CENTER for Indonesian Policy Studies (CIPS) mengungkapkan peningkatan permintaan global akan bahan bakar nabati atau biofuel berbasis minyak sawit berpotensi berdampak pada gangguan pasokan minyak sawit mentah atau crude palm oil/CPO untuk produksi minyak goreng di Indonesia.
"Adanya peningkatan pangsa produksi CPO untuk bahan bakar nabati sebesar 24% dari 2019 hingga 2020 diikuti dengan penurunan pangsa CPO yang diolah menjadi komoditas pangan seperti minyak goreng di Indonesia akan menyebabkan kelangkaan," jelas Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Nisrina Nafisah dalam keterangannya, Senin (7/2).
Minyak goreng di Indonesia umumnya dihasilkan dari minyak sawit mentah yang harganya berkorelasi langsung dengan harga CPO internasional. Sepanjang 2021, harga CPO internasional dilaporkan CIPS naik 36,3% dibandingkan 2020 dan hingga Januari 2022 sudah mencapai Rp15.000/kilogram.
Tingginya harga tersebut, jelas Nisrina, disebabkan oleh kekurangan pasokan di tengah meningkatnya permintaan di banyak bagian dunia karena belum pulihnya ekonomi akibat gelombang kedua covid-19. Produksi CPO di Indonesia juga disampaikan CIPS menunjukkan kecenderungan penurunan sejak 2019. Produksi kembali turun di 2021 sebesar 0,9% menjadi 46,89 juta ton. "Laporan Outlook 2022 Dewan Negara Penghasil Minyak Sawit (CPOPC) menunjukkan stok akhir CPO di Indonesia pada 2021 berada di bawah tingkat rata-rata 4 juta ton," sebut Nisrina.
Data kebutuhan CPO untuk produksi biofuel dapat dilihat dari jumlah konsumsi CPO untuk biofuel. Antara 2019-2021, CIPS mencatat produksi CPO untuk biofuel meningkat dari 5,83 juta ton menjadi 7,38 juta ton. Jumlah tersebut diperkirakan meningkat pada 2022 seiring dengan meningkatnya konsumsi biodiesel yang diperkirakan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) berjumlah 8,83 juta ton.
Baca juga: Bantahan atas Tudingan Program Biodiesel Bikin Harga Minyak Goreng Tinggi
Nisrina mengatakan, Kementerian Perdagangan menyatakan kelangkaan pasokan disebabkan oleh penurunan produktivitas perkebunan sawit milik BUMN, swasta, dan petani kecil di kedua negara produsen utama minyak sawit dunia, Indonesia dan Malaysia, yang setidaknya menyumbangkan 85% dari pasokan global. Penelitian CIPS mengusulkan pemerintah untuk fokus kepada kebijakan terkait input pertanian, terutama pupuk bersubsidi, dengan memperbaiki mekanisme penebusan melalui Kartu Tani, dengan target penerapan secara nasional pada 2024 untuk meningkatkan produktivitas kelapa sawit. "Untuk jangka panjang, pemerintah perlu merancang mekanisme evaluasi pemberian subsidi, menetapkan indikator kelulusan seorang petani atau suatu wilayah penerima subsidi, serta menargetkan batas waktu pencabutan subsidi," pungkasnya. (OL-14)