Realisasi Anggaran Testing Covid-19 RI Lebih Kecil Dibanding Vaksinasi

Insi Nantika Jelita
09/7/2021 20:28
Realisasi Anggaran Testing Covid-19 RI Lebih Kecil Dibanding Vaksinasi
Tenaga kesehatan menyiapkan dosis vaksin Covid-19(MI/Amir MR)

PENGGUNAAN anggaran dalam testing serta tracing dinilai lebih minim ketimbang program vaksinasi covid-19. Hal itu dikemukakan oleh Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Andree Surianta.

Dia menjabarkan, data terakhir dari Kementerian Keuangan menunjukkan baru Rp4,08 triliun dari total anggaran penanganan covid-19 2021 yang berjumlah Rp185,98 triliun, yang digunakan untuk diagnostik (testing dan tracing).

Jumlah tersebut dikatakan jauh lebih kecil dibandingkan dengan alokasi untuk vaksinasi sebesar Rp58 triliun dan Rp59,1 triliun untuk pengobatan.

"Testing dan tracing ini sangat penting untuk memahami skala penularan, supaya sumber daya bisa diarahkan secara tepat," kata Andree dalam keterangan resminya, Jumat (9/7).

Dia menyebut dari pengakuan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang bilang beberapa daerah dengan sengaja menurunkan angka pemeriksaan agar angka penularan terlihat lebih rendah. Untuk mencegah perilaku ini, pemerintah akan mengubah sistem penentuan zonasi menjadi berdasarkan positivity rate. 

Baca juga : Kementan: Anjing dan Kucing Belum Terbukti Tularkan Covid-19

Andree berpendapat bahwa keputusan ini patut disambut baik karena jumlah tes dan positivity rate lebih sesuai bagi untuk skema PPKM mikro yang memerlukan tingkat ketepatan tinggi dalam pengambilan kebijakan. 

"Kalau banyak orang tertular tetapi jumlah pemeriksaan sedikit, maka positivity rate akan tinggi," sebut Andree. 

Dengan demikian semakin banyak jumlah yang dites, seharusnya positivity rate semakin turun dan semakin rendah positivity rate berarti jumlah kasus positif yang ditemukan lebih mencerminkan kondisi sesungguhnya. 

"Jadi memperbanyak pemeriksaan dan pelacakan akan lebih berguna untuk skema PPKM daripada sekedar mengetahui jumlah kasus," tegasnya. 

Prinsip inilah, kata Andree, yang diacu WHO saat merekomendasikan standar positivity rate . Menurut WHO, jika suatu daerah berhasil menekan positivity rate di bawah 5% selama 14 hari, maka pandemi bisa dikatakan sudah terkendali di sana. Daerah dengan positivity rate di bawah 5% akan mengetahui secara akurat jumlah dan konsentrasi kasus, sehingga intervensi pun bisa lebih terarah. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya