Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang digagas oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dipandang sebagai alat tekanan terhadap negara-negara produsen tembakau.
Untuk itu, menurut Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Prof. Hikmahanto Juwana, keputusan Indonesia untuk tidak meratifikasi FCTC sebagai bentuk perlindungan terhadap kedaulatan nasional.
“Lalu apa yang mereka akan lakukan? Ini tangan-tangan dari luar yang ingin mengganggu kedaulatan kita. Mereka mencoba melakukannya untuk meminta Indonesia tidak meratifikasi, tapi mengadopsi,” ungkapnya dilansir dari keterangan resmi, Selasa (27/5).
Menurutnya, terdapat upaya sistematis untuk menyisipkan ketentuan-ketentuan FCTC ke dalam regulasi nasional, meskipun Indonesia secara resmi menolak perjanjian tersebut. Ia menyebut hal ini sebagai bentuk penjajahan model baru, di mana intervensi dilakukan bukan melalui kekuatan militer, melainkan melalui instrumen hukum internasional.
“Sekarang dia tidak menggunakan asas konkordansi yang dibenarkan melalui alat kolonialisme, tetapi sekarang itu disebut sebagai penjajahan model baru menggunakan perjanjian internasional untuk melakukan intervensi terhadap kedaulatan suatu negara,” tambahnya.
Prof. Hikmahanto juga menyoroti bahwa tekanan untuk mengadopsi prinsip-prinsip FCTC muncul dalam berbagai bentuk, termasuk dalam penyusunan kebijakan domestik seperti rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek (plain packaging) yang saat ini tengah diwacanakan dalam regulasi turunan PP 28/2024.
Sebagai pembanding, ia mengangkat sikap tegas Amerika Serikat dalam menghadapi perjanjian internasional. Meski aktif dalam perumusan berbagai konvensi global, Amerika Serikat dikenal selektif dan tidak segan menolak perjanjian yang dianggap bertentangan dengan kepentingan nasionalnya.
“Nah, jadi kita pun harus seperti Amerika Serikat yang tahu betul apa arti dari suatu kedaulatan. Kalau misalnya kepentingan nasional kita terganggu dengan perjanjian-perjanjian yang dibuat secara internasional, kita akan mengatakan kita tidak akan ikut dalam perjanjian tersebut,” pungkasnya. (H-2)
Seruan moratorium atau menghentikan sementara kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) selama tiga tahun ke depan semakin menguat.
Penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang mengatur aspek strategis Industri Hasil Tembakau (IHT) menuai penolakan keras dari kalangan pekerja.
Desakan untuk membatalkan pasal-pasal tembakau dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pengamanan Zat Adiktif semakin menguat.
Pemerintah kembali menuai kritik tajam atas implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024.
Penolakan terhadap pasal-pasal tembakau dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 terus menguat.
Fasilitas ini menjadi pabrik produk tembakau bebas asap pertama milik PMI di Asia Tenggara dan yang ketujuh di dunia.
Pembatasan yang diatur dalam PP 28/2024 dapat menurunkan penjualan dan memicu gelombang PHK.
Kebijakan fiskal yang terlalu agresif, khususnya dalam bentuk kenaikan cukai, telah berdampak langsung pada kinerja industri padat karya dan ancaman PHK.
APTI menuding Kemenkes justru lebih memilih mengakomodasi aspirasi LSM ketimbang mendengarkan masukan para pemangku kepentingan di sektor industri hasil tembakau (IHT).
Kementerian Pertanian yang bersinggungan langsung dengan para petani tembakau mengaku terganggu dengan langkah Kementerian Kesehatan dalam merancang Permenkes.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved