Headline
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
BERAKHIRNYA periode pemulihan pascapandemi di Tiongkok, kenaikan suku bunga oleh Federal Reserve Amerika Serikat (AS), lemahnya sektor semikonduktor, dan permintaan domestik menggambarkan prospek pesimistis bagi perekonomian ASEAN, termasuk Indonesia. Namun, di tengah perlambatan ekonomi global, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal terakhir Indonesia masih cukup menjanjikan.
Berdasarkan hasil riset Oxford Economics, yang baru-baru ini digagas Institute of Chartered Accountants in England and Wales (ICAEW), perlambatan pada pertumbuhan akan semakin terlihat pada kuartal ketiga meskipun pertumbuhan PDB pada kuartal sebelumnya cukup baik.
Pertumbuhan di ASEAN-6 (Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam) diperkirakan akan mencapai 3,6% pada paruh kedua 2023, turun dari 4,2% pada paruh pertama dan 5,7% pada 2022.
Baca juga: ADB: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Stagnan di 2024
Sedangkan Indonesia diprediksi akan tumbuh 5,1% di tahun ini, konsisten dengan tren historis pertumbuhan sebelumnya.
Setelah itu, perlambatan ringan ke angka pertumbuhan 4,7% dapat terjadi di tahun depan jika meninjau adanya hambatan eksternal, yaitu dampak pengetatan moneter yang masih berlanjut.
ICAEW Director for China and Southeast Asia Elaine Hong mengungkapkan, “Jika melihat tingkat perlambatan ekonomi global, termasuk ASEAN, prospek akan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam kuartal terakhir menunjukkan potensi yang cukup baik."
Baca juga: Erick Thohir Dorong Pertumbuhan Ekonomi Melalui Industri Digital
"Melalui riset Oxford Economics yang digagas oleh ICAEW ini, harapannya setiap prospek dapat menjadi cerminan upaya yang tepat dan mampu memberikan penanganan responsif yang dapat membantu mendorong pertumbuhan ekonomi ASEAN di masa depan yang lebih baik dan stabil," lanjutnya.
Meningkatnya hambatan yang menyebabkan pertumbuhan yang lebih lambat di Q3
Pertumbuhan yang lebih lambat di Q3 diperkirakan terjadi karena beberapa alasan. Didasari pada pemulihan ekonomi Tiongkok pascapandemi yang melambat, sehingga menyebabkan perkiraan pertumbuhan konsensus diturunkan dengan cepat.
Selain itu, dampak penuh dari kenaikan suku bunga Federal Reserve AS sebesar 550bps, dan dampaknya terhadap suku bunga ASEAN, belum sepenuhnya dapat dirasakan. Harga semikonduktor yang lemah juga mempengaruhi negara-negara seperti Singapura dan Malaysia.
Di atas semua itu, hambatan utama terhadap pertumbuhan adalah sektor ekspor. Setelah melonjak naik pada masa-masa awal pandemi, ekspor barang merosot turun pada tahun lalu dan masih dalam tren penurunan yang serius.
Sebagian besar perlambatan ini disebabkan oleh pergeseran permintaan global dari barang ke jasa. Sementara komposisi permintaan eksternal diperkirakan akan mulai normal pada paruh kedua tahun ini, permintaan secara keseluruhan cenderung cukup baik.
Di Indonesia, pertumbuhan ekonominya mengalami kenaikan menjadi 5,2% YoY di Q2 dari 5% di Q1.
Jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, PDB tumbuh 1,5% QoQ, sama dengan Q1. Perbedaan antara permintaan domestik yang kuat dan permintaan eksternal yang melemah menjadi sangat mencolok.
Indonesia, saat ini, memiliki salah satu suku bunga riil tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Pengetatan moneter yang masih berlanjut diharapkan akan memberikan tekanan lebih lanjut dalam beberapa kuartal mendatang.
Dampaknya tidak hanya akan terasa pada investasi, terutama di sektor konstruksi, tetapi juga pada pinjaman rumah tangga, yang dapat berdampak pada konsumsi swasta. Ini adalah tantangan utama yang perlu diatasi untuk menjaga pertumbuhan ekonomi yang stabil.
Perlambatan ekonomi global yang diperkirakan terjadi pada semester kedua 2023 dan awal 2024 dapat berdampak pada penurunan permintaan terhadap barang-barang Indonesia.
Tiongkok, sebagai salah satu tujuan utama ekspor Indonesia, menghadapi perlambatan pertumbuhan, yang dapat menjadi penghalang tambahan. Namun, sektor jasa, terutama pariwisata, diharapkan dapat membantu menopang total ekspor.
Meskipun terdapat peningkatan inflasi IHK (Indeks Harga Konsumen) 3,3% y/y pada Agustus, yang sebelumnya pada Juli sebesar 3,1%, akan tetapi angka ini masih berada dalam rentang target bank sentral.
Ini memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk mempertimbangkan pemangkasan suku bunga acuan, yang dapat membantu mendukung pertumbuhan ekonomi. Dalam menghadapi tantangan-tantangan ini, pemerintah dan pelaku ekonomi di Indonesia harus tetap waspada dan responsif terhadap perubahan dalam dinamika global.
Di luar Indonesia, tren positif penurunan inflasi umum kemungkinan akan terus berlanjut di seluruh wilayah ASEAN, meskipun inflasi inti secara umum lebih tinggi.
Inflasi IHK Asia Tenggara diperkirakan mencapai 3,5% tahun ini, turun dari 4,6% pada 2022, sebelum turun menjadi 2,4% pada tahun 2024.
Dengan latar belakang ini, bank-bank sentral di kawasan ASEAN kemungkinan telah mencapai puncak siklus kenaikan suku bunga. Bank-bank sentral diperkirakan akan atau telah mulai memangkas suku bunga.
Namun, penurunan suku bunga ini mungkin masih tertunda karena perlambatan ekonomi Tiongkok yang cepat. Pemangkasan suku bunga oleh People's Bank of China (PBoC) selama beberapa bulan terakhir mungkin tidak sepenuhnya efektif dalam menstimulasi permintaan di tengah tingginya penghindaran risiko, dan hal ini pada gilirannya dapat memberikan tekanan pada mata uang ASEAN. (RO/Z-1)
HIMPUNAN Kawasan Industri Indonesia (HKI) menegaskan perlunya langkah konkret untuk memperkuat ekosistem investasi kawasan industri di tengah target ambisius pemerintah
PENURUNAN tajam peringkat daya saing Indonesia dalam laporan IMD World Competitiveness Ranking 2025 tidak lepas dari merosotnya efisiensi pemerintah dan efisiensi bisnis.
Keputusan BI mempertahankan suku bunga acuan di level 5,50% dipandang sebagai langkah konservatif yang tepat di tengah ketidakpastian global dan perlambatan ekonomi domestik.
Keputusan Bank Indonesia (BI) menahan suku bunga acuan, atau BI Rate di level 5,50% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) 17-18 Juni 2025 dinilai sebagai langkah yang tepat.
Situasi global yang masih dan kian tak menentu patut diwaspadai. Perkembangan dari ekonomi dunia dan konflik Timur Tengah Iran vs Israel dinilai dapat memberi dampak ke perekonomian Indonesia.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kembali mencatatkan defisit sebesar Rp21 triliun, setara 0,09% dari Produk Domestik Bruto (PDB) hingga akhir Mei 2025.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved