Headline
AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.
Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.
KEMENTERIAN Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyiapkan peta jalan atau roadmap dalam mencapai target net zero emission atau nol emisi karbon pada 2060. Penyediaan tenaga listrik pun dibagi atas dua fase.
Fase pertama dari 2021 hingga 2030, di mana kontribusi pembangkit berbahan gas dan batu bara masih mendominasi. Fase berikutnya dari 2031 sampai 2060, yakni peran pembangkit energi baru terbarukan (EBT) akan dominan untuk mendukung transisi energi bersih
"Diperkirakan pada 2035 bauran pembangkit EBT mencapai hingga 50% yang didominasi oleh PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) baik berupa rooftop atau floating solar PV System dan lainnya," kata Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara Irwandy Arif dalam konferensi pers virtual Asosiasi Pemasok Batu Bara dan Energi Indonesia (Aspebindo), Kamis (18/11).
Setelah 2030, pemerintah menargetkan mempensiunkan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) secara bertahap. Tujuannya untuk mengejar bauran EBT yang didukung oleh penggunaan Battery Energy Storage System (BESS), dan kemudian pemanfaatan hidrogen untuk listrik.
"Serta membangun listrik tenaga nulkir hingga mencapai 35 MegaWatt (MW). Usaha ini tentunya harus bersungguh sungguh dan tantangannya sangat besar," ucap Irwandy.
Baca juga: Pertamina Kilang Siapkan 5 Inisiatif Menuju Transisi Energi
Irwandy juga menyinggung soal rogram co-firing biomassa pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang dinilai dapat menurunkan emisi karbon atau gas rumah kaca. Dia berujar, PLN telah melakukan uji co-firing dengan berbagai sumber biomassa, antara lain serbuk gergaji, serpihan kayu, cangkang inti sawit dan lainnya.
"Co-firing biomassa akan dilakukan di 52 lokasi PLTU milik PLN dengan total kapasitas 18GW. Hngga Juli 2021, pengujian telah dilakukan di 42 PLTU," jelasnya.
Dalam paparan Irwandy terlihat, pada 2040 nanti pemerintah akan menargetkan bauran pembangkit EBT dengan porsi 66% yang juga didominasi oleh PLTS, hidro dan bioenergi. Nantinya, penjualan motor konvensional akan diturunkan, lalu pemasangan lampu LED 70% dan bisa menurunkan emisi 796 juta ton CO2.
Lalu di 2050, porsi bauran EBT pun akan ditingkatkan menjadi 93%. Setahun sebelumnya, yakni di 2049, pemerintah akan memulai Commercial Operation Date (COD) Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir atau PLTN. Di 2050, penjualan mobil konvensional atau dengan sistem pembakaran juga mulai diturunkan.
Puncaknya di 2060, bauran EBT dicanangkan akan 100% di Indonesia, dengan memasifkan pemanfaatan hidrogen. Seluruh kendaraan motor akan berbasis listrik dan penurunan emisi hingga 1.526 juta ton CO2. (A-2)
Dirjen Minerba Kementerian ESDM periode 2015-2020, Bambang Gatot Ariyono (BGA) ditahan usai ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi timah
Dirjen Migas KESDM Tutuka Ariadji bersama direksi Pertamina Patra Niaga meninjau langsung sarana dan fasilitas operasional, serta memastikan pasokan energi dalam kondisi aman.
Anggota Komisi VII DPR RI Nurzahedi mengungkapkan program BPBL adalah upaya pemerintah memastikan masyarakat mendapatkan listrik sehingga berdampak positif pada berbagai bidang.
Hingga triwulan III 2023, rasio elektrifikasi (RE), yakni perbandingan jumlah rumah tangga yang berlistrik dengan total rumah tangga se-Indonesia, mencapai 99,74%.
Pembangkit Listrik Tenaga Energi Baru Terbarukan (EBT) yang berasal dari energi surya adalah 845GW, ekivalen dengan 28% dari kapasitas pembangkit lainnya.
PLTP Panas Bumi Sorik Marapi di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, mengalami semburan liar (blow out) yang diikuti dengan keluarnya gas hidrogen sulfida
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved