Kementerian BUMN Waspadai Geliat Mafia Alat Kesehatan

M. Ilham Ramadhan Avisena
19/4/2020 15:10
Kementerian BUMN Waspadai Geliat Mafia Alat Kesehatan
Seorang siswa SMK membuat alat pelindung diri (APD) di tengah tingginya kebutuhan akibat pandemi covid-19.(Antara/Irfan Anshori)

GELIAT mafia alat kesehatan tidak hanya terjadi di dalam negeri, namun juga di ranah internasional. Alhasil, harga komoditas kesehatan pun melambung tinggi.

Hal itu ditekankan Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Arya Sinulingga. Di dalam negeri, lanjut dia, mafia alat kesehatan disematkan kepada pelaku usaha yang kerap melakukan trading (penjualan) di luar negeri, daripada fokus terhadap pasar domestik.

Padahal, dalam situasi darurat pandemi covid-19, komoditas kesehatan sangat dibutuhkan tenaga medis maupun pasien. "Bayangkan saja, sampai sekarang masih trading terus. Ini kemarin Pak Menteri mengumpulkan perguruan tinggi seperti ITB, UI dan lainnya. Mereka bisa membuat ventilator yang memang bukan untuk ICU, tapi ada juga SDM juga dalam tempo sebulan bisa membuat ventilator,” papar Arya, Minggu (19/4).

Baca juga: Duh, Ada Mafia Alkes di Tengah Pandemi Covid-19

“Lalu selama ini kita ngapain? Kenapa harus mengimpor? Berarti selama ini ada trader, senang trading saja. Di sini pak Erick mengatakan supaya ada trading terus, bukan bikin produk sendiri," tukasnya.

Oleh karena itu, Menteri BUMN, Erick Thohir, meminta tiga perusahaan BUMN, yakni PT Dirgantara Indonesia (Persero), PT Pindad (Persero) dan PT Len Industri (Persero) untuk memproduksi barang kesehatan yang dibutuhkan perangkat kesehatan di dalam negeri. Instruksi tersebut untuk mempersempit ruang mafia alat kesehatan dalam melakukan trading.

Arya menambahkan pernyataan yang dilontarkan Erick bukan berarti telah mengidentifikasi mafia yang dimaksud. Namun, hal itu merupakan penekanan terhadap pelaku usaha yang kerap meraup untung, ketimbang berkontribusi dalam penanganan covid-19 di Indonesia.

Baca juga: Berpacu dengan Covid-19, Jokowi: Kebut Produksi Alat Kesehatan

"Seperti APD, pabrik kita sanggup memproduksi banyak. Artinya, kan ada market di luar, tapi tidak ada usaha bikin bahan baku di sini. Jadi, APD kita ini dia kasih bahan baku, kita bikin, di kirim ke luar negeri dan kita mengimpor lagi APD itu. Itu yang terjadi selama ini," jelas Arya.

Kementerian BUMN dikatakannya tengah membangun health security untuk memastikan ketersediaan barang kesehatan. Tidak hanya saat pandemi covid-19, namun untuk kebutuuhan di masa mendatang dan mengantisipasi geliat mafia.

Akan tetapi, langkah mempersempit gerak mafia bukan berarti Indonesia menyetop impor. Sebab, Indonesia masih memiliki keterbatasan dan hanya bisa dipenuhi dari pembelian luar negeri. Idealny, kegiatan impor barang tidak lagi melebihi 50% dari produksi dalam negeri. Sedangkan saat ini, persentase impor barang kesehatan menyentuh 90%.(OL-11)

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya