Headline

Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Menkeu: Tahun 2022 Merupakan Tahun Pemulihan yang Tidak Seimbang

Despian Nurhidayat
09/2/2022 14:31
Menkeu: Tahun 2022 Merupakan Tahun Pemulihan yang Tidak Seimbang
Menteri Keuangan Sri Mulyani( ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

MENTERI Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa tahun 2022 ini merupakan tahun pemulihan ekonomi global yang tidak seimbang. Beberapa faktor yang memengaruhi hal ini pun di antaranya ialah tekanan inflasi global, normalisasi kebijakan Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Inggris, kebijakan switching Tiongkok, penurunan permintaan global yang  muncul dari tegangan geopolitik, serta tekanan utang dari negara-negara berkembang.

"Hal ini akan berdampak pada seluruh negara di dunia. Ini perlu dukungan kebijakan yang harus kita kelola," ungkapnya dalam acara Mandiri Investment Forum 2022, secara daring, Rabu (9/2).

Menurut Sri Mulyani, saat ini tengah terjadi tekanan inflasi di berbagai negara dunia. Hal ini menyebabkan banyak negara meningkatkan suku bunga karena adanya tekanan inflasi yang tinggi.

Dia mencontohkan Brazil yang inflasinya sudah mencapai 10% dan suku bunga disesuaikan menjadi lebih dari 10%. Rusia dengan tingkat inflasi 8% juga telah menyesuaikan kebijakan suku bunga mereka di bawah 10%. AS dan Uni Eropa juga sudah mencatatkan inflasi sebesar 5% dan 7%.

Baca juga: Pemda Habiskan Banyak Anggaran untuk Gaji Pegawai

"Tahun 2022 juga masih dipenuhi ketidakpastian dan berpotensi memperlemah prakiraan perekonomian secara global, baik dari pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Pada saat yang sama, inflasi ini membuat harga komoditas akan mengalami normalisasi dari tingkat paling tinggi pada akhir 2021 sampai 2022," lanjut Sri Mulyani.

Meskipun menghadapi situasi ini, Sri Mulyani menegaskan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara berkembang yang telah mencapai level pertumbuhan ekonomi pra covid-19. Bahkan, saat ini dia menambahkan bahwa tingkat GDP (Gross Domestic Product) Indonesia telah mencapai US$ 1.150 miliar.

"Instrumen kebijakan punya peran penting untuk melakukan kebijakan countercyclical yang mampu meredam shock akibat pandemi dan telah mengalami netralisasi dan proses pemulihan," tuturnya.

Sri Mulyani juga menyatakan bahwa saat ini, Indonesia tenga mengalami proses pemulihan ekonomi yang sangat baik. Hal ini terlihat dari capaian positif dari seluruh sektor yang dikatakan cukup merata, baik dari sisi permintaan, konsumsi, investasi, ekspor, dan lainnya.

"Bahkan sektor perdagangan yang terkena dampak paling parah akibat pandemi mereka masih tetap bisa tumbuh 5% dan ini perkembangan baik. Sektor pertambangan juga mengalami peningkatan komoditas," ucap Sri Mulyani.

Dia pun menegaskan bahwa proses pemulihan ekonomi selama pandemi juga lebih cepat jika dibandingkan dengan krisis keuangan Asia yang terjadi pada 1998. Pada saat itu, GDP dikatakan membutuh waktu 5 tahun untuk pulih dan sektor manufaktur memerlukan waktu 3 tahun untuk pulih.

"Pandemi meskipun menciptakan shock yang besar, proses pemulihan dari GDP hanya butuh 2 tahun saja atau kurang, bahkan sektor manufaktur hanya butuh waktu 5 kuartal sebelum bisa pulih hingga level prapandemi," pungkasnya. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya