Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Keuangan Berkelanjutan Wajib Bersifat Inklusif

M Ilham Ramadhan Avisena
18/2/2025 15:47
Keuangan Berkelanjutan Wajib Bersifat Inklusif
Ilustrasi(Antara)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru saja meluncurkan Taksonomi Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI) Versi 2 pada 11 Februari 2025. Langkah itu bertujuan untuk mendukung komitmen Indonesia dalam mencapai emisi nol bersih (net zero emission) dan tujuan pembangunan berkelanjutan.

Sama halnya dengan versi 1, TKBI Versi 2 adalah hasil kerja sama antara berbagai kementerian dan lembaga, serta pihak-pihak terkait lainnya. Sebagai living document, taksonomi ini diharapkan dapat berkembang sesuai dengan perkembangan yang ada dan terus mendorong alokasi modal dan pembiayaan berkelanjutan dalam mendukung pencapaian komitmen NZE Indonesia. Kerangka dari TKBI ini berlandaskan pada perkembangan dari taksonomi pada tataran internasional dan kawasan, seperti EU Taksonomi dan juga ATSF, yang telah menerbitkan versi ketiga nya pada tanggal 27 Maret 2024 lalu.

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar sebelumnya menjelaskan, TKBI merupakan pengembangan dari versi 1 yang telah diluncurkan pada Februari 2024, dimana memuat terkait sektor energi dari lima fokus sektor NDC Indonesia. 

“Versi kedua mencakup sektor konstruksi dan real estate, transportasi dan pergudangan, serta sebagian sektor pertanian, kehutanan, dan penggunaan lahan lainnya,” ungkap Mahendra beberapa waktu lalu.

Mengutip siaran pers dari OJK (11/2), OJK menjelaskan bahwa TKBI versi 2 menjadi salah satu program prioritas OJK untuk terus konsisten mendukung pencapaian komitmen net zero emission Indonesia dengan meningkatkan peran sektor jasa keuangan dalam inisiatif keuangan berkelanjutan.  

Di kesempatan terpisah, penasihat keuangan berkelanjutan, Yuliana Sudjonno, yang juga adalah Partner & Sustainability Leader PwC Indonesia dan anggota Dewan Standar Keberlanjutan Ikatan Akuntan Indonesia (DSK IAI), menyambut baik terbitnya TKBI Versi 2.  

“Ini menunjukkan aksi nyata dan keseriusan OJK untuk terus mengembangkan arahan yang dapat meminimalisir multitafsir dan juga pratik greenwashing dalam implementasi aktivitas ekonomi berkelanjutan,” kata Yuliana.  

Ia menjelaskan lebih lanjut bahwa keberlanjutan membutuhkan upaya dari semua pihak, tidak terbatas pada sektor tertentu atau perusahaan besar saja. Melalui TKBI versi 2, semakin banyak sektor yang dapat melakukan penilaian sendiri (self assessment) terkait dengan kesesuaian aktivitas ekonomi mereka dengan klasifikasi berdasarkan taksonomi yang ada, serta mendukung pelaku usaha dalam menerima pembiayaan berkelanjutan. 

“TKBI Versi 2 ini, saya lihat telah dirancang dengan inklusif sehingga dapat digunakan sebagai landasan dalam melakukan penilaian atas aktivitas ekonomi tidak hanya untuk korporasi dan umkm, namun juga untuk keperluan konsumtif,” jelas Yuliana.  

Ia menjelaskan salah satu aspek utama dalam TKBI Versi 2 yang juga telah ada di TKBI versi sebelumnya, yakni penerapan pendekatan multi-level dalam penilaian aktivitas ekonomi, yang bertujuan untuk memastikan pemenuhan standar ilmiah yang jelas sebelum perusahaan dapat mengklaim produknya ramah lingkungan. 

“Baik TKBI Versi 1 dan Versi 2 telah memiliki kombinasi standar teknis Technical Screening Criteria (TSC) dan Sector-agnostic Decision Tree (SDT)," terang Yuliana. 

Melalui keduanya, lanjut dia, setiap aktivitas harus memenuhi standar teknis tertentu sebelum dapat dikategorikan sebagai berkelanjutan. Di TKBI Versi 2 penerapan kriteria ini diperluas ke sektor-sektor selain energi, antara lain konstruksi dan real estate, transportasi & penyimpanan, serta Pertanian, Kehutanan, dan Penggunaan Lahan Lainnya (AFOLU). 

Adapun TKBI Versi 2 memperluas cakupan sektor industri utama yang berkontribusi signifikan terhadap keberlanjutan dan transisi ekonomi hijau. Sektor Energi mencakup pengembangan energi terbarukan, percepatan penghentian PLTU, serta teknologi Carbon Capture and Storage (CCS). (E-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Andhika
Berita Lainnya