Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
BADAN Pusat Statistik (BPS) melansir neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2020 mengalami defisit US$864 juta dengan total nilai ekspor sebesar US$13,41 miliar dan impor US$14,28 miliar. Meski masih defisit, angka itu masih lebih baik daripada Januari 2019 yang mengalami defisit hingga US$1,06 miliar.
“Defisit neraca perdagangan kali ini dipicu sektor migas yang mengalami defisit US$1,18 miliar walaupun sektor nonmigas surplus US$0,32 miliar,” kata Kepala BPS Suhariyanto di Jakarta, kemarin.
Ia memerinci nilai ekspor Januari 2020 sebesar US$13,41 miliar berasal dari ekspor migas sebesar US$0,81 miliar dan eskpor nonmigas US$12,61 miliar.
“Secara tahunan, nilai ekspor kita turun 3,71% dan kalau dilihat ekspor migasnya, itu turun 34,73% lebih dalam jika dibandingkan dengan posisi month to month (mtm). Sementara itu, ekspor nonmigasnya turun lebih landai, yakni 0,69%,” ujarnya.
Bila diperbandingkan secara bulanan (mtm), nilai ekspor migas pada Januari 2020 turun tajam dari Desember 2019 sebesar 28,73% dan ekspor nonmigas turun 5,33%.
“Selama Desember 2019 sampai Januari 2020 banyak perkembangan harga terjadi, misalnya harga minyak mentah selama Desember 2019 ke Januari 2020 itu mengalami penurunan 2,68%,” jelas Suhariyanto.
Kendati neraca perdagangan di Januari 2020 mengalami defisit, ia menuturkan, Indonesia masih mengalami surplus neraca perdagangan dengan Amerika Serikat sebesar US$1,013 miliar, dengan India sebesar US$650 juta, dan dengan Belanda mencapai US$195 juta.
Akan tetapi, Indonesia masih mengalami defisit neraca perdagangan dengan Tiongkok mencapai US$1,843 miliar, dengan Thailand sebesar US$201 juta, dan dengan Korea Selatan defisit sebesar US$164 juta.
B30 bantu tekan defisit
Saat dimintai pandangan, ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menuturkan kebijakan pemerintah untuk mengimplementasikan program biodiesel (B30) dapat menekan defisit neraca perdagangan.
“Harus diakui kebijakan B20 dan sekarang B30 berhasil menekan defisit neraca perdagangan. Pertama, kebijakan itu meningkatkan harga crude palm oil (CPO) yang artinya mendorong ekspor. Kedua, dengan produksi biosolar, kita mengurangi kebutuhan impor solar. Dengan demikian, defisit menjadi berkurang,” kata Piter saat dihubungi, kemarin.
Meski implementasi B30 terbukti ampuh menekan defisit, sambungnya, hal itu masih belum bisa mengatasi defisit secara keseluruhan. Contohnya saja, Indonesia masih bergantung pada impor di sektor industri manufaktur.
“Kita masih bergantung pada impor untuk industri manufaktur dan juga untuk barang pangan. Apalagi untuk bahan bakar minyak (BBM) secara keseluruhan,” jelas Piter.
Dalam hitung-hitungannya, B30 juga belum bisa menjadikan neraca perdagangan migas menjadi surplus. Itu karena kebutuhan BBM Indonesia masih jauh lebih besar ketimbang kemampuan produksi BBM dalam negeri. (E-2)
Center of Economic and Law Studies (Celios) meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) turut mengaudit data pertumbuhan ekonomi triwulan II 2025 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS).
PRESIDEN Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan pada jajaran kabinet Merah Putih untuk melakukan percepatan pengentasan kemiskinan ekstrem di desa
Tulus Abadi menuding angka pertumbuhan ekonomi yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) tidak tidak mencerminkan kondisi masyarakat di lapangan.
JAUH di atas ekspektasi pasar, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2025, y-o-y, mencapai 5,12%, meningkat dari 4,87% kuartal I 2025.
SULAWESI dan Jawa menjadi dua wilayah dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi pada triwulan II-2025.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal kedua 2025 tumbuh sebesar 5,12% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved