Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Pemerintah Perpanjang Masa Utang dari Bank Indonesia

M Ilham Ramadhan Avisena
27/12/2024 16:58
Pemerintah Perpanjang Masa Utang dari Bank Indonesia
Ilustrasi gedung Bank Indonesia(MI/Susanto)

PEMERINTAH dan Bank Indonesia membuat kesepakatan baru terkait utang melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). Dari kesepakatan anyar tersebut, pemerintah diperkenankan memperpanjang utang dari hasil penerbitan SBN pada saat pandemi covid-19 di 2020 dengan skema baru.

"Pembelian SBN dari pasar sekunder oleh Bank Indonesia akan dilakukan dari pelaku pasar dan melalui mekanisme pertukaran SBN secara bilateral (bilateral debt switch) dengan pemerintah," ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Ramdan Denny Prakoso melalui keterangan pers, Jumat (27/12).

Adapun bilateral debt switch dengan pemerintah dilakukan atas SBN yang berasal dari Kesepakatan Bersama Menteri Keuangan dan Bank Indonesia Nomor: 326/KMK.08/2020 dan Nomor 22/8/KEP.GBI/2020 tanggal 7 Juli 2020 yang kemudian diubah dengan kesepakatan bersama Menteri Keuangan dan Bank Indonesia Nomor 347/KMK.08/2020 dan Nomor 22/9/KEP.GBI/2020 atau disebut dengan SKB II pada 20 Juli yang akan jatuh tempo pada 2025.

Mekanisme debt switch dilakukan dengan pertukaran antara SBN yang jatuh tempo dan SBN reguler, yang dapat diperdagangkan di pasar (tradeable) dengan menggunakan harga pasar yang berlaku sesuai mekanisme pasar. SBN pengganti adalah SBN dengan tenor yang lebih panjang sesuai dengan kebutuhan operasi moneter Bank Indonesia dan kesinambungan fiskal pemerintah.

"Perlu ditegaskan bahwa mekanisme pertukaran SBN secara bilateral antara Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia telah dilakukan sebelumnya, termasuk pada tahun 2021 dan 2022," tutur Denny.

Pembelian SBN dari pasar sekunder itu, sambungnya, telah memperhitungkan kebutuhan permintaan likuiditas karena kenaikan uang primer, baik dalam bentuk uang kartal, rekening giro bank di Bank Indonesia, maupun Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang dipegang oleh penduduk bukan bank.

Dari sisi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan likuiditas, jumlah pembelian SBN dari pasar sekunder oleh Bank Indonesia tersebut juga mempertimbangkan perubahan likuiditas karena lalu lintas devisa dan operasi keuangan pemerintah, kenaikan kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM), operasi moneter rupiah dan valuta asing, serta SBN milik Bank Indonesia yang akan jatuh tempo selama tahun 2025.

"Operasi moneter pro-market Bank Indonesia juga akan terus dioptimalkan melalui instrumen moneter SRBI dengan menjadikan SBN sebagai underlying asset," terang Denny.

Menanggapi hal itu, Global Markets Economist Maybank Indonesia Myrdal Gunarto mengatakan, langkah itu membuka peluang bagi Bank Indonesia membeli SBN pemerintah seperti dalam skema berbagi beban (burden sharing) seperti yang dilakukan saat pandemi covid-19.

"Terutama untuk meng-rollover dari SBN yang jatuh tempo. Yang kita khawatirkan dari konsep itu adalah tentu kepemilikan BI terhadap SBN menjadi tinggi. Sementara untuk sekarang ini, BI juga punya produk yang namanya SRBI, ini kan memiliki underlaying SBN," terangnya.

Myrdal mengkhawatirkan SRBI tersebut nantinya ditawarkan ke pasar dengan imbal hasil yang tinggi. Jika demikian, SRBI dapat mendorong kerentanan terhadap arus lalu lintas uang yang beredar di pasar keuangan Indonesia.

"Kalau hot money yang berasal dari SRBI ini terlalu drastis perubahannya, kita khawatir juga pada akhirnya ini akan mengganggu stabilan nilai tukar rupiah," kata Myrdal. (Mir/E-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Mirza
Berita Lainnya