Headline
Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.
SEUSAI terbentuknya Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), pemerintah menargetkan utang kasus BLBI yang mencapai Rp110,4 triliun dapat terselesaikan dalam tiga tahun.
Menteri Keuangan sekaligus Dewan Pengarah Satgas Penanganan BLBI Sri Mulyani Indrawati mengatakan, dengan kerja sama antara Bareskrim, Kejaksaan, Badan Intelejensi Nasional (BIN) dan kementerian/lembaga yang juga terlibat, diharapkan semua celah untuk tidak melunasi utang dari obligor dan debitur BLBI akan tertutup.
"Paling tidak, semua celah aset dari dalam negeri bisa tertutupi. Karena (utang dari dalam negeri) cukup banyak dan signifikan dan di luar negeri juga sesuai pernyataan dari Pak Menko Polhukam akan terus dikejar. Jadi hari ini kita lakukan dengan rapi sehingga harapannya dalam tiga tahun ini sebagian besar atau keseluruhan (utang) bisa kita kembalikan hak negara tersebut," ungkapnya usai konferensi pers secara daring, Jumat (4/6).
Terkait prioritas penagihan, Sri Mulyani memastikan bahwa seluruh obligor dan debitur BLBI akan dikejar. Pasalnya saat ini pemerintah sudah mengantongi hak tagih untuk semua obligor dan debitur tersebut.
"Prioritasnya siapa saja, memang sudah jelas dan ada hak tagihnya. Jadi semua (obligor dan debitur yang terlibat) menjadi prioritas, karena sudah 20 tahun," tegas Sri Mulyani.
Baca juga : BPJAMSOSTEK Terus Sosialisasi Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan
Dia menambahkan, daftar para obligor dan debitur BLBI sebenarnya sudah dikantongi oleh pemerintah. Namun, pemerintah memutuskan untuk tidak mengumumkan daftar tersebut terlebih dahulu agar tidak terjadi saling menyalahkan.
"Tapi yang jelas mereka (obligor dan debitur) merupakan pemilik bank yang waktu itu ditutup atau menghadapi persoalan dan punya dana BLBI. Selain itu ada juga mereka yang memiliki utang di bank tersebut. Apakah itu Bank BUMN yang menjadi bank negara pada saat itu atau bank lainnya," tuturnya.
Sri Mulyani berharap para obligor dan debitur yang terlibat memiliki niat baik untuk melunasi utang mereka. Bahkan, dia memastikan jika ada keturunan daei obligor atau debitur yang ingin menyelesaikan perihal utang yang sudah mencapai 20 tahun ini akan dilakukan penyelesaian dengan cara baik-baik.
"Namun juga kita ada aspek proporsionalitas, kalau utangnya besar banget dan bayarnya cuma Rp1 miliar, yah akan kita lihat juga (penyelesaiannya). Tapi tetap kita hargai mereka yang lakukan reach out," pungkas Sri Mulyani.
Sementara itu, Ketua Satgas Penanganan BLBI Rionald Silaban merinci, utang BLBI yang mencapai Rp110,4 triliun tersebut terdiri dari utang obligor yang mencapai Rp40 triliun dan sekitar Rp80 triliun lebih merupakan utang dari debitur.
"Untuk (utang) obligor ex BBPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) sekitar Rp30 triliun, sedangkan untuk obligor yang ex BDL (Bahana Dana Likuid), karena sebelum BBPN dibentuk juga ada kejadian likuidasi itu Rp10 triliun. Sisanya itu (utang) debitur," ujar Rio. (OL-2)
Kasus itu menjadi bagian dari megakorupsi yang berhasil diungkap. Perkara ini masuk ke dalam daftar perkara korupsi yang merugikan keuangan negara dengan nilai sangat fantastis.
Indonesia memiliki sejarah kelam terkait kasus-kasus korupsi yang tidak hanya mengakibatkan kerugian materi, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Satgas BLBI telah menyita dan melelang barang milik Marimutu Sinivasan karena bos Texmaco itu tak kunjung membayar utang ke negara.
Masih ada 21 obligor pengemplang BLBI dengan nilai tagih Rp34 triliun dan 419 debitur yang menjadi prioritas dengan nilai tagih sebesar Rp38,9 triliun dan US$4,5 miliar.
KEBERADAAN buronan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Marimutu Sinivasan tak diketahui usai ditangkap pihak Imigrasi Entikong, Kalimantan Barat, pada Minggu (8/9).
Penangkapan dilakukan saat Petugas Imigrasi di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong mencegah keberangkatan pria 87 tahun itu ke Kuching, Malaysia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved