Headline

Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.

Sikap Tegas Kemenkominfo terkait Radio STI Patut Diapresiasi

Mediaindonesia.com
17/6/2021 13:48
Sikap Tegas Kemenkominfo terkait Radio STI Patut Diapresiasi
Alamsyah Saragih, pengamat kebijakan publik yang juga Komisioner Ombudsman periode 2016-2021.(ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha)

KONSISTENSI dan sikap tegas dalam menjalankan aturan terus ditunjukkan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate.

Sikap tegas yang baru-baru ini ditunjukkan adalah dengan dilayangkannya surat teguran ke dua dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) ke PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia (STI) atas tunggakan tagihan Biaya Hak Penggunaan (BHP) Spektrum Frekuensi Radio untuk Izin Pita Frekuensi Radio 450 MHz yang selama ini dipergunakannya.

Sebelumnya pada 1 Mei 2021 Kominfo sudah melayangkan surat teguran ke STI untuk membayar Rp442 miliar tunggakan tagihan BHP Spektrum Frekuensi Radio beserta denda.

Jika hingga 31 Juli 2021 STI tidak melakukan pembayaran, Kemenkominfo mengancam akan menghentikan sementara operasioal penggunaan spektrum frekuensi radio yang selama ini mereka gunakan pada 1 Agustus 2021.

Sikap tegas yang ditunjukkan Menteri Johnny ini dinilai positif oleh Alamsyah Saragih, pengamat kebijakan publik.

Menurut Komisioner Ombudsman periode 2016-2021, jika ada operator yang 'bandel' tidak mau membayar tunggakan BHP frekuensi, pemerintah dapat segera mencabut izin penyelenggaraan telekomunikasinya.

"Dengan UU Cipta Kerja dan PP Postelsiar pemerintah memiliki dasar yang kuat untuk mencabut izin penyelenggaraan frekuensi STI. Jadi Pemerintah harus tegas kepada operator telekomunikasi yang bandel dan memberikan potensi kerugian negara," terang Alamsyah, Kamis (17/6).

Ketika izin penyelenggaraan frekuensi STI dicabut pemerintah, Alamsyah memastikan kewajiban mereka untuk membayar tunggakan BHP frekuensi tidak akan hilang. Kewajiban pembayaran BHP frekuensi tetap akan diminta pemerintah.

Namun tagihan tersebut akan diserahkan kepada Kementrian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.

"Jadi operator yang dicabut izin penyelenggaraan frekuensinya tak akan bisa menghindar dari tunggakan BHP frekuensi. Kemenkeu akan kejar tunggakan tersebut sampai mereka melunasinya," ujarnya.

"Selanjutnya Kemenkominfo dapat melelang frekuensi 450 MHz tersebut ke operator telekomunikasi yang memiliki komitmen kuat untuk membangun dan membayar kewajibannya kepada Negara," kata Alamsyah.

Langkah Menteri Johnny untuk memaksimalkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor telekomunikasi sudah sangat tepat. Agar PNBP negara di era kepemimpinan Menteri Johnny dapat optimal, Alamsyah menyarankan Kominfo dapat segera memutuskan nasib frekuensi 2,6 GHz.

Selama ini frekuensi 2,6 GHz diduduki oleh penyelenggara tv berbayar melalui satelit. Pemanfaatannya selama ini tidak optimal. Padahal frekuensi tersebut bisa dipergunakan untuk layanan 5G.

"Harusnya Kemenkominfo dapat memaksa pemegang izin frekuensi 2,6 GHz untuk menggembalikan sebagian frekuensi yang dimilikinya. Tidak perlu menunggu sampai 2024. Sesuai amanah UU Cipta Kerja dan PP Postelsiar, pemerintah dapat mencabut izin penggunaan frekuensi radio yang tak optimal. Apa lagi PNBP dari tv berbayar melalui setelit tidak optimal," terang Alamsyah.

Alamsyah mendengar kabar, saat ini penyelenggara televisi berbayar melalui satelit yang menguasai frekuensi 2,6 GHz berencana menjadi operator broadband di Indonesia. Upaya ini dilakukan dengan mengajukan izin penyelenggaraan telekomunikasi ke Kemenkominfo.

Menurut Alamsyah, pemerintah tak perlu mengakomodasi permintaan penyelenggara televisi berbayar tersebut untuk menjadi operator telekomunikasi. 

Selain izin penyiaran dan izin telekomunikasi merupakan dua hal yang sangat berbeda, jumlah operator telekomunikasi saat ini sudah banyak. Trend industri telekomunikasi sekarang adalah konsolidasi. Selain itu, penguasa frekuensi 2,6 GHz tersebut juga pernah kabur dari industri telekomunikasi nasional.

"Landing right mereka akan habis tahun 2024. Kenapa pemerintah kasih izin ke mereka yang kurang memiliki komitment untuk membangun industri telekomunikasi. Pemerintah mungkin bisa dengan memigrasikan mereka ke pita frekuensi lain yang lebih optimal sesuai kebutuhannya sebagai lembaga penyiaran," jelasnya.

"Bukan malah memberikan izin operator telekomunikasi. Saya meminta agar pemerintah jangan kasih izin kepada petualang-petualang di industri telekomunikasi. Apalagi frekuensi merupakan sumber daya terbatas dan aset publik," ungkap Alamsyah.

Seperti kita ketahui bersama konglomerasi MNC selaku induk dari Indovision, pernah mengantongi izin penyelenggaraan selular di Indonesia (PT Mobile8 Telecom Tbk) dengan brand Fren. Seiring berjalannya waktu, di tahun 2009 MNC menjual Mobile8 ke Sinarmas.

Selain pernah hengkang dari industri telekomunikasi nasional, petinggi dari Mobile8 juga pernah diperiksa penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi restitusi pajak PT Mobile 8 periode 2007-2009. (RO/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya