Menggerakkan UMKM Sebagai Dinamisator Ekonomi di Kala Pandemi

Fetry Wuryasti
09/9/2020 21:17
Menggerakkan UMKM Sebagai Dinamisator Ekonomi di Kala Pandemi
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki( MI/FRANSISCO CAROLIO HUTAMA GANI.)

SETELAH Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) mendapatkan alokasi anggaran dari pemerintah sebesar Rp123 triliun, Kementerian Koperasi dan UKM memberikan update dan dampak stimulus kepada UMKM yang kontribusinya 60% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Media Indonesia bersama Media Group berbincang dengan Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, Jumat (4/9), membahas bagaimana UMKM bisa berkontribusi terhadap pergerakan ekonomi. Sehingga kemudian pertumbuhan tidak terlalu dalam kontrakannya.

Baca juga: Menko Airlangga: Bottom Pertumbuhan RI di Triwulan II

TANYA: Bagaimana update kondisi pelaku usaha UMKM di masa pandemi?

JAWAB: Pandemi covid-19 ini diperkirakan masih berlangsung dalam satu dua tahun mendatang. Artinya dari sisi ekonomi, masih akan sangat tergantung kepada ekonomi domestik, terutama yang bisa mengadress masalah lapangan kerja, pangan dan kesehatan. Tiga aspek itu yang sekarang paling nyata kita hadapi. Angka pengangguran dna kemiskinan terus meningkat karena pandemi ini membuat orang kehilangan pekerjaan dan pendapatan, yang berakibat daya beli turun.

Kedua, sekarang selain ada ancaman krisis pangan seperti yang Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) ingatkan, sekarang konsumsi masyarakat di tengah menurunnya daya beli, juga prioritas kepada kebutuhan pokok, kebutuhan sekolah dan pemeliharaan kesehatan. Maka ekonomi domestik yang bisa diandalkan yaitu UMKM.

Saat ini memang UMKM terdampak luar biasa. Hal ini berbeda dengan tahun 1998, di mana krisisnya hanya terjadi di dalam negeri, sehingga dahulu UMKM tampil sebagai penyelamat ekonomi nasional, dengan ekspor naik 350%. Per hari ekspor UMKM hanya 14%. Sekarang yang terjadi krisis terjadi global. Saat ini justru berdampak UMKM, dari dua sisi, pasokan dan permintaan.

Kami sejak awal Februari sudah membuka call center di kementerian untuk mengetahui apa saja dampaknya. Dari sampel yang kami lakukan, sebanyak lebih dari 200 ribu sampel, ditemukan mayoritas UMKM bermasalah di pembiayaan, menurunnya permintaan, dan terganggunya distribusi bahan baku.

Survei Asian Development Bank (ADB) 17 April-22 Mei 2020 di Indonesia, mereka menemukan 48,6% usaha UMKM gulung tikar, setengah lagi tetap beroperasi di tengah gangguan pasokan dan permintaan yang rendah. Hasil ini hampir sama dengan data yang kami terima dari call center posko pengaduan.

Lalu sekitar 60% UMKM mengurangi karyawan, sebesar 55% UMKM menunda/tidak ada kenaikan pembayaran upah. Ini menunjukkan memang sisi pasokan dan permintaan terganggu.

Lalu stimulan apa yang pemerintah berikan untuk menghidupkan lagi cash-flow UMKM?

Pemerintah sudah membuat kebijakan pemulihan ekonomi nasional (PEN). Pertama mencoba membantu UMKM mengalami masalah cash-flow, terutama UMKM yang telah terhubung ke lembaga perbankan. Ada alokasi PEN sebesar Rp 123 triliun untuk program UMKM restrukturisasi hutang, penundaan pembayaran cicilan hutang selama 6 bulan. Banyak UMKM yang mengalami kesulitan membayar cicilan karena permintaan dan pendapatan turun.

Lalu pemerintah juga mensubsidi bunga cicilan sebesar 6% dan subsidi pajak artinya mereka bayar 0%, lalu kami juga menawarkan pinjaman baru yang lebih lunak, dengan bunga 3%. Saat ini penyerapan program itu sudah 52,77%, memang agak rendah. Saya kira yang saat ini sudah otomatis jalan pasti program restrukturisasi hutang, namun program pinjaman modal masih rendah.

Sebab kegiatan usaha sedang sepi. Sehingga pelaku UMKM agak khawatir untuk menanggung beban bunga, termasuk penyalur bank juga akan berhati-hati. Kalau situasi pandemi seperti ini, saat permintaan turun, maka kalau pelaku usaha ditawarkan pinjaman sekecil apapun bunganya, pasti risiko NPLnya tinggi.

Sebab bila terjadi kredit macet (NPL), maka perfomanya akan ditanggung sendiri oleh pihak perbankan. Sementara OJK juga tidak merelaksasi%tase NPL yang diperbolehkan. Saat ini NPL maksimum bank 5% yang diperbolehkan. Ini semestinya bisa direlaksasi, tidak 5% tapi boleh sampai 10%, khusus untuk UMKM.

Bagi usaha mikro yang belum terjangkau perbankan (unbankable) dan belum mendapat pembiayaan dari bank, pemerintah bantu dengan Bantuan Presiden (BanPres) produktif. Kami alokasikan itu kepada 12 juta pelaku usaha mikro, sudah diluncurkan sejak 18 Agustus dan hari ini penyerapannya sudah 61,2%.

Di akhir September diharapkan sudah 100% karena kami sudah memegang 18 juta data dari daerah, koperasi, Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dan dari kementerian lembaga.

Kami sudah diminta kembali mengajukan Daftar Isian Pelaksana Anggaran (DIPA) nya oleh kementerian keuangan dan sudah kita kirimkan juga. Saya sudah mendapat lampu hijau dari ketua PEN, bila ada anggaran PEN pemerintah nanti yang tidak terserap, nanti akan ditambahkan lagi (ke hibah). Untuk tahun depan kami sudah mengajukan di Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) DPR, sebesar Rp 48 triliun untuk 20 juta UMKM di tahun depan. Kami perkirakan tahun depan masih di dalam situasi sulit. Untuk akuntabilitas serta pengawasannya kami cleansing betul hati-hati agar yang menerima betul-betul usaha mikro.

Bagaimana pemerintah mendongkrak permintaan yang turun?

Dari sisi permintaan kami bantu dengan menyerap produksi UMKM dengan belanja pemerintah dan BUMN. Kami sudah minta kepada Presiden untuk menginstruksikan kementerian dan lembaga membeli produk UMKM. Ada Rp307 triliun di anggaran 2020 yang sudah disetujui untuk dibelanjakan produk UMKM. Kami sudah bekerja sama dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), agar mempercepat proses onboarding produk-produk UMKM di laman khusus e-catalogue LKPP.

Saat ini kami sedang bekerja sama dengan LKPP pemerintah daerah untuk mendampingi mengkurasi produk-produk, UMKM supaya segera mendaftarkan produknya. Supaya nanti tidak harus ada pengadaan tender.

Belanja pemerintah ini bukan hanya selama masa pandemi. Ini untuk seterusnya supaya bisa menyerap produk UMKM, baik produk maupun jasa, seperti pengadaan furniture, paket makanan dan minuman, rapat, alat tulis kantor dan lainnya. Dan juga dengan melibatkan e-commerce untuk transaksi Rp50 juta ke bawah. Ada Blibi.com, Tokopedia, Bukalapak.
Yang punya daya beli selain pemerintah adalah BUMN. Kami sudah membuat nota kesepahaman dengan Menteri BUMN, bahwa belanja BUMN sebesar Rp 250 juta-Rp 14 miliar diperuntukan untuk UMKM.

Walaupun sampai saat ini baru sembilan BUMN bergabung dengan sekitar total Rp35 triliun, lewat pasar digital BUMN. Kami sedang dalam proses bagaimana produk-produk UMKM masuk ke pasar digital BUMN supaya nanti tidak harus lewat tender. Mudah-mudahan dengan dua program besar ini, pembiayaan dan mendorong daya beli penyerapan produk, diharapkan UMKM masih bisa bertahan.

Lalu bagaimana dengan konsumsi masyarakat yang masih anjlok?

Ekonomi Indonesia selama lima tahun sangat mengandalkan kekuatan ekonomi domestik, yaitu belanja pemerintah dan konsumsi masyarakat yang berada di atas 57%. Sehingga kita selama lima tahun masih bisa bertahan tumbuh 5% di saat negara-negara tetangga turun pertumbuhannya.

Kami juga membuat kampanye Bangga Buatan Indonesia, untuk mendorong agar masyarakat berbelanja produk lokal UMKM. Tujuannya agar perputaran ekonomi bergerak.Banyak lagi program dilakukan oleh masyarakat seperti Belanja di Warung Tetangga, itu untuk menggerakan konsumsi masyarakat supaya mengkonsumsi produk-produk lokal. Selain itu, karena ada perubahan perilaku konsumen, yang kini lebih berbelanja ke online, dan data menunjukan ada peningkatan penjualan via online di kuartal II /2020  sebesar 26% dibanding kuartal II tahun lalu. Kami dorong sekarang UMKM berjualan di online. Tetapi saat ini baru 13% UMKM yang sudah masuk ke platform digital atau sekitar 8 juta pelaku usaha. Kami dorong agar akhir tahun bisa sampai 10 juta pelaku usaha.

Kami juga melakukan pelatihan, pendampingan dan konsultasi baik offline maupun online, untuk UMKM beradaptasi dan berinovasi produk menyesuaikan dengan pasar dan keadaan ekonomi baru ini.

Sejauh mana upaya afirmasi ini ada payung hukumnya, sehingga mau tidak mau akan mengunci BUMN untuk membeli produk dari UMKM?

Pada rapat terbatas di November 2019, kami dari kementerian mengusulkan agar Presiden memerintahkan untuk pembelian produk UMKM. Waktu itu langsung disetujui. Ini memang sudah dalam bentuk ratas. Lalu pada Februari kemarin, Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung membuat edaran kepada para menteri. Di dalam setiap rapat juga sudah ditekankan oleh Presiden, agar Kementerian Lembaga belanja produk UMKM.

Mungkin implementasinya ini yang masih harus didorong. Kalau sekarang ada LKPP, yang akan memudahkan kalau produk yang sudah terdaftar di sana tidak lagi harus lewat tender. Saya kita kami akan terus dorong, Presiden juga akan memerintahkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan LKPP untuk memonitor realisasi belanja.

Seberapa besar penyerapan kementerian/lembaga bisa meningkatkan ekonomi di UMKM? Sebab sampai hari ini UMKM tidak berminat mengambil kredit modal karena tidak ada kepastian serapan produk, buntutnya, stimulan PEN UMKM tidak dimanfaatkan maksimal, yang sampai hari ini hanya 52%?

Memang sudah bisa diperkirakan, pada situasi sekarang kalau ditawarkan pinjaman baru meskipun bunga murah, penyerapannya akan rendah. Tapi nanti ini akan sangat berguna ketika ekonomi mulai bergerak. Kalau stimulan PEN UMKM dalam bentuk restrukturisasi, sudah otomatis semua menunda pembayaran dan cicilan. Stimulan yang ini sudah pasti jalan. Seberapa besar dampak dari penyerapan produk UMKM oleh kementerian lembaga dan BUMN, saya belum hitung. Tapi kalau belanja kementerian lembaga ini optimum sebesar Rp321 triliun tahun ini.

Itu saya kira yang bisa menggerakan UMKM luar biasa besar. Ditambah nanti dengan BUMN. Tentu ini tidak bisa menggerakan semua. Beberapa sektor UMKM masih bertumbuh, seperti sektor pangan makanya pertanian masih tumbuh 16%. Menurut saya ini akan cukup signifikan. Sekarang yang punya daya beli siapa lagi kalau bukan pemerintah dan BUMN.

Saya juga sedang mengusulkan program lain, misalnya produk UMKM seperti hasil tangkapan nelayan yang tidak bisa terserap, sudah ada perintah oleh Presiden agar dibeli oleh BUMN Pangan, dalam hal ini PT Perikanan Nusantara (Perinus). Sehingga ikan bisa disimpan di gudang beku mereka. Setelah kita inventarisir, ada gudang yang muat hingga 400 ribu ton. Lalu seperti kopi, yang pembeliannya dihentikan oleh eksportir karena permintaan sedang turun, begitu pula jagung. Sebab sekarang orang fokus pada makanan pokok. Ini kami minta agar bisa diserap BUMN Pangan seperti Perum Bulog dan PT Berdikari. Saya sudah usul agar diefektifkan resi gudang. Kami harap dengan program jaminan sosial yang diperluas dan digelontorkan ke masyarakat akan membuat daya beli terjaga walaupun mungkin nanti tidak kembali normal.

Maka bagaimana sekarang kita mendorong solidaritas sosial agar punya komitmen untuk belanja produk dalam negeri. Supaya dengan daya beli yang terbatas ini, kita tetap bisa mendorong perputaran ekonomi di dalam negeri.

Bagaimana memastikan BLT Bantuan Presiden yakin tepat sasaran? Bagaimana dengan pengusaha ultra mikro yang masih unbankable?

Persyaratannya sederhana saja dengan KTP. Intinya sekarang kami menggunakan data, memastikan bantuan ini tepat sasaran tidak jatuh kepada orang kaya. Jadi kami bantu usaha mikro yang memang belum mendapatkan pembiayaan dari bank.

Kalau dia berdomisili di luar alamat yang tercantum di KTP, maka harus didukung data lain, yaitu Surat Keterangan Usaha (SKU) dari kepala desa. Lalu data akan didaftarkan oleh kepala dinas koperasi dari setiap kabupaten dan kota.

Kami juga minta data pengajuan dari para koperasi, dari Bank Perkreditan Rakyat (BPR) lalu Bank Pembangunan Daerah (BPD), termasuk dari Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).

Data itu nanti kami cleansing bersama sistem BPKP, untuk memastikan bahwa itu ultra mikro dan dengan OJK memastikan dia belum punya pinjaman.

Begitu data lolos, dengan sistem Informasi Kredit Program (SIKP) kementerian keuangan, kami perintahkan kepada bank, BRI dan BNI untuk membayarkan ke yang bersangkutan by name by address.

Bila belum memiliki rekening, orang itu harus membuatnya dahulu. Bagi yang sudah punya rekening, syaratnya harus saldo Rp 2 juta ke bawah. Menurut kami ini sudah tepat sasaran.

Kami juga bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari sisi akuntabilitas. Intinya sekarang pemerintah ingin banyak membantu UMKM karena mereka dinamisator ekonomi di situasi seperti ini.

Kami tahu, banyak perusahaan mikro yang modalnya dipakai untuk konsumsi keluarga karena permintaan sedang turun. Maka agar usaha bisa bertahan, kami tambahkan modal mereka, bukan pinjaman, bukan cicilan, tetapi hibah.

Mungkin oleh sebagian dari mereka ini akan dipakai untuk konsumsi, tidak apa karena bisa memperkuat daya beli. Tetapi kami yakin karena mereka pelaku usaha, ketika ada tambahan modal, nantinya akan dipakai menjadi modal kerja. Mereka juga sangat hati-hati. Jadi tidak usah dicurigai.

Penyerapan Produk UMKM oleh kementerian lembaga ada di e-catalogue, dan market place. Bagaimana dengan masyarakat umum? Ada spesifikasi UMKM? Di mana masyarakat bisa melihat produk UMKM Ini, di e-catalogue atau hanya di market place?

Kalau e-catalogue di LKPP itu untuk belanja pemerintah dan daerah. Kalau di masyarakat saya kira di market place salah satunya. Kami sudah kerja sama dengan Blibi.com dan yang lain supaya ada halaman khusus UMKM.

Sekarang juga banyak platform digital yang membantu UMKM mengakses pasar yang lebih besar, misalnya produk nelayan dari pelosok manapun sekarang bisa diakses lewat platform Aruna. Produk petani juga banyak platform ada Tanihub, Sayur Box, Hara dan masih banyak lagi.

Lalu muncul inovasi digital seperti Wahyoo, membantu para warung tegal secara online. Kemudian Jahitin, menghubungkan penjahit dengan pasar yang lebih luas, lalu Titipku yang menjajakan jualan UMKM di platform digital.

Ini berkembang selain di e-commerce. Lalu banyak juga yang menjual produk di media sosial.

Kami di kementerian koperasi juga membuat platform digital e-brochure smesco. UMKM yang belum bisa berjualan di platform besar bisa berjualan di sini karena lebih simpel, bisa mengontak langsung penjual.

Kesulitan membawa UMKM ke inovasi digital itu seperti apa?

Dari catatan selama mendampingi pelatihan UMKM bersama platform digital untuk onboarding di e-commerce tidak mudah. Keberhasilannya hanya 4-10%.

Tidak semua UMKM bisa berjualan di market place online. Di sana, pelaku usaha harus punya manajemen yang bisa respon cepat terhadap permintaan konsumen.

Lalu kapasitas produksi, yang begitu Anda terhubung dengan platform digital besar, artinya terhubung dengan 97% wilayah Indonesia. Ketika jumlah produksi sedikit karena permodalan kecil dan tidak punya gudang, maka mereka tidak bisa bertahan di sana.

Ketika, banyak brand-brand besar yang juga jualan. Sekarang pabrikan juga punya jualan di online. Jadi tidak mudah bagi UMKM.

Maka kami siapkan platform yang lebih sederhana dan mereka tidak dipungut biaya sama sekali. Di daerah juga muncul platform-platform kecil.

Jadi besar potensi berkembang penjualan UMKM dari offline ke online ini?

Cukup besar potensinya. Sebanyak 97% wilayah Indonesia sudah bisa diakses e-commerce. Artinya termasuk juga infrastruktur kita dukungan logistik sudah cukup memadai.

Sekarang yang paling selamat daripada UMKM itu yang sudah terhubung dengan market place online walaupun baru 13% atau 8 juta pelaku usaha. Ini masih relatif kecil.

Kita harus percepat reformasi digitalisasi ini dan ini perlu dukungan dari kementerian komunikasi dan informasi untuk subsidi data internet.

Namun seringkali terjadi permasalahan UMKM mikro di e-commerce itu banyak mendapat keluhan mengenai layanan, bagaimana pendampingan keahlian dalam pemasaran dan pelayanan produk untuk daya saing UMKM di e-commerce?

Kami bekerja sama membuat berbagai pelatihan dengan platform untuk edukasi, kurasi, dan inovasi terhadap produk-produk UMKM yang memang layak untuk dijual di e-commerce.

Sebab tidak semua produk UMKM bisa di sana. Maka kami memanfaatkan re-seller untuk memasarkan di e-commerce.

Sebab kegiatan UMKM ini umumnya semua dikerjakan oleh chief everything officer, oleh satu orang. Mereka kalau harus jualan, produksi, pemasaran, pengemasan cepat rata-rata tidak bisa.

Jadi kita memanfaatkan middleman yaitu reseller. Banyak mahasiswa yang berjualan di media sosial dan e-commerce menjadi reseller karena mereka tahu bagaimana cara menjual barang menjadi menarik di online. Ke depan reseller ini mau saya perkuat dengan agregator produk.

UMKM yang kecil-kecil jumlahnya banyak, brandnya banyak tapi kapasitas produksinya tidak cukup besar. Ini pendekatannya nanti selain menggunakan reseller, saya mendapat bocoran dari Alibaba, bahwa di awal-awal lalu bukan pelaku usaha yang berjualan di onlinenya, melainkan resellernya.

Kami juga sedang menyiapkan dari masukan e-commerce, soal harga. Harga cash back kalau ada diskon, penjualannya tinggi. Kami sedang mengajukan anggaran untuk subsidi kepada produk UMKM yang akan on boarding di market place untuk mendapat diskon. Subsidinya ke produknya kepada UMKM agar terjadi peningkatan jumlah penjualannya.

Memang persyaratan kualitas menjadi penting terutama makanan. Marketingnya bukan soal murah dan enak, tetapi harus dari aspek higienis dan kesehatannya.

Jadi pengemasannya harus dipastikan baik supaya tidak tercemar virus. Proses pembuatannya juga harus higienis lalu menjualnya pun harus ada standar kesehatannya.

Presiden Jokowi memiliki program revolusi mental. Bagaiaman gaung cinta produk dalam negeri, apakah tidak ada evaluasi, satu parameter yang jelas agar masyarakat kita betul-betul cinta produk dalam negeri?

Mengubah mental masyarakat tidak semudah membalik tangan. Ini perlu melibatkan gerakan yang besar, melibatkan tokoh-tokoh yang nyata untuk mengimplementasikan semua yang dia pakai di badannya, makannya adalah produk UMKM.

Kalau ternyata mereka masih memakai sepatu buatan luar negeri, sudahlah itu omong kosong. Tetapi kalau masyarakat biasa, itu memang dari faktor harga.

Saya di awal kabinet, mencatat ada kebijakan yang menyebabkan barang baru kena pajak bea masuk pada produk konsumsi impor seharga US $75. Akibatnya produk-produk impor yang dijual di e-commerce itu 40%-50% lebih murah dari pada produk lokal.

Kemudian kami usulkan agar setiap belanja produk luar yang dikenakan pajak berada mulai dari harga yang lebih rendah lagi, yaitu di US$ 3. Setiap produk luar negeri mulai dari US$ 3 sudah dikenakan pajak.

Sehingga sekarang produk lokal bisa bersaing dengan produk impor. Kementerian keuangan sudah membuat ambang batas minimum sekarang US$3. Artinya sekarang semua produk berada di dalam playing field yang sama.

Walaupun kita tahu produk-produk di e-commerce itu 50% masih merupakan produk asing. Tetapi di tengah pandemi covid-19 Ini, saya kira sekarang pasokan dari luar negeri juga terganggu.

Ini momentum bagi kita untuk belanja barang dalam negeri agar kita bisa substitusi dari produk luar negeri. Jadi catatannya perubahan mental kita ini harus kerja jangka panjang.

Tapi sekarang sudah muncul di lingkungan kantor, solidaritas sosial membeli di antara teman. Pasar Indonesia sendiri 260 juta.

Kalau perdagangan antar pulau, lalu konsumsi masyarakat kita dorong konsumsi produk dalam negeri dan mengurangi impor, produk perdagangan juga saya kira juga harus makin ketat pintunya. Jangan terlalu banyak impor juga.

Kalau ini jalan, perputaran ekonomi saya kira juga akan cukup baik. Karena kalau kita beli produk makanan dari daerah dan rakyat tentu akan menggerakan pasokan dari peternakan, pertanian dan perikanan.

Apakah perlu menciptakan tag line yang bisa mewujudkan revolusi mental itu sendiri menjadi penting? Berkaca cari satu suara wonderful Indonesia, kita juga punya tagline cinta produk dalam negeri. Tinggal bagaimana komunikasinya di masyarakat bisa tepat sasaran.

Usul saya kita fokus di kelas menengah atas untuk beli produk dalam negeri. Kelas menengah bawah sudah tidak beli produk asing dengan dana mereka yang terbatas sedang turun daya beli. Yang punya uang itu sekarang justru kelas menengah atas.

Saya sudah tanya Bank Indonesia, duitnya (kalangan menengah atas) masih banyak di bank. Tetapi mereka sekarang menahan konsumsi karena ada perasaan krisis. Ini yang saya kita harus didorong.

Kami pemerintah sekarang sedang fokus bagaimana pertumbuhan ekonomi di kuartal ke III/2020 bisa positif. Tujuannya supaya Indonesia tidak masuk ke krisis ekonomi, dimana berturut-turut selama dua kuartal sebelumnya menunjukan angka negatif.

Caranya yaitu mendorong belanja pemerintah pusat dan daerah termasuk juga BUMN. Namun yang masih berat untuk ditingkatkan adalah konsumsi masyarakat.

Apakah penggunaaan tagline bisa betul-betul menggugah masyarakat saya tidak terlalu yakin. Tetapi yang penting distop keran impornya. Jangan banyak yang mengambil rantai di sana.

Kalau terus impor produk luar negeri, mati (produk) yang di dalam negeri. Kalau menunggu kesadaran masyarakat sudah pasti lama. Maka langsung saja kerannya ditutup.

Soal impor ini sudah ada koordinasi tingkat menteri atau sudah dirataskan?

Presiden sudah bilang di ratas kepada Menteri Perdagangan untuk setop. Tapi nanti kementerian perdagangan rekomendasinya untuk impor itu ada di kementerian ekonomi dan teknis.

Landasan dan komitmen telah dilakukan pemerintah dalam pandemi ini. Apakah dalam konteks pandemi ini UMKM bisa 'take off' dan pada akhirnya menggerakan perekonomian guna menahan laju kontraksi ekonomi di kuartal ketiga?

Pilihan satu-satunya saya kira memang untuk menggerakkan ekonomi supaya kita tidak masuk ke dalam krisis, pilihannya tidak banyak. Pilihannya UMKM. Alasannya sekarang kalau industri besar apalagi pasarnya ekspor, sudah pasti tidak akan yang beli saat ini.

Kalau UMKM karena terkait dengan pendapatan langsung masyarakat terkait dengan perut maka perut harus tetap ngebul, untung dikit juga tidak apa karena dikerjakan sendiri.

Di sana fungsi di dalam dinamisator ekonominya. Ekonomi kira dalam satu dua tahun ke depan, saya yakin kekuatan ekonomi kita akan sangat  tergantung kepada ekonomi domestik dan itu adalah UMKM.

Saya kira sudah benar dan Presiden sudah perintahkan agar seluruh kebijakan ekonomi harus betul-betul betul mendukung UMKM, membantu mulai dari pembiayaan, melakukan edukasi bagaimana mereka harus beradaptasi dan inovasi produk sesuai permintaan pasar. Juga bagaimana menggerakkan permintaan produk UMKM.

Oleh karena itu program jaminan sosial seperti menyalurkan pembiayaan ke rakyat saya kira untuk memperkuat daya beli. (X-15)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Henri Siagian
Berita Lainnya