Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
DIREKTUR Eksekutif Energy Watch Indonesia, Daymas Arangga menilai langkah pemerintah menghentikan ekspor mineral mentah sudah tepat. Menurutnya, langkah ini merupakan komitmen pemerintah guna mendukung implementasi kebijakan hilirisasi.
"Kalau bicara kebijakan hilirisasi, salah satunya yang kita lihat adalah larangan ekspor. Ini sebuah dukungan untuk program hilirisasi," ujarnya dalam dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) bertajuk "Untung Rugi Larangan Ekspor Mineral Mentah", Senin (12/6).
Daymas menjelaskan, pihaknya melihat pemerintah sudah serius dalam melakukan pelarangan ekspor mineral mentah. Mulai dari pelarangan ekspor bijih nikel kendati sudah digugat negara Uni Eropa hingga Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan bauksit per 10 Juni.
Baca juga : DPR Ungkap Praktik Nakal Surveyor dalam Industri Nikel
Namun menurutnya, pemerintah perlu melakukan kajian lebih lanjut yang komprehensif dalam melakukan pelarangan terhadap berbagai jenis mineral mentah. Sebab beberapa jenis mineral tidak memiliki prospek yang cemerlang layaknya nikel dan bauksit.
Adapun hal yang perlu dipertimbangkan oleh pemerintah dalam melakukan pelarangan ekspor, menurut Daymas adalah terkait karakteristik hingga potensi pasar masing-masing mineral.
Baca juga : Program Hilirisasi Jokowi Jangan Berhenti Setelah 2024
Daymas mengambil contoh Republik Demokrasi Kongo yang melakukan hilirisasi terhadap kobalt namun berakhir gagal. Padahal, ungkap Daymas, pihaknya melihat hilirisasi nikel Indonesia dapat menjadi success story untuk negara lain.
"Namun kita perlu melihat pengalaman Republik Demokrasi Kongo. Mereka itu memberlakukan hilirisasi untuk kobalt, namun ini tidak terlalu berhasil. Karena itu perlakuannya perlu dibedakan antara mineral satu dan mineral yang lain," tegas Daymas.
Daymas lebih lanjut menerangkan, melihat kebijakan hilirisasi yang dikeluarkan pemerintah sudah terlambat. Padahal Indonesia sudah berpuluh-puluh tahun mengekspor mineral mentah dan selama itu pula tidak mendapatkan nilai tambah.
"Apalagi kita juga sama-sama menyadari bahwa sumber daya mineral itu tidak bertambah karena ini tidak terbarukan, jadi malah semakin berkurang. Nah, semakin lama kita memulai, itu potensi kerugian yang dialami negara akan semakin besar," paparnya.
Ia mengapresiasi langkah pemerintah yang dinilai cukup tegas memberlakukan dan mengimplementasikan kebijakan hilirisasi. Kendati sejak awal, lanjutnya, kebijakan ini mendapat penolakan dari sejumlah kalangan, utamanya para pengusaha.
"Nah, yang perlu ditekankan adalah bagaimana integrasi antara pemerintah dan pengusaha bisa berjalan. Karena memang penyerapan domestik jadi sebuah waktu transisi yang menyakitkan bagi pengusaha. Karena ketika dilarang, artinya kan ada penyerapan keluar yang berkurang dan akhirnya hanya bergantung pada market domestik," bebernya.
Energy Watch, melihat kebutuhan mineral untuk pasar domestik masih belum tercukupi ketika pemerintah melakukan hilirisasi. Di sisi lain, banyak negara yang siap menerima mineral dari Indonesia ketika pemerintah sukses melakukan hilirisasi seperti Jepang, Amerika dan Australia.
"Berbicara mengenai pertambahan nilai untuk diekspor, banyak negara-negara yang masih terima seperti Jepang, Amerika, Australia. Itu juga mereka masih membutuhkan beberapa mineral dari Indonesia. Jadi gak usah khawatir untuk itu," tukasnya.
Maka dari itu, pihaknya berharap, pemerintah tak hanya fokus menyukseskan kebijakan hilirisasi namun tetap memastikan kualitas daripada kuantitas energi. Artinya, Daymas menjelaskan, energi yang disuplai ke smelter-smelter yang ada tersebut sudah rendah emisi.
Sebab, Daymas menyebutkan, market dunia saat ini sedang peduli dengan kualitas energi yang ditandai dengan penyediaan energi rendah emisi. Menurutnya, hal ini dipastikan melalui proses produksi, tata kelola hingga dampaknya terhadap lingkungan.
"Di mana itu dihasilkan dari kegiatan smelter atau hilirisasi. Jadi itu yang akan menambah kualitas dari produk yang dihasilkan oleh smelter-smelter di Indonesia," ujarnya.
Lebih jauh Daymas menuturkan, kegiatan pertambangan diidentikkan dengan pengrusakan lingkungan. Namun pihaknya melihat hal ini hanya identik dengan kegiatan pertambangan ilegal. Berbicara soal pembangunan, ujarnya, itu pasti merusak, tapi yang penting adalah bagaimana semua pihak terkait bisa meminimalisir dampak kerusakan yang memang ditimbulkan dari kegiatan pertambangan.
Mulai dari optimasi bahan bakar, tata kelola, hingga bagaimana pemerintah dapat melakukan perlindungan lingkungan melalui regulasi-regulasi yang diberikan seperti penerbitan izin, hingga alih lahan dan sebagainya.
"Bahwa kegiatan pertambangan membutuhkan alat, alat membutuhkan fuel. Kalo misalkan fuel ini masih dari sumber energi yang memang belum terbarukan, ini juga akan menambah dampak carbon emission," bebernya.
Daymas menyebutkan, Australia dapat dijadikan contoh sebagai negara yang melakukan pertambangan secara masif, namun tetap memperhatikan dan menerapkan kaedah-kaedah pelestarian lingkungan. Sehingga kerusakan lingkungan dapat diminimalisir.
"Karena antara pemerintah dan pengusaha sama-sama komitmen untuk menjalankan kegiatannya sesuai dengan regulasi yang berlaku," ucapnya.
Daymas meminta pemerintah melakukan komunikasi dengan negara-negara yang terdampak kebijakan pelarangan ekspor mineral. Terutama negara-negara yang memang menampung bahan mentah dari Indonesia.
"Jadi ada kehilangan untuk mendapatkan nilai tambah. Itu yang menyebabkan negara seperti Jepang berteriak saat kita menyetop ekspor bijih nikel, sementara kita memiliki cadangan nikel terbesar," harapnya. (RO/Z-4)
Pelaku hilirisasi nikel di Indonesia juga terus berupaya meningkatkan pemenuhan persyaratan ketat yang diterapkan Pemerintah Indonesia.
PT PAM Mineral (NICL), perusahaan pertambangan nikel yang beroperasi di Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah, berhasil mencatatkan penjualan sebesar Rp543,91 miliar per Maret 2025.
Kebijakan hilirisasi nikel diklaim meningkatkan pendapatan ekonomi nasional sebesar 21,2–21,6% serta menciptakan penyerapan tenaga kerja hingga 13,83 juta dalam 10 tahun terakhir.
Riset mengungkap bahwa Indonesia telah menarik perhatian produsen kendaraan listrik global.
Hilirisasi Nikel di Tanah Air tetep Perhatikan Prinsip ESG
MMP sebagai bagian dari MMS Group Indonesia selalu berkomitmen kepada prinsip bisnis berkelanjutan.
Rapat yang dipimpin Sekretaris Jaksa Agung Muda Intelijen Sarjono Turin itu menyoroti empat isu penting yang menyebabkan kebocoran penerimaan negara.
Buku ini tidak hanya menyajikan informasi komprehensif tentang bauksit, tetapi juga mengungkap potensi besar sektor pertambangan nasional.
PT Cipta Krida Bahari (CKB Logistics) selaku perusahaan logistik resmi membuka fasilitas kantor baru di Pontianak, Kalimantan Barat.
PT Pertamina Patra Niaga, turut berperan aktif mendukung pelaksanaan Proyek Strategis Nasional Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di PT Borneo Alumina Indonesia.
PRESIDEN Joko Widodo melakukan peninjauan langsung ke Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Kabupaten Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat, Rabu, (20/3).
BAUKSIT adalah salah satu mineral bebatuan yang semakin mendapatkan perhatian karena ternyata memiliki peran yang sangat vital dalam berbagai aspek kehidupan manusia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved