Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
BADAN Pusat Statistik (BPS) melansir neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2020 mengalami defisit US$864 juta dengan total nilai ekspor sebesar US$13,41 miliar dan impor US$14,28 miliar. Meski masih defisit, angka itu masih lebih baik daripada Januari 2019 yang mengalami defisit hingga US$1,06 miliar.
“Defisit neraca perdagangan kali ini dipicu sektor migas yang mengalami defisit US$1,18 miliar walaupun sektor nonmigas surplus US$0,32 miliar,” kata Kepala BPS Suhariyanto di Jakarta, kemarin.
Ia memerinci nilai ekspor Januari 2020 sebesar US$13,41 miliar berasal dari ekspor migas sebesar US$0,81 miliar dan eskpor nonmigas US$12,61 miliar.
“Secara tahunan, nilai ekspor kita turun 3,71% dan kalau dilihat ekspor migasnya, itu turun 34,73% lebih dalam jika dibandingkan dengan posisi month to month (mtm). Sementara itu, ekspor nonmigasnya turun lebih landai, yakni 0,69%,” ujarnya.
Bila diperbandingkan secara bulanan (mtm), nilai ekspor migas pada Januari 2020 turun tajam dari Desember 2019 sebesar 28,73% dan ekspor nonmigas turun 5,33%.
“Selama Desember 2019 sampai Januari 2020 banyak perkembangan harga terjadi, misalnya harga minyak mentah selama Desember 2019 ke Januari 2020 itu mengalami penurunan 2,68%,” jelas Suhariyanto.
Kendati neraca perdagangan di Januari 2020 mengalami defisit, ia menuturkan, Indonesia masih mengalami surplus neraca perdagangan dengan Amerika Serikat sebesar US$1,013 miliar, dengan India sebesar US$650 juta, dan dengan Belanda mencapai US$195 juta.
Akan tetapi, Indonesia masih mengalami defisit neraca perdagangan dengan Tiongkok mencapai US$1,843 miliar, dengan Thailand sebesar US$201 juta, dan dengan Korea Selatan defisit sebesar US$164 juta.
B30 bantu tekan defisit
Saat dimintai pandangan, ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menuturkan kebijakan pemerintah untuk mengimplementasikan program biodiesel (B30) dapat menekan defisit neraca perdagangan.
“Harus diakui kebijakan B20 dan sekarang B30 berhasil menekan defisit neraca perdagangan. Pertama, kebijakan itu meningkatkan harga crude palm oil (CPO) yang artinya mendorong ekspor. Kedua, dengan produksi biosolar, kita mengurangi kebutuhan impor solar. Dengan demikian, defisit menjadi berkurang,” kata Piter saat dihubungi, kemarin.
Meski implementasi B30 terbukti ampuh menekan defisit, sambungnya, hal itu masih belum bisa mengatasi defisit secara keseluruhan. Contohnya saja, Indonesia masih bergantung pada impor di sektor industri manufaktur.
“Kita masih bergantung pada impor untuk industri manufaktur dan juga untuk barang pangan. Apalagi untuk bahan bakar minyak (BBM) secara keseluruhan,” jelas Piter.
Dalam hitung-hitungannya, B30 juga belum bisa menjadikan neraca perdagangan migas menjadi surplus. Itu karena kebutuhan BBM Indonesia masih jauh lebih besar ketimbang kemampuan produksi BBM dalam negeri. (E-2)
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat total nilai ekspor Indonesia periode Januari hingga Mei 2025 mencapai US$111,98 miliar, naik 6,98% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
BADAN Pusat Statistik (BPS) mencatat total nilai impor Indonesia sepanjang Januari hingga Mei 2025 mencapai US$96,60 miliar.
NERACA perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada Mei 2025 sebesar US$4,30 miliar.
BPS memperkirakan produksi beras Indonesia sepanjang Januari hingga Agustus 2025 mencapai 29,97 juta ton, naik 14,09%.
INFLASI bulanan pada Juni 2025 tercatat sebesar 0,19%, ditandai dengan kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 108,07 pada Mei menjadi 108,27.
Ketua Dewan Energi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan pemerintah akan merevisi data angka kemiskinan nasional.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved