Headline
Bansos harus menjadi pilihan terakhir.
PRAKTIK perkebunan sawit berkelanjutan merupakan solusi bagi pemenuhan kebutuhan dunia terhadap minyak nabati. Pasalnya, populasi global yang diperkirakan mencapai 9,8 miliar pada 2050 berpotensi meningkatkan kebutuhan minyak nabati hingga 200 juta ton setiap tahun untuk kebutuhan pangan, energi, dan barang kebutuhan sehari-hari.
"Minyak kelapa sawit dapat menjadi solusi jangka panjang karena produktivitasnya yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan minyak nabati lain. Dengan lahan yang lebih sedikit, mampu menghasilkan minyak nabati yang lebih banyak,” ujar Franky Oesman Widjaja, Chairman Sinar Mas Agribusiness & Food, saat memberikan sambutan pada Indonesian Palm Oil Conference 2020 New Normal: Palm Oil Industry in the New Normal Economy.
Franky menambahkan pengembangannya melalui skema inclusive closed loop yang tidak saja meningkatkan produksi secara berkelanjutan, melainkan juga meningkatkan kesejahteraan para petani dan mengurangi pelepasan emisi. Skema ini telah dijalankan oleh perusahaan/lembaga yang tergabung dalam Partnership for Indonesia Sustainable Agriculture (PISAgro) dan telah menjangkau hingga satu juta petani pada awal 2000.
"Hasilnya, produktivitas mereka meningkat antara 40% sampai 76%. Pendapatan bertambah antara 50% hingga 200%, bergantung pada jenis komoditasnya. Melalui kemitraan lintas pihak, petani benar-benar mendapatkan pendampingan penuh dari perusahaan." Franky optimistis komoditas minyak sawit dapat berkontribusi mengantarkan Indonesia menjadi ekonomi ketujuh dunia terbesar dari segi GDP di 2030, sebagaimana analisis sejumlah lembaga seperti Dana Moneter Internasional (IMF), McKinsey, dan Price Waterhouse.
Lebih lanjut, Franky mengatakan petani kecil yang mengelola hingga 41% dari total 16,38 juta hektare perkebunan kelapa sawit merupakan kelompok yang paling rentan dalam rantai nilai. Produktivitasnya rendah, rata-rata 2 hingga 3 ton per hektare per tahun, jauh tertinggal dibandingkan standar industri yang 5 hingga 6 ton per hektar per tahun.
"Pohon kelapa sawit di Indonesia saat ini banyak yang sudah tua dan banyak pula yang tidak memakai benih bersertifikat sehingga perlu peremajaan," ujarnya. Pemerintah Indonesia telah mempromosikan Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) untuk mengganti tanaman sawit yang sudah tidak produktif agar produktivitasnya sesuai standar industri dengan skema inclusive closed loop.
"Dengan model kemitraan ini, petani kecil mendapatkan bimbingan praktik budi daya pertanian yang baik dan ramah lingkungan, benih unggul bersertifikat, teknologi tepat guna, literasi keuangan, akses pendanaan berikut jaminan penyerapan hasil produksi oleh perusahaan pendamping (off-taker) yang berlangsung di bawah naungan koperasi," tutupnya. (RO/OL-14)
PT Perkebunan Nusantara I (PTPN I) menyampaikan keprihatinan yang mendalam atas insiden yang terjadi pada Kamis, (15/5), di Desa Kaligedang, Bondowoso, Jawa Timur.
BAKN DPR RI melakukan kunjungan kerja ke PTPN I Regional 2. Kegiatan tersebut dilakukan sebagai dukungan terhadap keberlanjutan program strategis Tanam Sejuta Pohon.
Di Kabupaten Batang, kopi tidak sekedar kenikmatan sajian minuman khas tetapi kini telah berkembang menjadi sebuah wahana wisata yang menarik perhatian pelancong.
Proyek ini juga mencakup pengembangan ekosistem perkebunan kelapa organik seluas 20 ribu hektare.
Anggota Komisi XII DPR RI Mukhtarudin menyoroti ketidakjelasan manfaat nilai karbon yang diterima oleh daerah. Masih ada kebingungan mengenai realisasi dana karbon bagi daerah,
Pada 2024, sebanyak 331 mahasiswa ITSI berhasil menyelesaikan studi. Dari jumlah tersebut, 53 lulusan telah diterima bekerja di perusahaan perkebunan,
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved