Headline
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
KEBIJAKAN pemangkasan anggaran yang dilakukan pemerintah akan berdampak bagi perencanaan dan kelanjutan proyek infrastruktur di seluruh Indonesia. Untuk mengatasinya, pemerintah perlu memberikan insentif tambahan kepada swasta agar pembangunan infrastruktur tetap berjalan.
Pakar kebijakan publik UGM, Agustinus Subarsono, mengatakan adanya skema Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) menjadikan proyek-proyek infrastruktur bisa berjalan. Dana proyek bukan saja ditopang oleh dana pemerintah, tetapi juga oleh dana Badan Usaha seperti dari BUMN, BUMD, atau badan usaha Swasta.
“Adanya proyek-proyek yang sedang berjalan dan perubahan kebijakan pemerintah terkait efisiensi anggaran, maka yang bisa ditempuh agar proyek tetap jalan adalah menata ulang skema kerjasama, mendefinisikan ulang hak dan kewajiban masing-masing pihak,” kata Subarsono dalam siaran pers, Kamis (13/2).
Pernyataan tersebut menanggapi pemangkasan anggaran sebesar Rp81,38 triliun di Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dari anggaran awal mencapai Rp110,95 triliun. Pemotongan anggaran ini ditengarai akan berdampak pada kelanjutan proyek pembangunan jalan, perbaikan jalan yang rusak, jalan tol, proyek waduk, dan bendungan untuk keperluan irigasi.
Skema Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) memang sudah ada sesuai Peraturan Presiden No 38 Tahun 2015 dalam hal pembangunan infrastruktur. Namun, penataan ulang skema kerja sama diperlukan, terkait hak dan kewajiban antara pemerintah dan swasta akibat menurunnya setoran modal dari pemerintah.
Menurut Subarsono, dampak kebijakan pemangkasan anggaran di Kementerian PU ini menjadikan setoran modal dari pemerintah dalam skema KPBU menjadi berkurang.
KPBU merupakan salah satu sarana untuk memobilisasi dana dari badan usaha atau sektor swasta. Di samping itu, dengan model KPBU akan mengurangi peran negara di sektor pembangunan infrastruktur.
Subarsono menyebutkan, berdasarkan pengalaman di negara-negara Eropa Barat, public private partnership (PPP) dapat mempercepat pembangunan karena pemerintah bisa mengalokasikan dana yang terbatas untuk melaksanakan pembangunan dengan ditopang oleh modal sektor swasta.
Pembangunan di beberapa sektor dapat berjalan ketika ada dukungan dana dari sektor swasta di tengah keterbatasan modal pemerintah. “Cara ini saya pikir lebih baik, daripada proyek berhenti. Dengan dukungan dana semakin besar karena topangan dana dari badan usaha, maka kualitas infrastruktur juga akan lebih baik dibandingkan jika dibangun hanya dengan dana dari pemerintah yang terbatas,” katanya.
Oleh sebab itu, pihak swasta perlu diberikan insentif tambahan. “Saya kira pihak swasta perlu diberi insentif tambahan, misalnya durasi mengelola proyek ditambah sekian tahun, karena sektor swasta perlu menambah modal,” ujarnya.
Kelanjutan adanya sinergi antara pemerintah dan swasta menurut Subarsono sangat diperlukan untuk pembangunan infrastruktur apalagi kebutuhan infrastruktur semakin banyak seiring dengan bertambahnya jumlah dan kebutuhan penduduk.
“Adanya keterbatasan anggaran pemerintah, mobilisasi dana dari swasta adalah salah satu strategi untuk percepatan pembangunan infrastruktur,” paparnya.
Namun, yang tidak kalah penting, imbuhnya, tuntutan akan kualitas infrastruktur ke depan juga semakin tinggi seiring dengan semakin tingginya pendidikan masyarakat Indonesia.
“Kita perlu mengakui bahwa pada umumnya sektor swasta lebih maju (advanced) dalam teknologi dan manajemen daripada sektor publik, sehingga bermitra dengan sektor swasta juga akan memberikan sharing pembelajaran bersama terutama bagi pemerintah,” terang dia. (AT/J-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved