesuaian tunjangan, termasuk tunjangan beras, dan yang paling kontroversial, anggota DPR kini menerima tunjangan perumahan sebesar Rp50 juta per bulan menggantikan rumah jabatan.
Jika dihitung bersama tunjangan lain, total take home pay wakil rakyat bisa mencapai lebih dari Rp100 juta per bulan
Ironisnya, kebijakan ini muncul di tengah kondisi ekonomi yang masih goyah. Inflasi pangan, harga kebutuhan pokok yang melonjak, dan daya beli rakyat yang melemah, membuat angka Rp50 juta untuk “sekadar” sewa rumah tampak seperti jurang lebar antara elit politik dan rakyat kecil.
Dengan Rp50 juta per bulan, anggota DPR bisa dengan mudah mengakses apartemen premium di Senayan, kawasan yang hanya sepelemparan batu dari kompleks parlemen.
Artinya, hanya dengan tunjangan rumah, wakil rakyat bisa menempati apartemen dengan fasilitas bintang lima, seperti kolam renang, gym, hingga layanan keamanan 24 jam. Sementara sebagian besar rakyat masih berjuang membayar kontrakan kecil di pinggiran kota.
Lebih mencolok lagi jika bicara rumah mewah. Rp50 juta per bulan sudah cukup untuk menyewa hunian prestisius di kawasan elite:
Tunjangan rumah Rp50 juta memang tidak cukup untuk mansion Rp95 juta per bulan, tapi jelas cukup untuk townhouse elite dengan fasilitas lengkap. Lagi-lagi, ini memperlihatkan gap mencolok dengan rakyat yang tinggal di rumah petak atau kos sederhana.
Dengan tunjangan rumah saja, seorang anggota DPR bisa membayar kontrakan lebih dari 15 keluarga pekerja selama sebulan. Ini menimbulkan pertanyaan serius: apakah kebijakan tunjangan perumahan ini masih mencerminkan semangat “wakil rakyat”?
Keputusan memberikan tunjangan rumah Rp50 juta per bulan kepada anggota DPR menunjukkan betapa jauh jurang antara kehidupan wakil rakyat dan rakyat yang diwakilinya.
Ya, benar gaji pokok DPR tidak naik, tapi tunjangan yang membengkak hingga total hampir Rp70 juta per bulan adalah pesan yang salah di tengah kondisi ekonomi yang sulit. Saat rakyat masih menjerit dengan kenaikan harga kebutuhan pokok, wakilnya justru menikmati privilege tinggal di apartemen mewah Senayan atau townhouse elite.
Bukannya menjadi contoh efisiensi anggaran, tunjangan perumahan Rp50 juta justru memperkuat citra DPR sebagai lembaga yang terlalu nyaman di atas penderitaan rakyat. (Z-10)
Sumber:
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved