Headline
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
PENETAPAN tingkat bunga maksimal dari pinjaman yang diberikan oleh perusahaan Peer to Peer (P2P) lending dinilai sebagai langkah yang tepat. Namun, hal itu akan lebih baik bila tiap perusahaan pemberi pinjaman menerapkan transparansi kepada calon peminjam.
Ekonom Senior dan Associate Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Ryan Kiryanto mengatakan, penjelasan mengenai besaran tingkat bunga merupakan hal yang harus disampaikan kepada calon peminjam. Itu penting agar ada kesepahaman dan kewajiban yang diemban dari pinjaman yang akan dilakukan.
"Yang penting adalah calon konsumen memahami betul bahwa bunga yang dikenakan itu ada dua metode, cara harian maksimal 0,4%, atau secara bulanan. Jangan sampai nanti mereka kaget karena bunga 12% per bulan," kata dia saat dihubungi, Sabtu (7/10).
Baca juga: WTO: Inflasi, Suku Bunga, Perang Hambat Perdagangan Global
Dengan penerapan transparansi itu, calon peminjam dapat mengetahui berapa besaran biaya pinjaman yang harus ditanggung. Penjelasan itu juga dapat menekan tingkat pembiayaan macet (non performing financing/NPF) yang bakal dialami oleh perusahaan pemberi pinjaman.
Ryan menduga, banyaknya aduan mengenai pembiayaan dari P2P lending disebabkan oleh gelapnya ketentuan dan kewajiban peminjam saat menarik pendanaan. Akibatnya, ketika masa jatuh tempo tiba, para peminjam merasa keberatan lantaran bunga pinjaman terlalu mahal.
Baca juga: KPPU Lakukan Penyelidikan Awal Dugaan Kartel Suku Bunga oleh AFPI
Diketahui Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menerapkan tingkat bunga maksimal 0,4% per hari, atau 12% per bulan. Penetapan itu berlaku bagi 89 perusahaan P2P lending yang berada di bawah naungan AFPI.
Sementara jumlah P2P lending legal dan terdaftar di OJK sejauh ini tercatat sebanyak 101 perusahaan. Dengan kata lain, mayoritas perusahaan pembiayaan instan di Tanah Air menetapkan tingkat bunga maksimal 0,4% per hari.
Kondisi itu kemudian diteliti oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk menelusuri adanya dugaan praktik kartel tingkat bunga. AFPI urung merespons langkah KPPU.
Asosiasi hanya menjelaskan praktik kartel umumnya ialah menetapkan tingkat bunga minimum. Itu berkebalikan denhan yang diterapkan oleh AFPI.
Mengenai hal itu, Ryan berpendapat penerapan tingkat bunga maksimal diperlukan agar biaya pinjaman tak terlampau mahal bagi peminjam. "Kalau maksimal itu 0,4% itu kan berarti bisa di bawahnya, tergantung pada profil peminjam dan kehendak peminjam. Peminjam juga harus menyadari betul konsekuensi dari meminjam di fintech itu," jelasnya.
Peranan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga dinilai penting dalam rangka pengawasan, utamanya mengenai transparansi saat kontrak pembiayaan dilakukan antara pemberi pinjaman dengan calon peminjam.
"Fintech itu tidak dimonopoli 1-2 fintech, tapi banyak sekali. Jadi yang penting menurut saya, fintech itu terdaftar di OJK. OJK itu hanya mengatur principle based. OJK hanya memonitor mengenai prinsip transparansi, berapa pun tingkat bunga harus disloce ke calon peminjam. Kalau ada persoalan atau aduan, baru OJK turun menyelesaikan perselisihan," pungkas Ryan. (Z-10)
Keputusan BI mempertahankan suku bunga acuan di level 5,50% dipandang sebagai langkah konservatif yang tepat di tengah ketidakpastian global dan perlambatan ekonomi domestik.
Keputusan Bank Indonesia (BI) menahan suku bunga acuan, atau BI Rate di level 5,50% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) 17-18 Juni 2025 dinilai sebagai langkah yang tepat.
Fixed Income Research PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia Karinska Salsabila Priyatno menilai ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan suku bunga dalam waktu dekat sangat terbatas.
KETIDAKPASTIAN arah kebijakan moneter Amerika Serikat kembali menjadi perhatian setelah desakan terbuka Presiden Donald Trump agar Federal Reserve memangkas suku bunga acuan.
BTN mempertegas posisinya sebagai pemimpin pembiayaan perumahan nasional dengan menggelar Akad Kredit Massal KPR Non-Subsidi secara serentak di lima kota besar
Ketua Umum Apindo, Shinta Widjaja Kamdani, menyambut baik keputusan Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan ke 5,5%.
nilai tukar rupiah ditutup menguat ke level (bid) Rp16.390 per dolar AS Kamis (19/6), meskipun demikian imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara dengan tenor 10 tahun naik
Apindo merespons Keputusan Bank Indonesia (BI) untuk menahan suku bunga acuan di level 5,50%, tingginya suku bunga disebut menjadi penghambat lapangan kerja
Dari dana sebesar US$22,9 miliar itu, sebanyak US$7,6 miliar ditempatkan di rekening umum valuta asing (valas).
BANK Indonesia(BI) mempertahankan suku bunga acuan atau BI rate di angka 5,50%. Keputusan itu diambil melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 17-18 Juni 2025
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved