Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Kenaikan UMP Rendah Imbas Formula Hitungan yang tidak Menguntungkan Pekerja

M. Ilham Ramadhan Avisena
22/11/2023 18:44
Kenaikan UMP Rendah Imbas Formula Hitungan yang tidak Menguntungkan Pekerja
Ilustrasi: pegawai menghitung uang Rupiah di salah satu tempat penukaran uang di Jakarta.(Antara )

FORMULA upah minimum provinsi (UMP) yang ditetapkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan banyak menguntungkan pemberi kerja, alih-alih penerima kerja atau buruh. Rentang angka indeks tertentu atau alfa (a) dalam formula penghitungan terlalu kecil jika dijadikan sebagai pengali.

"Kelemahan model (formula penghitung UMP) itu, ditambah dengan alfa, maka ada pengurangan yang besar sekali," ujar Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad saat dihubungi, Rabu (22/11).

Karenanya, dia tak heran melihat banyak provinsi yang menetapkan kenaikan UMP dengan nominal rendah. Meski penetapan kenaikan ditentukan oleh gubernur, namun penghitungan kenaikan dikunci oleh a yang ditentukan oleh Kemnaker.

Baca juga: Keluhan Warga DKI Soal UMP : Buat Hidup Lajang Saja tidak Cukup

"Memang ini ditetapkan daerah, tapi kan sudah dikunci diujung oleh formula itu. Jadi ini tergantung kepala daerahnya, berani keluar atau tidak," kata Tauhid.

Penetapan formula penghitungan UMP dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) 51/2023 tentang Pengupahan. Beleid tersebut menetapkan formula upah minimum mencakup tiga variabel, yakni, inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu. Dalam PP itu, penghitungan upah dilakukan dengan cara menambahkan upah minimum tahun berjalan (UMt) dengan nilai penyesuaian upah minimum (t+1).

Baca juga: Tolak Kenaikan UMP DKI 3,38%, Jutaan Buruh Persiapkan Mogok Nasional

Sedangkan untuk mengetahui angka t+1, dihitung dengan cara inflasi ditambah angka pertumbuhan ekonomi yang dikali dengan alfa (a). a merupakan indeks tertentu yang mewakili kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi atau kabupaten/kota.

Simbol a merupakan variabel dalam rentang nilai 0,10 sampai dengan 0,30. Besaran nilai a ditentukan oleh Dewan Pengupahan Provinsi atau Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan tingkat penyerapan tenaga kerja dan rerata atau median upah.

Tauhid mengatakan, jika memang pemerintah ingin menghadirkan solusi menguntungkan bagi pemberi dan penerima kerja, semestinya rentang a diperlebar hingga 0,5. "Harusnya 0,5 alfanya itu, itu baru win win solution. Alfanya itu harus ditambah, minimal itu 0,1-0,5," kata dia.

"(Formula yang berlaku) logikanya, 30% itu menjadi haknya pekerja dan 70% adalah haknya pelaku usaha, karena inflasi, riilnya itu berkurang. Kalau mau fair, pengusaha dapat 0,5% dari PDB, separuhnya dikasih ke pekerja," sambung Tauhid.

Menurutnya, penghitungan formula kenaikan upah yang ditetapkan pemerintah itu disandingkan dengan negara-negara lain. Tujuannya untuk melihat ketepatan dan mengukur besaran kenaikan upah yang pantas.

"Coba bandingkan saja, kalau dengan formula yang sekarang ini dan terlalu rendah, konsekuensinya adalah daya dorong terhadap pertumbuhan ekonomi tidak akan signifikan, konsumsi akan turun.

Formula tersebut juga dinilai tak akan bisa mengungkit daya beli masyarakat di tahun depan. Apalagi UMP banyak menyasar masyarakat kelompok menengah yang sedianya sudah mengalami tekanan dalam hal daya beli.

Lantaran kadung diundangkan, kenaikan UMP menjadi relatif rendah dan memiliki daya yang minim untuk mengungkit konsumsi masyarakat. Karenanya, Tauhid mendorong agar pemerintah meningkatkan jaring pengaman sosial, utamanya bagi masyarakat kelas menengah agar bisa menjaga kemampuan konsumsinya.

"Insentif jaminan sosial ditambah, diperbesar, untuk kelas menengah harus lain, entah itu di bidang kesehatan, pendidikan, sehingga pos pengeluarannya dapat berkurang," terangnya. (Mir/Z-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya