Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
PRO dan kontra seputar penetapan tarif 19% oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terus bergulir. Dari sisi Pemerintah, ini bisa dipandang sebagai sebuah keberhasilan diplomasi. Tetapi di balik itu timbul pertanyaan besar, apakah kesepakatan ini benar-benar menguntungkan, atau justru mengikat Indonesia dalam posisi tawar yang timpang.
Dalam pandangan pemerhati hubungan internasional dan investasi, Zenzia Sianica Ihza, pemerintah tetap perlu mengambil sikap lebih strategis. Walaupun kesepakatan ini tampak seperti kemenangan, tetapi kata Zenzia, Indonesia semestinya bisa mendapatkan lebih.
“Dengan nilai komitmen yang mencapai ratusan triliun rupiah untuk pembelian produk dan energi AS, hanya mendapatkan tarif 19% itu bukan posisi tawar yang seimbang. Masih ada ruang negosiasi lagi,” ujar Zenzia di Jakarta, Kamis (24/7).
Dia menegaskan lagi, di balik tarif 19% itu, Indonesia juga menyepakati pembebasan tarif untuk seluruh produk AS yang masuk ke pasar domestik. Dari pesawat Boeing hingga kedelai. "Amerika dapat pasar, kita dapat potongan tarif yang masih dua digit," kata Zenzia.
Zenzia memahami jika muncul optimisme di lingkar pemerintahan. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman misalnya, menyebut kesepakatan ini sebagai pintu masuk untuk ekspansi ekspor, terutama komoditas unggulan seperti crude palm oil (CPO). Apalagi jika impor dari AS hanya akan difokuskan pada komoditas yang tidak bisa dipenuhi dalam negeri, seperti gandum atau jagung.
“Saya setuju dengan argumentasi Pak Mentan. Tarif kita ke AS sekarang lebih kecil dibanding Malaysia, ini bisa membuat CPO kita jadi lebih kompetitif. Apalagi jika impor dari AS hanya akan difokuskan pada komoditas yang tidak bisa dipenuhi dalam negeri, seperti gandum atau jagung. Jadi sepanjang tidak mengganggu ketahanan pangan, saya kira tidak masalah,” jelasnya.
Memang lanjut Zenzia, penurunan tarif itu jika dikelola denga baik akan punya dampak positif terhadap iklim investasi. Ia menyebutkan ada sedikitnya 10 sektor yang akan terdorong, mulai dari tekstil, alas kaki, furnitur, elektronik, hingga karet dan minyak sawit.
“Dibanding negara negara ASEAN lainnya, tarif 19% itu membuat kita lebih kompetitif. Kita terkecil dibanding Vietnam dan Filipina yang masih dikenakan tarif 20%, Malaysia 25%, dan Thailand hingga 36%,” ulasnya.
Zenzia juga sepakat jika kesepakatan Presiden Prabowo dan Donald Trump diklaim sebagai strategi besar Indonesia dalam menancapkan kuku di pasar global. Bahkan, menyitir simulasi Dewan Ekonomi Nasional (DEN), dia menyebutkan, PDB Indonesia berpotensi naik 0,5%, investasi melonjak 1,6%, dan kesejahteraan masyarakat membaik 0,6%.
Angka-angka tersebut terdengar menjanjikan, tapi tidak otomatis menenangkan semua pihak. Soalnya, kata Zenzia, pembebasan tarif untuk produk asal AS berisiko menciptakan gelombang barang murah yang bisa menekan pelaku usaha dalam negeri. “Kita sedang bermain di lapangan yang tidak seimbang. Kalau tak hati-hati, pasar kita akan dikuasai produk luar,” ujarnya.
Sejumlah lembaga riset juga melihat hal serupa. Ada dua ancaman yang mungkin timbul dari tarif 0% untuk produk AS. Pertama, dari sisi pendapatan negara dan selanjutnya seputar ketahanan industri nasional.
“Logika sederhananya, tarif 0% itu membuat bea masuk hilang dan penerimaan negara pasti tergerus. Di sisi lainnya, industri kita bisa tersungkur oleh serbuan barang impor, terutama sektor elektronik dan teknologi,” katanya.
Lebih jauh lagi, kata Zenzia, banyak pihak yang menyebut kemungkinan munculnya deindustrialisasi dini, sebuah gejala yang sangat berbahaya bagi negara berkembang seperti Indonesia.
“Ekonomi kita tidak bisa terlalu tergantung dengan konsumsi. Kita harus tumbuh, terurama dari sisi industri. Jika tidak ekonomi tergantung konsumsi barang impor, maka struktur ekonomi kita malah akan melemah,” tegasnya.
Sekadar mengingatkan, berdasarkan dokumen yang dirilis Gedung Putih dan dibenarkan oleh pemerintah Indonesia, komitmen yang disepakati antara lain: pembelian energi dari AS senilai 15 miliar dolar AS (sekitar Rp244 triliun), produk pertanian sebesar 4,5 miliar dolar AS (sekitar Rp73 triliun), serta pembelian 50 pesawat Boeing—mayoritas seri 777 yang dikenal sebagai produk unggulan industri penerbangan AS.
Presiden Trump menyebut Indonesia sebagai mitra dagang penting, tetapi juga menekankan bahwa kesepakatan ini harus “win-win”—yang dalam konteks Trump, sering kali berarti lebih “win” untuk Amerika.
Sikap Trump ini menurut Zenzia, jika tak dicemati secara hati-hati bisa mematikan sektor-sektor lokal. “Produk pertanian AS seperti daging, kedelai, dan jagung bisa masuk tanpa tarif. Petani lokal pasti kesulitan bersaing,” katanya.
Untuk itu, selayaknya kesepakatan itu dibarengi dengan klausul yang melindungi industri nasional dari efek banjir barang impor. “Ketika barang impor jadi lebih murah, produsen dalam negeri akan kehilangan pasar. Ujungnya bisa PHK massal dan penurunan daya beli,” jelasnya.
Karena itu, Zenzia mengapresiasi sikap pemerintah lewat Wakil Menteri Sekretaris Negara, Juri Ardiantoro yang menyebut, pemerintah tidak menutup telinga terhadap kritik. Namun hingga saat ini belum ada sinyal rtah esmi bahwa pemerintah akan melakukan renegosiasi, meskipun implementasi kebijakan baru ini akan berlaku 1 Agustus 2025.
Zenzia menegaskan masih ada waktu untuk memperbaiki. “Kita bisa tetap menjaga hubungan baik dengan AS, tanpa harus kehilangan posisi tawar. Jika kita terlalu cepat mengalah, bukan tidak mungkin kesepakatan ini malah menjadi preseden buruk dalam hubungan dagang ke depan,” pungkasnya. (Cah/P-3)
Namun, jumlah masyarakat Indonesia yang memiliki proteksi masih sedikit apabila dibandingkan dengan berbagai negara lain.
PENERAPAN tarif timbal balik atau resiprokal yang dilakukan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump bisa menjadi peluang emas bagi Indonesia.
Meskipun kondisi pasar properti masih cenderung melambat menjelang akhir tahun, optimisme pengembang untuk melanjutkan ekspansi bisnis di sejumlah wilayah tetap membara.
PT Summarecon Agung Tbk menargetkan peningkatan omzet sebesar 10% pada gelaran Summarecon Expo 2024 yang berlangsung di Gafoy.
Dukungan Tiongkok terhadap transisi energi di Indonesia dapat berupa kolaborasi teknologi dan manufaktur serta investasi.
Seekor harimau sumatra (Panthera tigris sumatrae) berhasil ditangkap oleh Tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatra Barat (Sumbar) pada Kamis (14/11) pagi.
PDIP merupakan partai yang paling merasakan kekuatan dan tekanan dari kekuasaan bisa rebound dengan mendapat simpati dan dukungan puluhan juta suara pendukung Anies
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved