Headline
Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.
Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.
KONFEDERASI Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) enggan menanggapi perpanjangan batas waktu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dari pembentukan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
"Saya belum bisa berkomentar terkait dengan RPP karena belum baca RPP-nya," kata Presiden KSPI Said Iqbal saat dikonfirmasi, Jumat (13/11).
RPP yang disusun oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyebutkan batas waktu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) diperpanjang menjadi maksimal 5 tahun.
Dalam Pasal 59 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) hanya boleh dilakukan paling lama 2 tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu paling lama 1 tahun. Sehingga status PKWT hanya 3 tahun saja.
Sementara dalam Pasal 56 ayat (4) UU Ciptaker, ketentuan lebih lanjut mengenai PKWT berdasarkan jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).
Baca juga: Menaker Bantah Isu PKWT tanpa Batas Waktu
Dalam penyusunan RPP yang digagas Kemenaker KSPI mengaku tidak turut dilibatkan.
"Tidak ada (ajakan), mungkin karena kami dari awal memang menolak omnibus law UU Cipta Kerja," ujar Said Iqbal.
"KSPI dan KSPSI serta 32 federasi konfederasi serikat pekerja lainnya tidak ikut terlibat dalam pembahasan aturan turunan UU Ciptaker karena kami menolak dan minta dibatalkan UU 11/2020 Tentang Cipta Kerja tersebut melalui Judicial Review di Mahkamah Konstitusi," ungkapnya.
Pengajuan Judicial Review juga sebagai bentuk piahk legislatif selaku wakil rakyat untuk meninjau ulang dan melanjutkan aksi penolakan omnibus law UU Ciptaker.(OL-5)
Ada pula tantangan untuk memastikan para pencipta lagu dan musisi mendapatkan royalti dari penggunaan karya cipta mereka.
PENAIKAN rerata Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025 yang ditetapkan pemerintah sebesar 6,5% tak akan berdampak banyak pada peningkatan kesejahteraan buruh atau masyarakat
Pihaknya bakal mematuhi hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 168/PUU-XX1/2023 yang memerintahkan agar kluster ketenagakerjaan dikeluarkan dari Undang-Undang Cipta Kerja
Kenaikan upah pada 2025 diyakini akan menentukan perekonomian di tahun depan.
Terdapat beberapa hal yang dibicarakan dari dialog tersebut, di antaranya terkait tidak adanya kewajiban untuk menetapkan kenaikan upah minimum 2025 pada 21 November 2024
Aturan mengenai upah minimum pekerja belum dapat dipastikan kapan akan terbit. Itu karena formulasi penghitungan upah masih dalam pembahasan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved