Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Regulasi PLTS Atap Diharapkan Memihak Masyarakat

Mediaindonesia.com
24/7/2021 19:20
Regulasi PLTS Atap Diharapkan Memihak Masyarakat
Petugas merawat panel surya yang terpasang di atap Gedung Direktorat Jenderal (Dirjen) Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, jakarta.(ANTARA/Aprillio Akbar )

REVISI Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 49/2018 belum juga selesai meski telah melewati pembahasan selama beberapa bulan. Menurut Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Fabby Tumiwa, perbaikan regulasi itu penting untuk memaksimalkan pemanfaatan energi surya yang potensinya mencapai 19,8 TWp dalam rangka mendukung pencapaian target 23% bauran energi terbarukan di 2025 sesuai target Perpres No. 22/2017.

“PLTS Atap dapat mendukung pencapaian target energi terbarukan yang dicanangkan Presiden Joko Widodo melalui gotong royong masyarakat. Adanya potensi teknis dan minat yang tinggi dari masyarakat dan pelaku usaha untuk ikut serta mendukung program pemerintah melalui pemasangan PLTS Atap harus direspon dengan regulasi yang kondusif," ujarnya.

Baca juga: Keren, Perusahaan Farmasi Ini Pasang Panel Surya di Atap Pabrik

"Bagi konsumen rumah tangga ketentuan ekspor-impor 1:1 ke dan dari jaringan PLN akan mempercepat waktu pengembalian investasi pelanggan. Diperlukan juga dengan proses pengajuan dan perizinan yang jelas, tidak berbelit-belit, kepastian mendapatkan meter exim yang diterapkan seragam di seluruh Indonesia sehingga calon pengguna mendapatkan kepastian,” tegasnya.

Menurut Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM. Dr. Dadan Kusdiana, dalam berbagai kesempatan, draft terbaru revisi Permen 49/2018 ini akan mengembalikan tarif ekspor-impor listrik net-metering menjadi 1:1 sesuai Peraturan Direksi PLN 1 yang sebelumnya dipakai, periode reset kelebihan transfer listrik diperpanjang dari 3 bulan menjadi 6 bulan, dan penyederhanaan proses pendaftaran serta penggantian kWh meter.

Survei pasar yang dilakukan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) di Jabodetabek, Surabaya, Bali, dan Jawa Tengah 2 menunjukkan aspirasi calon pengguna  PLTS atap untuk tingkat keekonomian yang lebih baik. Mayoritas responden menginginkan periode balik modal investasi di bawah 7 tahun, dominan di 3-5 tahun.

Keekonomian memang masih menjadi salah satu faktor penting bagi masyarakat dan
berbagai pihak, di samping motivasi lainnya seperti kontribusi pelestarian lingkungan dan persepsi bahwa PLTS atap merupakan teknologi hi-tech. Perbaikan regulasi yang meningkatkan keekonomian terbukti menjadi pendorong utama naik  instalasi PLTS atap di sektor industri.

Jika pemerintah serius ingin menunjukkan dukungan pada pemanfaatan energi surya, peraturan yang ada harus merefleksikan tingkat keekonomian yang menarik, juga kejelasan prosedur. Rasionalitas keekonomian dengan tarif net-metering 1:1 ini seringkali dikhawatirkan mengurangi pemasukan (revenue) PLN, bila banyak masyarakat yang menggunakan PLTS atap.

Kondisi oversupply di beberapa wilayah, ditambah dengan turunnya permintaan listrik dan tidak tercapainya pertumbuhan sales listrik juga banyak diungkapkan sebagai alasan. Simulasi IESR 3 menunjukkan bahwa bila terdapat total instalasi 1 GWp PLTS atap, pemasukan PLN hanya akan berkurang 0,52% dengan tarif net-metering 1:1 dan 0,58% dengan tarif 1:0,65.

Dengan tenggat waktu yang tinggal 4 tahun untuk mencapai target energi terbarukan 23% pada 2025 dan pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) sesuai komitmen dalam Nationally Determined Contribution (NDC), partisipasi berbagai pihak, khususnya masyarakat sangat penting. PLTS atap adalah salah satu kontribusi nyata masyarakat untuk target tersebut, yang dapat dilakukan secara cepat di seluruh wilayah Indonesia, serta tidak menggunakan anggaran pemerintah.

PLTS atap juga dapat menjadi solusi strategis pemerintah untuk penyediaan akses
energi yang berkualitas, berkelanjutan, dan tidak membebani anggaran negara. Pemerintah dapat mengganti subsidi listrik untuk rumah tangga atau kelompok penerima subsidi lain dengan PLTS atap, sehingga mereka dapat menggunakan listrik yang cukup untuk kegiatan produktif dan bahkan tidak perlu membayar listrik.

"Pengembangan PLTS turut meningkatkan lapangan kerja. Di SUN Energy sendiri, sejak tiga tahun lalu ada peningkatan tenaga kerja sekitar 300%. PLTS merupakan bagian dari teknologi dan inovasi yang tidak dapat kita hindari. Penggunaan PLTS sudah semakin lumrah di negara-negara yang mengembangkan energi baru dan terbarukan seperti Amerika,, China, juga Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Menjadi hak semua mayarakat untuk bisa memakai teknologi dan inovasi yang efisien dan ekonomis,” ujar Sekjen AESI, I Made Aditya, yang juga Head of Sales and Business Solution SUN Energy.

"Pengembangan PLTS membentuk sebuah ekosistem bisnis yang terbuka. Siapa pun bisa terlibat di dalamnya, semua pelaku usaha bisa berkompetisi secara sehat. Regulasi seharusnya mendukung kompetisi secara sehat sehingga pada akhirnya nanti, masyarakat menjadi pihak yang diuntungkan," ujarnya. (RO/A-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Maulana
Berita Lainnya