Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Harga Mobil Didorong untuk Jadi Lebih Terjangkau

M Ilham Ramadhan Avisena
14/1/2025 19:08
Harga Mobil Didorong untuk Jadi Lebih Terjangkau
Mobil listrik Aletra L8 EV yang dipamerkan pada pameran otomotif Gaikindo Jakarta Auto Week 2024.(MI/Ramdani)

Pelaku usaha di sektor otomotif diminta untuk tidak terlalu mematok harga jual, utamanya mobil yang terlalu tinggi. Pasalnya, harga yang terjangkau pada akhirnya juga akan mendorong peningkatan penjualan kendaraan di dalam negeri.

Hal itu disampaikan Ekonom Senior Raden Pardede terkait dengan kinerja penjualan mobil yang melambat dalam beberapa waktu terakhir. Pada 2024, penjualan mobil tercatat hanya menembus 865 ribu unit, jauh di bawah target penjualan awal dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) di angka 1 juta unit.

“Jadi kalau boleh saran, jangan pula pengusaha di situasi saat ini mengambil margin terlalu banyak juga, dua-duanya jadi keseimbangan, ini perlu dijaga," kata Raden dalam taklimat media bertajuk Prospek Industri Otomotif 2025 dan Peluang Insentif dari Pemerintah, Jakarta, Selasa (14/1).

Dia menambahkan, untuk membantu industri otomotif tetap bertahan, pemerintah telah memberikan berbagai insentif guna mendorong penjualan. Namun, pendekatan ini dinilai hanya memberikan dampak sementara.

“Insentif ini memiliki efek jangka pendek, hanya berdampak sampai masa pemberlakuannya selesai. Hal yang lebih penting adalah bagaimana mengatasi penurunan daya beli masyarakat,” tuturnya.

Selain insentif, kata Raden, ada beberapa poin krusial disampaikan terkait keberlanjutan industri otomotif nasional. Peralihan dari kendaraan berbahan bakar internal combustion engine (ICE) ke kendaraan listrik (EV) menjadi fokus utama pemerintah.

Namun, skenario ini memerlukan tahapan yang realistis agar tidak menimbulkan tekanan berlebihan terhadap industri maupun konsumen. "Kita harus merancang skenario yang mempertimbangkan keterjangkauan (affordability) dan regulasi. Jika peralihan ini dipaksakan tanpa memperhatikan daya beli, industri bisa layu sebelum berkembang," terangnya.

Menurutnya, negara-negara lain memiliki peta jalan (roadmap) masing-masing untuk mengembangkan industri otomotif. Indonesia harus menentukan arah yang sesuai dengan kondisi domestik, tanpa mengikuti roadmap negara lain secara langsung.

"Affordability itu harus dipikirkan. Kalau kita memaksa langsung ke green car tanpa mempertimbangkan daya beli masyarakat, justru industri ini bisa mati sebelum berkembang," tambahnya.

Di kesempatan yang sama, Sekretaris Umum Gaikindo Kukuh Kumara menyebut, kenaikan harga mobil memang lebih besar dibanding pendapatan masyarakat. Akibatnya masyarakat makin kesulitan untuk membeli mobil baru.

“Harga mobil naik 7,5%, sementara kenaikan income masyarakat di batas inflasi sekitar 3%, jadi makin lama makin sulit beli mobil baru,” kata Kukuh.

Di sisi lain, kelas menengah belakangan membeli mobil bekas karena lebih transparan, misalnya disampaikan kondisi mobil seperti mobil bekas baret, bekas banjir. “Diperkirakan pasar mobil bekas 1,8 juta unit setahun, sementara mobil baru 1 juta unit, jadi 2,8 juta alangkah eloknya dimanfaatkan kendaraan baru jadi industri komponen bisa jalan,” pungkasnya. (N-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Heryadi
Berita Lainnya