KRISIS modal Silicon Valley Bank (SVB) membuat industri keuangan global terkejut. Sebagai bank terbesar ke-16 di AS dan pemberi pinjaman modal bagi start-up, kondisi ini mempengaruhi keberlangsungan sejumlah start-up.
“Hal ini mengguncang pasar global dan menyebabkan dana milik perusahaan dan investor melayang. Gejolak ekonomi dengan kenaikan agresif suku bunga AS Fed Fund Rate akan berdampak pada start-up yang menggantungkan operasi pada pinjaman," kata Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Indonesia Maximilianus Nico Demus, Selasa (14/3).
Bangkrutnya Silicon Valley telah terendus sejak 2008. Washington Mutual yang memicu krisis keuangan AS telah melumpuhkan perekonomian.
Baca juga: Biden Sebut Sistem Perbankan AS Aman Usai Penutupan Silicon Valley Bank
Saat ini, Silicon Valley tercatat memiliki aset sebesar USD209 miliar atau sekitar Rp3,2 triliun.
Namun, masalahnya 89% dari simpanan bank tidak diasuransikan. Silicon Valley memiliki tingkat simpanan yang cukup besar, tidak tercakup oleh jaminan Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC). Sebagai lembaga yang melikuidasi aset bank untuk membayar dana nasabah yang dibatasi hingga USD250 ribu atau sekitar Rp3,85 miliar.
Baca juga: Penutupan Silicon Valley Bank Tidak Berdampak Langsung ke Indonesia
FDIC kini tengah berupaya menemukan bank lain selama akhir pekan, yang bersedia bergabung dengan Silicon Valley.
“Semoga Silicon Valley melakukan merger segera untuk melindungi simpanan nasabah tanpa jaminan,” kata dia. (Z-10)