Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Pandemi Buktikan Kekuatan Manajemen Risiko Industri Keuangan

M. Iqbal Al Machmudi
16/6/2020 16:39
Pandemi Buktikan Kekuatan Manajemen Risiko Industri Keuangan
Foto udara kawasan Semanggi, Jakarta.(MI/Ramdani)

PANDEMI covid-19 yang melanda seluruh negara, termasuk Indonesia, menunjukkan sejauh mana kekuatan manajemen risiko industri keuangan.

Sejak krisis ekonomi 1998 hingga 2020, kinerja industri keuangan domestik terus mengalami perbaikan. Khususnya, manajemen risiko saat menghadapi krisis.

Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Sunarso, mengatakan krisis 1998 yang melanda kawasan Asia berdampak pada pelemahan rupiah. Nilai tukar rupiah anjlok 540%, atau dari Rp 2.500 menjadi Rp 16.000 terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Baca juga: Penerimaan Kontraksi, Defisit APBN Capai Rp 179,6 Triliun

Ketidaksiapan manajemen risiko saat itu menyebabkan rasio kecukupan modal (CAR) perbankan berada pada posisi minus 15,7%. Adapun krisis kedua terjadi pada 2008, yang melanda AS dan Eropa. Nilai tukar rupiah pun mengalami pelemahan dari Rp 9.060 menjadi Rp 10.208 per dolar AS. Sementara itu, posisi CAR bertahan di level 16%.

Terbaru, krisis 2020 disebabkan pandemi covid-19, yang terjadi di seluruh negara. Seperti mata uang global lainnya, rupiah melemah 12% dari Rp 13.800 menjadi Rp 16.000 per dolar AS, dengan posisi CAR 23%.

"Sesungguhnya industri keuangan menunjukkan kemajuan yang pesat dalam risk management hingga kini,” ujar Sunarso dalam diskusi virtual, Selasa (16/6).

Baca juga: Ada Pandemi, Penjualan Kendaraan Astra Lesu

Menurutnya, sektor UMKM paling terdampak krisis ekonomi akibat pandemi covid-19. "Krisis tahun ini menunjukkan adu tebal cadangan. Karena orang tetap mengonsumsi makanan, barang dan jasa tanpa bekerja," pungkas Sunarso.

Dia pun membuat pengandaian terkait kondisi ekonomi. Untuk mengatasi krisis, sebaiknya menemukan satu orang sakit dan dikarantina. Kemudian, membiarkan 1.000 orang beraktivitas. Dibandingkan menghentikan aktivitas 1.000 orang, tanpa menemukan satu orang terinfeksi.

"Apabila tidak ditemukan jadilah seperti saat ini. Jadi kita buka (new normal) bukan penyakitnya hilang, tetapi ekonomi kita tidak akan kuat apabila terus di rumah saja," tandasnya.(OL-11)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya