Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Belanja Pusat dan Daerah Tulang Punggung Utama di Masa Pandemi

M Ilham Ramadhan
29/9/2020 13:45
Belanja Pusat dan Daerah Tulang Punggung Utama di Masa Pandemi
Belanja negara menjadi tulang punggug di masa pandemi(Antara/Yulius Satria Wijaya)

BELANJA  pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan senjata utama di kala pandemi berdampak signifikan pada perekonomian nasional.

Keduanya, menjadi tulang punggung kehidupan perekonomian Tanah Air untuk bergerak dalam koridor pemulihan dan meminimalisasi dampak pelemahan.

Demikian disampaikan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam webinar Sinergi Pengawasan APIP, SPI, APH bertajuk Sinergi Mengawal Negeri, Menuju Indonesia Maju, Selasa (29/9). “Covid pertama di Indonesia muncul pada Maret, pada Februari sudah ada negara yang tertekan. Pada saat itu pula kita berpikir bahwa anggaran negara harus menjadi tulang punggung kehidupan ekonomi,” imbuhnya.

“Anggaran kita terimbas, ekonomi yang turun, penerimaan pajak turun dan ini dialami oleh APBN dan APBD. Kalau penerimaan turun, maka pertanyaanya adalah bisa kah kita menurunkan belanja supaya budget tetap baik. Jawabannya simpel, tidak mungkin menurunkan belanja di saat seperti ini, karena belanja APBN dan APBD menjadi tulang punggung. Penerimaan turun, belanja naik, maka terjadi defisit,” sambung Suahasil.

Pelebaran defisit itu merupakan langkah luar biasa yang diambil pemerintah mengoptimalkan belanja negara untuk menahan pelambatan ekonomi. Indonesia, kata Suahasil, diakui oleh dunia sebagai negara yang mampu mengelola keuangan secara baik dengan menjaga defisit selalu di bawah 3% setiap tahunnya sejak 2003 silam.

Karena pandemi, pemerintah merancang Perppu 1/2020 dan kemudian disahkan menjadi UU 2/2020 yang mengizinkan bendahara negara melebarkan defisit melampaui 3% hingga 2022. Defisit APBN di 2020 diproyeksikan mencapai 6,34% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Di 2021, dalam RAPBN yang masih dibahas bersama DPR, defisit diproyeksikan mencapai 5,7%.

Naiknya defisit dan optimalisasi belanja pemerintah itu tercermin melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada tahun ini yang dianggarkan sebesar Rp695,2 triliun. Anggaran itu kemudian dibagi ke dalam 6 bidang sektor utama yakni kesehatan, perlindungan sosial, dukungan UMKM, insentif dunia usaha, dukungan sektoral Kementerian/Lembaga dan pemda, dan pembiayaan korporasi.

“6 sektor itu kita jalankan melalui APBN dan APBD, di sini peran APIP (Aparat Pengawas Internal Pemerintah), SPI (Satuan Pengawas Internal), APH (Aparat Penegak Hukum), pengawas dan lainnya untuk memastikan bahwa seluruh kegiatan tersebut dalam waktu singkat tetap akuntabel dan berjalan dengan cepat. Untuk realisasi yang baik, bukan hanya sekadar menggelontorkan uang, tapi juga tetap mengikuti tata kelola dan regulasi yang ada,” jelas Suahasil.

Realisasi belanja program PEN harus berjalan dengan cepat dan tepat. Fungsi APIP, kata Suahasil, ialah meninjau perencanaan pelaksanaan penyerapan dan memastikan segala peraturan serta desain tata kelola berjalan dengan baik dan benar. Satuan pengawas juga perlu memastikan eksekusi program berlangsung dengan benar hingga memastikan itu terserap sesuai peruntukkan atau tepat sasaran.

Sebab, sasaran yang ada dari beberapa program PEN bisa jadi merupakan subyek yang sama. Misal, satu rumah tangga berkategori miskin atau rentan akan mendapatkan bantuan sosial. Namun bila rumah tangga itu memiliki usaha mikro, maka dia juga bisa mendapatkan bantuan dari program dukungan UMKM.

Suahasil bilang, hal itu bukan merupakan bentuk inkonsistensi pemerintah dalam memberikan bantuan. Karena pada tiap program sasarannya telah disusun oleh pengambil kebijakan. “Ini bukan tumpang tindih, tapi ini bentuk nyata dukungan pemerintah untuk mendukung masyarakat, dunia usaha yang taat pajak. Kalau BLT Dana Desa hanya untuk rumah tangga yang belum menerima PKH dan Sembako, karena ini untuk rumah tangga. Lain cerita kalau dia rumah tangga dan mendapatkan dukungan isnentif usaha mikro,” kata dia.

“Sinergi dan kolaborasi antara APH, APIP, SPI dan pembuat kebijakan, ini perlu terus dilakukan sehingga bisa didapatkan sinergi yang bisa merumuskan kebijakan akuntabel, efisien, cepat dan sesuai aturan. Dua aspek ini menjadi penting bagi APIP,” pungkas Suahasil. (E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Raja Suhud
Berita Lainnya