Industri Elektronik mulai Tersengat Korona

M Ilham RA
24/2/2020 00:05
Industri Elektronik  mulai Tersengat Korona
(Dok. MI)

PELAKU industri elektronika mulai merasakan dampak penurunan arus aktivitas perdagangan dengan Tiongkok akibat virus korona. Arus pasokan komponen dan bahan baku dari ‘Negara Tirai Bambu’ itu mulai tersendat sehingga mengancam kegiatan produksi dan ekspor industri elektronika nasional.

“Sebagian bahan baku dan komponen produk elektronika, kita masih menggunakan komponen dari Tiongkok karena harganya memang lebih bersaing dibandingkan pemasok negara lain. Dengan adanya wabah virus korona saat ini, pasokan komponen dari Tiongkok mulai tersendat. Ini tentu akan sangat mengganggu kegiatan produksi dan ekspor industri elektronika nasional,” keluh Ketua Umum Gabungan Elektronika (Gabel) Oki Widjaya di Jakarta, kemarin.

Ia berharap pemerintah segera mengeluarkan kebijakan yang dapat membantu pelaku industri elektronik mengatasi masalah pasokan bahan baku dan komponen itu.

“Melihat dampak virus korona yang kian masif, kami harap pemerintah memberi perhatian terhadap pasokan komponen ini, agar tidak berdampak buruk pada kinerja  produksi dan ekspor industri elektronika nasional,” ucap Oki.

Oki yang juga Presiden Direktur PT Galva Technologies Tbk itu mengingatkan, industri elektronik merupakan satu dari lima sektor manufaktur yang mendapat prioritas pengembangan agar lebih berdaya saing global, khususnya dalam kesiapan memasuki era industri 4.0.

Untuk itu, Gabel mendesak,  melalui koordinasi Menko Perekonomian, Menteri Keuangan, Perindustrian, Perdagangan, Tenaga Kerja, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, pemerintah segera menyusun sinergi penyelamatan sektor industri primadona ekspor dari dampak buruk penyebaran virus korona.

Sekjen Gabel Daniel Suhardiman menambahkan, pemerintah perlu menyiapkan payung antisipasi terhadap kemungkinan pukulan keras terhadap sektor elektronik akibat virus korona. Kebijakan itu minimal mendorong dan membantu pelaku industri elektronik mendapatkan sumber pasokan alternatif dari negara lain selain Tiongkok untuk sementara waktu.

“Misalnya dengan memberi insentif agar pengadaan material bahan baku dari negara non-Tiongkok agar hargaya tetap kompetitif. Apakah pengurangan beban biaya logistik, energi, dan sebagainya,” kata dia.


Industri perlu kreatif

Saat dihubungi di kesempatan berbeda, ekonom dari Centre for Strategic International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri mencatat, di sektor manufaktur, Tiongkok menyumbang 40% bahan baku untuk kebutuhan industri Indonesia.

Ia menyebutkan, industri harus kreatif mencari negara suplier lain selain Tiongkok. Sebab, bila tidak dilakukan maka berhenti produksi karena keterbasan bahan baku akan sangat mungkin terjadi.

“Ini permasalahan bisnis sebetulnya. Ini kesempatan pelaku industri, tidak saja elektronik, mencari negara lain sebagai suplier dan tidak bergantung pada Tiongkok,” kata Yose.

Selain Tiongkok, lanjut Yose, pelaku industri elektronik bisa menjadikan Korea Selatan, Jepang, dan Malaysia sebagai negara suplier bahan baku industri manufaktur. Akan tetapi diakui olehnya biaya yang dikeluarkan akan sedikit lebih besar ketimbang mengimpornya dari Tiongkok.

Selanjutnya, peran pemerintah ialah membuat kebijakan yang meringkankan beban industri dalam negeri. (E-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya