Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Pakar: Lindungi Kesehatan, Industri Baja Perlu Beralih ke Tungku Ramah Lingkungan

Media Indonesia
25/10/2023 12:12
Pakar: Lindungi Kesehatan, Industri Baja Perlu Beralih ke Tungku Ramah Lingkungan
Induction furnace yang digunakan pada beberapa industri baja dinilai memperburuk kualitas udara yang bisa berdampak bagi kesehatan manusia.(MI/Usman Iskandar)

PAKAR kesehatan lingkungan Universitas Indonesia (UI) Prof Budi Haryanto menegaskan sudah saatnya industri baja di Tanah Air beralih menggunakan tungku lebih ramah lingkungan.

Pasalnya, induction furnace yang diperkirakan masih digunakan pada beberapa industri dinilai memperburuk kualitas udara yang pada akhirnya berdampak pula bagi kesehatan manusia.

Pernyataan Budi terkait penggunaan induction furnace (tungku induksi) yang sudah dilarang di berbagai negara, termasuk Tiongkok.

Bahkan terakhir, Pemerintah Kota San Simon di Filipina juga melarang penggunaan tungku induksi, setelah adanya laporan penyakit pernafasan di desa-desa di dekat industri baja.

Baca juga: Sinar Mas Land Terapkan Prinsip Berkelanjutan di Kota Deltamas

“Makanya, industri baja di Tanah Air pun harus lebih ramah lingkungan. Sebab, jika proses produksi menghasilkan polutan PM 2,5, maka efek jangka panjangnya bisa memunculkan penyakit-penyakit yang menyerang berbagai organ, seperti paru-paru, jantung, sistem saraf pusat yang menyebabkan gangguan otak dan sebagainya. Bahkan, juga sistem peredaran darah dan sistem reproduksi,” tegas Budi.

PM 2,5 dimaksud, yang diperkirakan banyak dihasilkan induction furnace, adalah partikel udara berukuran lebih kecil atau sama dengan 2.5 µm (mikrometer).

Menurut Budi, PM 2,5 berisi berbagai material, senyawa kimia atau berbagai gas, tergantung pada sumbernya. “Termasuk juga metal. Meski kalau sudah menjadi polusi udara tidak bisa spesifik karena bercampur dengan udara,” imbuhnya.

Baca juga: KLHK: Teknologi Ramah Ozon Tingkatkan Daya Saing Industri

Budi menambahkan, dalam jangka panjang, PM 2,5 memang punya dampak buruk. Termasuk kemungkinan mutasi DNA, gangguan janin, jantung, dan bahkan kematian dini.

“Semua sangat memungkinkan. Karena di dalam tubuh, material di dalam polusi udara akan menyebar sesuai target organnya. Misalnya, kalau merusak sistem syaraf pusat, kaitannya dengan kecerdasan dan semua yang berhubungan dengan otak, termasuk stroke. Terhadap organ lain juga begitu. Bisa menyebabkan kanker paru-paru, gangguan reproduksi, dan sebagainya,” kata dia.

Lebih dari itu, mengingat induction furnace tidak bisa menyedot asap dan debu, Budi tidak menepis dampak kesehatan juga terjadi dalam jangka pendek.

Baca juga: Industri Hilir dan Transisi Ekonomi Hijau di Indonesia Jadi Kunci Manfaatkan Peluang

“Asap dan debu berukuran lebih besar dan reaksinya bisa langsung terhadap mata dan kulit. Selain itu, juga bisa menyebabkan gangguan saluran pernafasan. Efeknya langsung, jangka pendek, seperti kita menghirup asap dari kebakaran hutan,” jelasnya.

Dalam kaitan itu, Budi sependapat industri memang harus beralih ke tungku lebih ramah lingkungan, termasuk electric arc furnace. Terlebih, pekan lalu Kementerian Perindustrian pun menyatakan untuk melakukan penyempurnaan terkait langkah-langkah strategis untuk mencapai target net zero emission (NZE). Bahkan, Kemenperin juga ingin sektor industri bisa mencapai NZE lebih cepat 10 tahun, yakni pada 2050.

“Makanya harus dibarengi dengan tindakan terhadap industri, termasuk industri baja agar lebih ramah lingkungan. Perlu ketegasan, karena dampaknya besar sekali, termasuk kesehatan manusia,” tutup Budi. (RO/S-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Sidik Pramono
Berita Lainnya