Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Efektivitas Utang Terlihat dari Rasio Terhadap PDB

M. Ilham Ramadhan Avisena
27/6/2021 20:01
Efektivitas Utang Terlihat dari Rasio Terhadap PDB
Utang negara(Ilustrasi )

EKONOM dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menuturkan, cara sederhana untuk mengukur efektivitas utang ialah dengan melihat rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara.

"Jika (rasio utang terhadap PDB) turun, artinya peningkatan kinerja ekonomi. Sebaliknya, jika rasio utang semakin besar, maka peningkatan utang belum mampu meleverage ekonomi secara keseluruhan," tuturnya saat dihubungi, Minggu (27/6).

Itu terjadi karena umumnya PDB memiliki angka yang lebih besar ketimbang jumlah utang yang dimiliki suatu negara. Indonesia pada April 2021 memiliki rasio utang 41,18% terhadap PDB. Angka itu masih berada di bawa ambang batas dalam Undang Undang 17/2003 tentang Keuangan Negara, yakni 60% terhadap PDB.

Secara nominal, hingga Mei 2021 utang Indonesia tercatat sebesar Rp6.527,29 triliun. Jumlah itu meningkat dari posisi akhir Desember 2020 yang tercatat sebesar Rp6.074,56 triliun. Posisi itu mengalami peningkatan sebesar Rp1.296,56 triliun dari posisi akhir Desember 2019 yang tercatat senilai Rp4.778 triliun.

Yusuf mengatakan, utang memang bisa dijadikan sebagai pengungkit untuk meningkatkan pertumbuhan. Hanya, di lain sisi terdapat risiko yang mesti ditanggung bila pengelolaannya tidak efektif.

"Perlu diingat juga bahwa para ekonom dan scholars masih memperdebatkan indikator utang, meskipun indikator yang sering digunakan adalah rasio utang terhadap PDB, namun indikator ini diklaim tidak bisa dipukul rata ke semua negara," kata Yusuf.

Baca juga : Investasi Properti di Tengah Pandemi Jadi Pilihan Tepat

Dia juga mengkritisi indikator yang digunakan bila utang berkorelasi dengan erat pada pertumbuhan ekonomi nasional. Sebab, umumnya Indonesia menarik utang melalui penerbitan Surat Utang Negara (SUN) yang hasilnya kemudian dianggarkan ke dalam pos belanja negara.

Sedangkan hingga saat ini belanja negara cenderung lebih banyak dihabiskan pada belanja non produktif seperti belanja pegawai dan belanja rutin. "Kalau kita melihat proporsi belanja pemerintah pusat, masih didominasi oleh belanja pegawai dan barang yaitu belanja rutin yang sifatnya bukan belanja non-produktif," imbuh Yusuf.

"Jadi tidak bisa kemudian dikatakan bahwa surat utang ini dibelanjakan untuk sesuatu yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi," sambung dia.

Akan berbeda ceritanya, lanjut Yusuf, bila hasil penerbitan SUN dialokasikan secara khusus dalam belanja produktif tertentu. "Misalnya surat utang untuk industri manufaktur, mungkin argumen pemerintah bisa diterima," terang dia.

Pernyataan Yusuf itu berkenaan dengan keterangan yang diberikan Deputi bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir. Dia mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini turut ditopang oleh utang pemerintah dan utang swasta. Tanpa adanya utang, ekonomi Indonesia hanya mampu tumbuh di angka 2%.

"Indonesia tumbuh tinggi selama ini adalah berasal dari utang. Kalau tanpa utang, yakni utang pemerintah dan utang swasta, pertumbuhan rata-rata per tahun Indonesia paling hanya 1% hingga 2%. Kenapa demikian? Karena size ekonomi menjadi sangat kecil sehingga pertumbuhan juga menjadi kecil," tuturnya saat dihubungi, Minggu (27/6). (OL-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Baharman
Berita Lainnya