Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
ANGGOTA Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Tirta Segara mengatakan bahwa tingkat inklusi keuangan saat ini belum merata. Hal ini disebabkan oleh akses keuangan di wilayah perkotaan yang jauh lebih baik dibandingkan di wilayah pedesaan
"Berdasarkan survei nasional literasi dan inklusi keuangan 2019, tingkat inklusi keuangan nasional sudah relatif tinggi atau mencapi 76%. Namun, tingkat inklusi keuangan tersebut belum merata. Akses keuangan di wilayah perkotaan mencapai 84% jauh dibandingkan wilayah pedesaan yang mencapai 69%," ungkapnya dalam Penutupan Bulan Inklusi Keuangan 2021 secara virtual, Selasa (2/11).
Baca juga: Penggunaan QRIS Tembus 1,2 Juta Merchant
Menurut Tirta, tingginya inklusi keuangan ini juga tidak dibarengi dengan pemahaman masyarakat akan produk keuangan. Dengan kata lain, tingkat literasi keuangan nasional masih sangat rendah atau hanya mencapai 38% pada 2019.
"Oleh karena itu, segala upaya untuk mengakselersasi inklusi keuangan yqng merata dan menjangkau seluruh masyarakat yang dibarengi upaya peningkatan literasi keuangan merupakan hal yang penting dan strategis," kata Tirta.
Menurutnya, ada tiga alasan penting mengapa inklusi keuangan harus terus didorong dan diharapkan menjadi salah satu solusi untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional.
Pertama, Tirta meyakini bahwa inklusi keuangan dapat menjadi mesin pendorong proses pemulihan ekonomi. Karena, penyaluran pembiayaan untuk usaha kecil, mikro dan ultra mikro dapat menjadi penggerak roda perekonomian.
"Oleh karena itu, kami dorong industri jasa keuangan untuk terus kembangkan produk keuangan yang sesuai kebutuhan dan kemampuan masyarakat. Melalui Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD), kami mendorong program kredit pembiayaan melawan rentenir yaitu skema pembiayaan dengan proses cepat dan memiliki biaya rendah," tuturnya.
"Kami harap, ini dapat jadi salah satu jawaban pembiayaan yang mudah dan terjangkau bagi pegiat pariwisata, pelaku usaha ultra mikro, usaha mikro dan kecil agar mereka bukan hanya dapat bertahan hidup, tapi juga membangkitka usahanya pascapandemi," lanjut Tirta.
Kedua, menurutnya, inklusi keuangan diharapkan akan mendukung ketahanan ekonomi masyarakat dalam berbagai situasi dan kondisi. Dalam hal ini, ketersediaan keuangan yang disertai keterampilan pengelolaan keuangan akan membantu masyarakat bertahan dalam menghadapi tekanan ekonomi. Hal ini memungkinkan mereka lebih siap dalam menghadapi krisis.
"Kami meyakini bahwa tingkat pemahaman yang lebih baik terhadap produk dan layanan jasa keuangan akan mendorong masyarakat menggunakan produk jasa keuangan dalam beraktivitas ekonomi," tegasnya.
Ketiga, Tirta menegaskan bahwa inklusi keuangan juga berkaitan dengan funding atau investasi untuk masa depan. Menurutnya, sebagaimana diketahui, orang dewasa di Indonesia yang mengikuti program pensiun, hanya sekitar 6%. Angka ini relatif rendah, padahal menyiapkan investasi untuk hari tua merupakan hal penting agar tidak menjadi beban bagi ahli waris di kemudian hari.
Tirta juga meyakini bahwa program inklusi keuangan melalui kebiasaan menabung sejak dini juga dapat menciptakan budaya hemat dan tidak membelanjakan untuk hal-hal yang kurang bermanfaat.
"Oleh karena itu, OJK menginginkan sektor industri jasa keuangan menjadi inklusif bagi seluruh kalangan masyarakat termasuk bagi generasi penerus kita. Melalui satu rekening satu pelajar memungkinkan pelajar kita memiliki rekening tabungan. Selain untuk dapat menciptakan budaya yang baik juga, hal ini penting untuk membentuk karakter bangsa yaitu generasi muda yang tidak hanya kreatif, rajin dan disiplin tapi juga memiliki karakter hidup hemat dan tidak koruptif," pungkas Tirta. (OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved