Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
MENTERI Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan program pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara menunggu persetujuan tiga kementerian, yakni Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Kementerian ESDM mencatat sekitar 13-14 PLTU dengan kapasitas 4,8 gigawatt (GW) siap dihentikan operasional pembangkitnya.
"Program pensiun dini PLTU kan lagi disiapkan. Nanti persetujuannya ada tiga menteri, menteri keuangan, menteri BUMN dan ESDM. Kami lagi siapkan ini," ujar Arifin di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (8/9).
Baca juga: Transisi Energi Butuh Biaya Besar, Eksekusi Program JETP di ASEAN Jadi Solusi
Pemensiunan dini PLTU masuk dalam salah satu program pendanaan kemitraan transisi energi yang adil atau Just Energy Transition Partnership (JETP) yang berasal dari komitmen Amerika Serikat, Jepang dan sejumlah negara mitra dari Uni Eropa. Total pendanaan JETP sebesar US$20 miliar atau sekitar Rp307 triliun (Rp15.356). Pemerintah bakal memberikan kompensasi kepada industri yang memensiunkan pembangkit listrik fosilnya.
"Nanti bakal ada sumber dana yang murah yang bisa diambil oleh suatu entitas, sehingga umur PLTU bisa diperpendek," ucap Menteri ESDM.
Baca juga: ESDM: RI akan Jual Listrik ke Singapura Sebesar 2 GW
Pemerintah, lanjutnya, berupaya tidak memberatkan keuangan PT PLN (Persero) dalam pemensiunan dini PLTU. Pasalnya, program tersebut bakal berdampak pada aset dan ekuitas PLN. Misalnya saja, program pemensiunan PLTU Cirebon-1 akan membutuhkan sekitar US$300 juta atau Rp4,6 triliun dari ekuitas PLN.
"Kan harus dihitung dulu supaya tidak ada dampak keuangannya. Ya, dari JETP itu misalnya (pendanaan pensiun dini PLTU)," pungkas Arifin.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memperkirakan total dana yang dibutuhkan untuk menyuntik mati pembangkit listrik tenaga fosil mencapai US$100 miliar atau sekitar Rp1.535 triliun.
Ia menegaskan pemerintah membutuhkan donor atau bantuan dari asing untuk merealisasikan program tersebut, dalam hal ini dari pendanaan JETP. Namun, sayangnya pencairan dana JETP sebesar US$20 miliar tak kunjung terealisasi.
"Ya rencana pemensiunan PLTU sedang dikaji dengan baik. Cuma siapa yang bayar? Duitnya dulu dari mana. Yang JETP belum tahu uangnya," kata Luhut di Hotel Fairmont Jakarta, Rabu (6/9).
Menko Marves mengaku terus menagih komitmen Amerika Serikat untuk segera menyalurkan pendanaan iklim tersebut.
"Ya kita masih terus tagih, kan mereka yang minta kita buat soal itu (program transisi energi). Tapi, mana duitnya?" sebut Luhut. (Ins/Z-7)
Pemensiunan dini tidak serta merta menutup operasional, tetapi ada kompensasi yang akan diberikan kementerian di waktu sisa operasional
Pemerintah kembali merencanakan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batu bara pada periode 2029 hingga 2033.
PT TBS Energi Utama memperkuat komitmennya dalam bertransformasi menjadi perusahaan berbasis keberlanjutan dengan sejumlah langkah strategis.
TOBA mendapatkan persetujuan dari pemegang saham melakukan divestasi dua aset PLTU berkapasitas 200 megawatt senilai US$144,8 juta atau setara Rp2,3 triliun.
Indonesia perlu segera menetapkan peta jalan pengakhiran dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara sebagai acuan untuk menemukan dan mengembangkan solusi.
Transaksi ini sejalan dengan komitmen Perseroan dalam mencapai target netralitas karbon pada tahun 2030 melalui inisiatif TBS 2030.
PLN berencana membatalkan kontrak 13,3 gigawatt (GW) pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara yang sebelumnya direncanakan dalam RUPTL 2019-2028.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved