Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

PP Baru Perpajakan Sektor Pertambangan Batu Bara Terbit

Insi Nantika Jelita
16/4/2022 11:08
PP Baru Perpajakan Sektor Pertambangan Batu Bara Terbit
Alat berat di lokasi pertambangan.(Dok.Trakindo)

Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2022 tentang Perlakuan Perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Bidang Usaha Pertambangan Batubara yang ditetapkan pada 11 April 2022, dengan mengubah rezim kontrak menjadi izin.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu menuturkan, sesuai amanat Pasal 169A UU nomor 3 Tahun 2020 Tentang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), rezim kontrak yang berakhir dapat diperpanjang menjadi rezim izin, yaitu Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/ Perjanjian.

“PP ini menjadi tonggak penting sebagai landasan hukum konvergensi kontrak yang nantinya berakhir menjadi rezim perizinan dalam upaya peningkatan penerimaan negara," ujarnya dalam keterangan resmi yang dikutip Sabtu (16/4).

Febrio menjelaskan, terdapat dua bagian penting dari PP ini. Pertama, PP ini dianggap memberikan kejelasan mengenai bagaimana kewajiban pajak penghasilan bagi para pelaku pengusahaan pertambangan batu bara dilaksanakan.

Pelaku usaha tersebut adalah pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), pemegang IUPK, pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, dan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).

"Adanya kepastian hukum mengenai pajak penghasilan (PPh) yang lebih baik melalui PP ini diharapkan semakin memudahkan pelaku usaha di sektor ini dalam menunaikan kewajiban pajak," kata Febrio.

Bagian kedua yang dinilai penting pada PP tersebut ialah pemerintah bisa melakukan pengaturan kembali penerimaan pajak dan PNBP bagi IUPK sebagai kelanjutan operasi perjanjian dengan mempertimbangkan upaya peningkatan penerimaan negara.

Hal ini, lanjutnya, dilakukan dengan cara mengatur besaran tarif PNBP produksi batu bara secara progresif mengikuti kisaran besaran Harga Batubara Acuan (HBA). Dengan demikian, pada saat HBA rendah, tarif PNBP produksi batu bara yang diterapkan tidak terlalu membebani pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian.

"Sebaliknya, pada saat harga komoditas naik seperti saat ini, negara mendapatkan penerimaan negara dari PNBP produksi batubara yang semakin tinggi," tutur Febrio.

Sedangkan, untuk mendorong pemanfaatan produksi batubara bagi industri di dalam negeri, Peraturan Pemerintah ini mengatur di antaranya tarif tunggal yang lebih rendah sebesar 14% bagi produksi batubara untuk penjualan dalam negeri.

"Implementasi peraturan ini diharapkan tetap mampu menjaga keseimbangan antara upaya peningkatan penerimaan negara dengan upaya tetap menjaga keberlanjutan pelaku usaha," pungkasnya.

Selanjutnya, pemerintah juga memberikan kepastian hukum bagi pemegang IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian dalam melaksanakan kewajiban perpajakan dan PNBP.

Hal ini dilakukan dengan cara mengatur kewajiban perpajakan dan PNBP yang mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat izinnya diterbitkan (nailed down) dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (prevailing law).

Febrio menjabarkan, di dalam PP tersebut diperjelas bahwa kewajiban pajak dan PNBP yang mengikuti ketentuan nailed down adalah iuran tetap, PNBP produksi batu bara, PPh badan, pajak bumi dan bangunan, PNBP di bidang kehutanan dan lngkungan hidup, dan PNBP berupa bagian pemerintah pusat sebesar 6% serta penerimaan daerah lainnya berupa bagian pemerintah daerah sebesar 4% dari keuntungan bersih.

Sementara itu, kewajiban pajak dan PNBP yang mengikuti prevailing law adalah PNBP lainnya selain yang sudah disebutkan di atas, pemotongan dan pemungutan pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai dan/atau pajak penjualan atas barang mewah, pajak karbon, bea meterai, bea masuk, bea keluar, cukai dan pajak raerah dan retribusi daerah. (Ins/E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Raja Suhud
Berita Lainnya